Headline
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
RACUN Sangga: Santet Pemisah Rumah Tangga jadi film horor terbaru Rizal Mantovani, yang total tahun ini setidaknya sudah menyutradarai enam judul horor. Kali ini, ia berkolaborasi dengan produser Sunil Soraya dan studio Soraya Intercine Films. Horor yang diadaptasi dari utas (thread) Twitter/X viral, yang juga dengan label kisah nyata, memang sedang populer. Hampir banyak rumah produksi belakangan memanfaatkan kekayaan intelektual yang sudah populer di medium lain.
Sejak KKN di Desa Penari pertama yang fenomenal itu, jejak adaptasi dari thread Twitter (X) viral memang kian deras. Tahun ini saja misal, ada 10 judul horor dari adaptasi thread Twitter, termasuk Racun Sangga.
Rizal Mantovani membuka Racun Sangga melalui sajian visual yang memanfaatkan arsip dokumen lawas dengan narasi tentang sihir. Dilanjutkan dengan narator si pemilik kisah korban santet racun sangga, dengan visual udara Kalimantan yang penuh hutan dan jalanan berkelok.
Prolog yang disampaikan, cukup sampai di situ. Selanjutnya kisah film ini langsung masuk secara cepat. Maya (Frederika Cull) dan Duma (Wafda Saifan) baru saja lulus kuliah. Maya punya cita-cita, setelah pendidikannya selesai, ia lekas menikah. Sementara Duma, yang kala itu dekat dengan Maya, memintanya untuk mempertimbangkan setidaknya tiga tahun lagi untuk memutuskan menikah. Waktu berlalu. Maya bekerja sebagai pegawai negeri sipil di kecamatan. Setelahnya, tidak ada lagi layar untuk Duma. Sisanya hanya via suara telepon.
Praktis, guliran cerita pun difokuskan pada perjalanan Maya bertemu dengan Andi (Fahad Haydra), yang ia kenal lewat majelis kajian agama. Di tengah rutinitas kerja Maya, yang juga mendapat desakan kapan menikah oleh keluarga Maya, kehadiran Andi terasa tepat. Potongan-potongan perjalanan langsung berujung pada menikahnya keduanya, dan teror pun siap mengintai.
Dimulai saat Andi dan Maya tinggal di rumah baru, alarm telah dibunyikan saat Andi menginjak benda yang lengket di karpet depan pintu masuk rumah. Sejurus dengan scoring yang diracik komposer Aghi Narottama yang semakin mencekam. Semacam bom waktu yang telah diatur, scoring mengikuti teror yang belum terlihat bertransformasi menjadi serangan yang lebih intens.
Berpindah pada latar baru, menandai serangan-serangan yang telah mengintai seperti pada konformitas genre horor muncul. Film Racun Sangga dirancang bukan sebagai horor yang menampilkan penampakan-penampakan hantu, tapi lewat intensitas nuansa dengan scoring yang siap menerkam. Beberapa jumpscare memang masih digunakan untuk memberi efek kejut.
Salah satu yang menarik, film ini menggunakan bahasa Banjar, Kalimantan. Menjadi tawaran baru pada perfilman kita, yang memang lebih banyak berkutat pada horor berlatar Jawa. Dunia sihir dan santet yang selama ini juga lebih menonjolkan pada latar Jawa, film ini mencoba memberikan penawaran tentang sihir dan santet dengan latar Kalimantan, racun sangga, sebuah santet yang dikirim untuk memisahkan kehidupan pasangan suami-istri.
Racun Sangga juga memang masih menitikberatkan pada konformitas drama, sebenarnya, jika menihilkan sisi mencekam dari ancaman sihir dan santetnya. Ketakutan, dibangun Rizal Mantovani lewat segala tingkah aneh yang dialami Andi. Bagaimana ruam di sekujur tubuhnya muncul dan perlahan menjalar menjadi luka busuk. Film ini agaknya juga perlu memiliki peringatan bagi mereka yang memiliki upaya untuk menyakiti diri sendiri. Karena Andi, di banyak adegan menunjukkan upaya menyakiti diri sendiri akibat bisikan-bisikan yang ia dengar.
Salah dua adegan yang jadi ‘golden scene’ film ini adalah ketika ritual baharagu dilakukan. Secara artistik, praktis film ini tak hanya menawarkan kebaruan audio lewat bahasa Banjar, tetapi juga musiknya. Berpadu dengan scoring Aghi yang memberikan spektrum dinamis sekaligus grande.
‘Golden scene’ kedua adalah pada saat babak akhir. Ketika Maya membawa Andi ke rumah Ustaz Idris untuk melakukan ritual pengusiran roh yang mendiami tubuh Andi akibat racun sangga. Menjadi sekuens epik yang jadi penutup manis film ini.
Alih-alih menyandarkan sepenuhnya pada gaib, Racun Sangga juga memasukkan unsur medis untuk menyelidik riwayat penyakit yang diderita Andi. Karakter Maya, yang punya latar belakang keluarga keturunan Arab, juga tak serta-merta percaya pada sihir. Karakter-karakter di film ini, digerakkan dengan pendekatan yang membumi bagaimana manusia yang tak percaya pada sihir sehingga akhirnya mencoba segala cara untuk mencari penyembuhan.
Film Racun Sangga: Santet Pemisah Rumah Tangga menjadi horor yang membangkitkan rasa mencekam dengan bangunan nuansa dan scoring musik yang menonjol, serta datang dengan tawaran baru pada sinema kita lewat latar budaya Banjar dan Kalimantan. Racun Sangga: Santet Pemisah Rumah Tangga tayang mulai 12 Desember 2024 di bioskop. (M-3)
KOMPETISI film Alternativa Film Festival akan kembali digelar untuk ketiga kalinya. Di edisi ketiga kali ini, ajang tersebut akan diselenggarakan di Kolombia di kuartal kedua tahun 2026.
Ide pembuatan lomba video animasi itu merupakan hasil diskusi antara UBL bersama Indoposco dan terdorong keberhasilan Film Jumbo (2025).
Wahana Kreator Nusantara menghadirkan komedi aksi yang menyatukan aktor lintas generasi.
Setelah vakum selama 17 tahun dari dunia perfilman, Rieke Diah Pitaloka kembali menyapa penggemar melalui film aksi komedi berjudul Agen +62.
Festival Film Amerika Latin dibuka dengan film asal Meksiko, Pedro Paramo — adaptasi kuat dari novel klasik karya Juan Rulfo, yang diputar untuk publik secara global untuk kedua kalinya.
Film Lorong Kost bakal membawa penonton masuk ke dalam dunia gelap dan penuh teror yang tersembunyi di balik rumah kost tua.
Rizal Mantovani juga membangun nuansa horor melalui memori kolektif tentang sebuah imajinasi apa yang terjadi ketika sebuah televisi sudah tak menyala lagi di malam hari.
Setelah sukses dengan film Suzzanna, Sunil Soraya, produser Soraya Intercine Films, kembali menawarkan inovasi dalam genre horor. Mengangkat tema santet paling mematikan dari Kalimantan.
“Kalau soal mistis, ketika semua tim produksi di lokasi enggak lihat apa-apa, anak-anak Jurnal Risa melihat segalanya. Tapi ya kami harus cuekin, di lokasi kami enggak pedulikan."
Di film tersebut, Prinsa diceritakan mengikuti uji nyali dan melakukan hal iseng dengan memanggil nama makhluk gaib yang tidak boleh disebut namanya
Film ini disutradarai Rizal Mantovani, yang juga menggarap semesta Kuntilanak dari MVP Pictures.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved