Headline
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
Nyanyi Bareng Jakarta (NBJ) terinspirasi dari komunitas serupa di luar negeri yang mewadahi orang bernyanyi bersama tanpa saling kenal.
PROGRAM perhutanan sosial yang dijalankan pemerintah terbukti berpengaruh secara langsung kepada kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat di sekitar hutan.
Hal itu menjadi kesimpulan hasil penelitian bertajuk Dampak Perhutanan Sosial yang diluncurkan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta, Senin (15/4).
Dari hasil riset, diketahui rata-rata pendapatan petani yang mengelola perhutanan sosial sebesar Rp28,3 juta selama satu tahun. Jika dihitung per kapita maka pendapatan para petani mencapai sekitar Rp700 ribu/kapita/bulan. Angka itu di atas garis kemiskinan yang ditetapkan Badan Pusat Statistik Rp401.220/kapita/bulan.
"Secara ekonomi rata-rata pendapatan masyarakat tani yang mendapat izin perhutanan sosial melebihi batas garis kemiskinan," ungkap pemimpin riset yang juga Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Mudrajad Kuncoro.
Riset dilakukan tim peneliti pada kelompok perhutanan sosial skema Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Kabupaten Tanggamus Lampung, Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kulon Progo (keduanya di Yogyakarta). Penelitian dilakukan pada tahun lalu.
Baca juga: Perhutanan Sosial Capai 2,6 Juta Hektare
Menurut Mudrajad, dampak ekonomi perhutanan sosial terlihat dari meningkatnya pendapatan keluarga anggota paguyuban tani. Dengan diberikan hak mengelola hutan, anggota kelompok tani mempunyai kepastian pendapatan dari komoditas yang ditanam. Hal itu menurutnya juga didukung peran pendamping yang membantu pengembangan usaha dan akses pasar serta modal.
"Kehadiran pendamping yang mengajari pengelolaan komoditas dan menghubungkan dengan pembeli membuat hasil produksi mereka memiliki kepastian pasar. Sebagian besar masyarakat mengakui peran pendamping amat penting," imbuhnya.
Dari aspek kelestarian lingkungan, hasil riset juga menyatakan terbukanya akses legal bagi masyarakat mengelola hutan turut berdampak terhadap perubahan tutupan hutan serta fungsi ekologisnya menyimpan karbon.
Pada HKm Kalibiru di Kulon Progo yang dikelola sebagai desa wisata, tutupan pertanian lahan kering campuran beralih fungsi menjadi tutupan hutan lahan kering sekunder. Masyarakat menanam tanaman keras untuk menghijaukan lahan.
Kurun waktu 2009-2014, terjadi perubahan tutupan dari lahan pertanian kering sekunder menjadi hutan lahan kering sekunder di HKm tersebut. Pada 2016, luas hutan lahan kering sekunder yang sebelumnya nihil menjadi 113,77 hektare. Berdasarkan perubahan tutupan lahan tersebut diketahui cadangan serapan karbon bertambah menjadi sebesar 9.698,89 ton CO2e.
"Masyarakat menjadi terlibat menjaga rimba sembari mengelola lahan hak mereka," ujar Mudrajad.
Hingga saat ini, total izin perhutanan sosial yang telah diberikan pemerintah seluas 2,61 juta hektare kepada 5.572 Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).
Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK Bambang Supriyanto meyakini pendampingan yang optimal kepada masyarakat penerima izin bisa lebih mengangkat kesejahteraan masyarakat. Kemandirian juga diharapkan bisa terbangun setelah dilakukan pendampingan.
"Kuncinya pendampingan. Hasil riset ini memperlihatkan pendampingan kepada kelompok tani bisa memaksimalkan usaha mereka," ucap Bambang.(OL-5)
Dekan Fakultas Kehutanan Instiper Yogyakarta, Rawana menilai, program Perhutanan Sosial bisa berkontribusi positif bagi ekonomi masyarakat, tapi masih punya banyak PR.
Program Perhutanan Sosial di Kabupaten Solok Selatan telah melahirkan 33 unit Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) yang bergerak di berbagai sektor.
Menhut Raja Antoni menegaskan bahwa Perhutanan Sosial kembali ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) oleh Presiden Prabowo Subianto.
Menhut Raja Juli Antoni bersama Pimpinan Komisi IV DPR RI Siti Hediati Soeharto melakukan pelepasan ekspor perdana Kopi dari KUPS.
Diketahui sekitar 8,3 juta Ha hutan dikelola masyarakat. Namun 91% KUPS masih belum produktif secara ekonomi.
JURU Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Refki Saputra mengatakan untuk mengoptimalkan program perhutanan sosial diperlukan kolaborasi.
Kemampuan yang dimiliki itu dapat diasah sehingga mampu berpartisipasi dalam upaya peningkatan ekonomi di daerah, bahkan nasional.
Perekonomian NTB menjadi bergairah dengan adanya Fornas kali ini.
SEJUMLAH pasal yang mengatur berbagai aspek terkait tembakau pada PP Nomor 28 Tahun 2024 menuai kritik. Aturan ini dinilai berdampak negatif terhadap industri dan petani dalam negeri,
KOTA Batu tak hanya lekat dengan suguhan pemandangan alam, kabut, dan kesejukan udara, tetapi juga hamparan perbukitan dan perkebunan milik warga hadir memanjakan mata.
PEMERINTAH dinilai perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Over Dimension Overloading (ODOL) serta mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan,
EFEKTIVITAS Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebagai instrumen peningkatan daya beli masyarakat kembali dipertanyakan. Sebab program tersebut tidak memberikan kontribusi signifikan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved