Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
DALAM konferensi pers film Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis, para pemeran utama, Dikta Wicaksono dan Prilly Latuconsina, berbagi cerita tentang tantangan dan proses mendalam di balik peran mereka sebagai Baskara dan Tari.
Karakter yang mereka mainkan terlibat dalam drama emosional yang kompleks, penuh dengan trauma, kebingungan, dan upaya penyembuhan diri.
Dikta Wicaksono, yang memerankan Baskara, mengungkapkan bahwa karakter tersebut sangat berbeda dengan dirinya.
Baca juga : Prilly dan Dikta Eksplorasi Karakter Berbeda di Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis
"Baskara ini sebenarnya sangat berbeda dengan Dikta karena dari latar belakang keluarga aja udah beda, dan beberapa hal lainnya yang membuat saya tidak relate dengan penggambaran karakternya," jelas Dikta.
Namun, Dikta mengatasi perbedaan tersebut dengan melakukan riset mendalam, terutama dengan menggali pengalaman para atlet yang gagal, sebuah elemen yang ia jadikan titik masuk dalam membangun karakter Baskara.
"Untuk masuk ke karakter ini saya berusaha untuk riset dan menghubungkan dengan pengalaman atlet yang gagal, dan akhirnya saya bawa itu jadi ‘persamaan’ nya," tambahnya.
Karakter Baskara diceritakan sebagai sosok yang berusaha keras membantu Tari, meski dirinya sendiri sedang berjuang dengan masalah internal.
"Ini menarik karena pasti relate dengan banyak dari kita yang ingin menolong orang lain, padahal dirinya sendiri itu sedang tidak baik-baik saja," lanjut Dikta.
Baca juga : Para Pemain Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis Ungkap Tantangan dan Pembelajaran Selama Proses Syuting
Melalui perannya, Dikta ingin menyampaikan pesan penting bahwa sebelum kita membantu orang lain, kita harus sembuh dari luka-luka kita sendiri.
Berbeda dengan Dikta, Prilly Latuconsina merasa dirinya memiliki beberapa kesamaan dengan karakter Tari.
Baca juga : Umay Shahab Ungkap Awal Mula Ide Film Bolehkah Sekali Saja Ku Kenangis
Prilly menyoroti bahwa kesamaan tersebut sangat berhubungan dengan sifat mereka sebagai people pleaser.
"Kesamaan aku dan karakter adalah kita sama-sama people pleaser, yang mana aku sebagai public figure harus terus terlihat baik dan menyenangkan semua orang. Namun, akhirnya banyak perasaan yang aku pendam," ungkap Prilly.
Prilly juga mengakui bahwa dirinya belajar banyak dari karakter Tari, terutama dalam hal menyayangi diri sendiri.
"Dengan banyaknya tuntutan kantor yang membuat ia harus jadi pegawai yang terus bilang iya, aku pun mencoba belajar dari karakter aku sendiri sehingga bisa untuk mulai lebih menyayangi diri sendiri," tambahnya.
Selain itu, Prilly membahas bagaimana pengalaman-pengalaman sebelumnya, termasuk social experiments yang ia lakukan, mempengaruhi perannya sebagai Tari.
"Kesamaan sifat antara Tari dan Prilly ini ada juga influence dari Prilly yang sebenarnya dalam karakter tadi. Aku percaya banyak Prilly dan Tari di luar sana yang perlu mendengarkan cerita ini," katanya.
Dalam hal membangun chemistry di layar antara Baskara dan Tari, Dikta dan Prilly mengakui prosesnya lebih mudah karena mereka sudah memiliki dasar komunikasi yang baik dari proyek-proyek sebelumnya.
"Kita lebih banyak gampangnya karena udah sering saling berbagi sebelumnya. Kita banyak diskusi juga, sehingga ketika sampai di project ini pembangunan chemistry-nya udah oke," ungkap keduanya.
Pengalaman dan hubungan profesional mereka sebelumnya mempermudah pendalaman karakter dan interaksi di layar, menciptakan dinamika yang kuat antara dua karakter utama ini.
Melalui peran Baskara dan Tari, baik Dikta Wicaksono maupun Prilly Latuconsina menyampaikan pesan penting mengenai penyembuhan diri, kejujuran emosi, dan perjuangan untuk menemukan keseimbangan dalam hidup.
Karakter mereka mencerminkan realitas banyak orang yang berusaha menyembunyikan rasa sakit sambil terus menolong orang lain, sebuah tema yang relevan dan penuh makna dalam konteks kesehatan mental dan hubungan interpersonal. (Z-1)
Sutradara Joko Anwar kembali menggarap genre komedi yang dibalut elemen horor bertajuk Ghost in The Cell (Hantu di Penjara).
Film animasi Panji Tengkorak menggabungkan elemen laga, mitologi, dan drama emosional dengan visual animasi yang modern dan dinamis.
Magistus Miftah berhasil membuat Joko Anwar terkesan dengan kemampuan menari yang unik, dilakukan menggunakan sepasang sepatu hak tinggi atau heels.
Bagi para pemirsa di Rusia, sinema Indonesia masih eksotis, meskipun film-film dari negara ini kerap hadir di festival film internasional dan memenangkan penghargaan.
Tayangnya film Jurassic World: Rebirth, awal Juli ini, semakin menarik perhatian wisatawan akan Pulau Krabi di Thailand.
Ari Irham tidak memungkiri bahwa menjaga emosi tetap konsisten sepanjang proses syuting tetap menjadi tantangan besar untuk dirinya.
Malcolm-Jamal Warner menciptakan banyak momen TV yang terukir dalam ingatan anak-anak Generasi X dan orangtua mereka lewat perannya sebagai Theo Huxtable di serial The Cosby Show.
Jovial da Lopez menyebut keberanian untuk keluar dari zona nyaman menjadi kunci penting dalam membentuk karakter yang tangguh dan percaya diri.
Emma Watson, yang berperan sebagai Hermione Granger dalam rangkaian film Harry Potter, mengendarai Audi biru dengan kecepatan 62 km/jam di zona 48 km/jam di Oxford pada 31 Juli malam tahun lalu.
Aktor sekaligus anggota grup idola K-pop Astro, Cha Eun Woo, tengah mempersiapkan album solo pertamanya sebelum menjalani wajib militer, akhir Juli ini.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved