Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Prilly Latuconsina Buka Suara Tentang Peran Mental Health di Film Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis

Melani Pau
11/10/2024 07:08
Prilly Latuconsina Buka Suara Tentang Peran Mental Health di Film Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis
Penampilan aktris Prilly Latuconsina di film Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis(Instagram @prillylatuconsina96)

FILM Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis, yang diproduksi Sinemaku Pictures menyoroti pentingnya kesehatan mental dan bagaimana isu itu sering kali dipinggirkan atau dianggap tabu dalam kehidupan sehari-hari. 

Dalam wawancara terbaru, Prilly Latuconsina, yang bertindak sebagai Executive Producer, berbagi pandangannya tentang bagaimana film ini bisa menjadi medium yang kuat untuk menyampaikan pesan tentang kesehatan mental.

Prilly menjelaskan ide awal di balik pengembangan cerita Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis adalah keinginan untuk membawa topik-topik kesehatan mental ke ruang publik. 

Baca juga : Prilly dan Dikta Eksplorasi Karakter Berbeda di Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis

Isu yang sering dianggap tabu atau tidak nyaman dibahas ini, menurutnya, sangat penting untuk diangkat, dan film adalah medium yang efektif untuk melakukannya. 

"Aku selalu mikir film itu adalah medium yang kuat banget untuk kita menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi dengan masyarakat, tapi mungkin kita enggak punya keberanian untuk mengungkapkannya atau membahasnya," kata Prilly.

Menurutnya, seminar atau diskusi formal terkait kesehatan mental sering kali tidak dapat menjangkau semua kalangan. Oleh karena itu, lewat film ini, Prilly berharap isu tersebut bisa disampaikan kepada lebih banyak orang, terutama melalui cerita yang dekat dan relatable dengan kehidupan sehari-hari. 

Baca juga : Prilly dan Dikta Kembali Adu Akting di Bolehkah Sekali Saja Ku Menangis

"Lewat film ini, aku ingin mengangkat isu kesehatan mental supaya lebih general dan dekat ke audiens, sehingga mereka bisa berdiskusi setelah menonton," ungkap Prilly.

Prilly juga menyoroti pentingnya menjaga kesehatan mental, khususnya bagi anak muda, yang menjadi fokus utama film ini. 

Menurut data yang ia sampaikan, sekitar 60% anak muda yang baru akan masuk kuliah mengalami kecemasan berlebih (anxiety). Fakta ini, menurut Prilly, menunjukkan betapa pentingnya perhatian terhadap kesehatan mental sejak dini. 

Baca juga : Prilly Latuconsina Menangis Masuk Nominasi FFI 2023

"Untuk membangun masa depan yang cerah, kita butuh anak-anak muda yang sehat mentalnya," katanya.

Prilly berharap filmnya dapat membuka diskusi lebih lanjut bagi penonton tentang kondisi mental mereka sendiri, serta tentang pentingnya mencintai dan merawat diri. Prilly berharap film ini menjadi perantara untuk membangkitkan kesadaran akan pentingnya kesehatan mental di semua kalangan, terutama di antara generasi muda.

Selain fokus pada kesehatan mental, Prilly dan timnya juga berkolaborasi dengan Komnas Perempuan dan Komnas HAM untuk memastikan bahwa isu-isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dibahas dalam film ini ditangani dengan tepat. 

Baca juga : Alami Kejadian Mistis, Azela Putri Lihat Penampakan Menyeramkan Selama Syuting 

Umay Shahab, produser dari Sinemaku Pictures, menjelaskan mereka ingin menggambarkan penyelesaian yang benar untuk para korban kekerasan. 

"Kami diskusi sama mereka untuk tahu dan belajar dari kasus-kasus yang pernah mereka tangani, dan itu kami gunakan sebagai acuan untuk penulisan naskah," jelas Umay.

Diskusi dengan lembaga-lembaga ini memberikan kejelasan tentang bagaimana cara penyintas kekerasan bisa mendapatkan dukungan yang tepat. 

Salah satu pesan penting yang ingin disampaikan film ini adalah bahwa pola asuh dan lingkungan keluarga memainkan peran besar dalam perkembangan mental dan emosional seseorang, bahkan hingga dewasa.

Prilly juga menekankan film ini tidak hanya ditujukan kepada kaum muda, tetapi juga kepada para orangtua. 

"Pola asuh orangtua sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak di masa depan. Meskipun anak tersebut sudah dewasa, sifat-sifat tertentu yang muncul bisa jadi karena mereka tumbuh di lingkungan yang tidak tepat," ujarnya. 

Film ini, menurutnya, mengajak para orangtua untuk lebih sadar akan peran mereka dalam membesarkan anak-anak, dan bagaimana pola asuh mereka dapat menentukan masa depan anak tersebut.

Dengan menggabungkan elemen-elemen emosional yang kuat, kesehatan mental, dan dinamika keluarga, Bolehkah Sekali Saja Kumenangis diharapkan tidak hanya menjadi film yang menghibur, tetapi juga edukatif dan memicu percakapan penting di masyarakat. 

Film ini diharapkan dapat mendorong penonton untuk lebih sadar akan pentingnya kesehatan mental dan peran keluarga dalam membentuk masa depan yang sehat.

Dengan keberanian untuk mengangkat isu-isu sensitif yang sering terpinggirkan, Prilly dan timnya di Sinemaku Pictures berharap Bolehkah Sekali Saja Kumenangis akan menjadi lebih dari sekadar hiburan. 

Mereka ingin film ini menjadi sarana yang mendorong masyarakat untuk lebih terbuka terhadap diskusi seputar kesehatan mental, serta memahami betapa pentingnya dukungan dari keluarga dan lingkungan dalam proses penyembuhan trauma.

Seperti yang disampaikan oleh Prilly, “Semoga film ini juga bisa menjadi perantara untuk audiens melakukan diskusi, entah dengan keluarga, pasangan, atau diri sendiri, tentang bagaimana kita menjaga kesehatan mental kita.” 

Film ini diharapkan dapat membangkitkan kesadaran dan empati yang lebih besar, serta menjadi langkah awal bagi perubahan cara pandang masyarakat terhadap kesehatan mental di Indonesia. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya