Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
KECERDASAN buatan (AI/Artificial Intelligence) yang kini makin lazim digunakan dalam keseharian, bahkan untuk para kreator profesional dalam menciptakan karya memunculkan perbincangan dan pertanyaan yang sama. Hal itu mengemuka dalam diskusi panel Asia-Europe: Common Stakes for The Film Industry di Cannes International Film Festival 2024.
Presiden EFAD (European Film Agency Directors association) dan Croatian Audiovisual Centre Chris Marchich memandang AI menjadi peluang dalam penciptaan karya yang mampu memberikan realitas baru dengan tetap memiliki sentuhan manusia. Namun, menurutnya, salah satu tantangannya adalah transparansi dalam hasil karya yang diciptakan berbasis AI.
“Ada pertanyaan terkait siapa yang menciptakan karya, bagaimana kepemilikan hak atas karyanya, dan transparasi tentang proses penciptaan karya berbasis AI adalah salah satu yang perlu didiskusikan," kata Chris dalam diskusi panel Asia-Europe: Common Stakes for The Film Industry di Cannes International Film Festival 2024 di Plague du CNC, pantai Mademoiselle Gray, Cannes, Prancis, Sabtu, (18/5/2024).
Baca juga : Pejabat Tertinggi Tiongkok Menginformasikan Rencana Regulasi Kecerdasan Buatan kepada Elon Musk
Secara hukum di negara-negara yang menjadi bagian Uni Eropa, kami mengakui terhadap karya berbasis AI. Kami memberikan peluang untuk para kreator melakukan itu. Karena secara lanskap berubah, maka kami tidak mau menutup diri terhadap perubahan itu,” imbuhnya.
Isu transparansi karya berbasis AI juga diamini stafsus Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek Alex Sihar. Menurutnya AI saat ini sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari manusia. Alex menambahkan, perlu ada instrumen yang juga melindungi hak cipta yang dimiliki kreator/manusia pembuat karyanya.
“Tapi pertanyaannya, bagaimana kita bisa menuntut transparansi terhadap karya berbasis AI? Terhadap streamers (platform streaming) saja itu masih jadi pertanyaan (transparansi),” tambah Alex.
Baca juga : Diharapkan Ada Aturan Perlindungan Hukum terkait Robotic Telesurgery
Penasehat hubungan internasional CEO Filmforderungsanstalt (FFA), lembaga pendanaan film Jerman, Berenice Honold, juga mengimbuhkan, diskusi terkait karya berbasis AI memang jadi perbincangan utama di banyak negara. Menurutnya, tidak ada sikap yang rigid dalam menyikapi karya berbasis AI saat ini, karena menurutnya masih dalam tahap awal.
Sementara itu, Kim Donghyun dari KOFIC (Korean Film Council) memandang di Korea Selatan pemerintah mereka sangat tertarik terhadap AI. Tapi, menurut Kim, situasi saat ini masih amat sulit untuk meregulasi AI karena perubahannya sangat cepat. Kim memandang, AI juga bisa menjadi tantangan bagi para pekerja kreatif.
“Mungkin, AI terkadang bagi sebagian kreator dan pekerja kreatif adalah sekadar alat. Misalnya mau bikin film, bisa jadi nantinya sudah tidak butuh vfx, kru, bahkan aktor. Bagi kreator dan sutradara yang mau buat film, AI bisa jadi alat yang bagus untuk menekan biaya produksi. Tapi, bagi pekerjanya seperti kru misalnya itu bisa membuat mereka kehilangan pekerjaan,” andai Kim.
Direktur Urusan Eropa dan Internasional di CNC Jeremy Kessier berpandangan, tidak ada satu solusi pasti untuk menyikapi karya berbasis AI. Di Prancis, juga di regional negara bagian Uni Eropa, terdapat dua perspektif dalam memandang AI. Salah satunya karya berbasis AI diakui dan tetap menjaga hak-hak bagi pemilik hak cipta.
Di beberapa forum pendanaan Eropa, bahkan proyek karya berbasis AI bisa mendapat pendanaan. Chris mengungkapkan, ada forum pendanaan yang akan tetap mendukung karya berbasis AI terlepas masih ada area abu-abu terkait kepemilikan hak cipta, asal karyanya bagus, proyek karya tersebut masih akan didukung. (Z-3)
Penyelundupan benih bening lobster lebih berdampak kepada penerimaan negara, kedaulatan, dan pengelolaan perikanan.
Pembatasan yang diatur dalam PP 28/2024 dapat menurunkan penjualan dan memicu gelombang PHK.
Pengadaan pupuk yang tidak lagi memerlukan banyak persetujuan dari pemerintah pusat maupun daerah. Dengan penyederhanaan regulasi, diharapkan produksi pertanian akan meningkat.
Refleksi ini penting untuk menyusun regulasi yang adaptif, inklusif, dan sesuai dengan dinamika sosial-politik masyarakat.
Penggunaan AI dan pentingnya regulasi yang tepat untuk memastikan penggunaan teknologi yang bijaksana dan tidak merugikan.
Risiko tidak hanya datang dari praktik korupsi yang disengaja, tapi juga dari ketidaktahuan dan kelalaian dalam menjalankan fungsi kontrol internal.
Scarlett Johansson mendapat pujian dari sutradara kawakan Wes Anderson, atas debutnya sebagai sutradara di Festival Film Cannes.
Wes Anderson kembali memukau Festival Film Cannes melalui karya terbarunya. The Phoenician Scheme berhasil mendapatkan apresiasi tepuk tangan meriah selama 6,5 menit.
Jennifer Lawrence dan Robert Pattinson menuai pujian luar biasa di Festival Film Cannes 2025 berkat film Die, My Love.
Cinta Laura tampil memesona sembari membawa pesan kuat tentang representasi dan kekuatan perempuan Indonesia di panggung global.
PENYANYI Syahrini menarik perhatian publik setelah viral di media sosial saat ia tampak muncul di red carpet Festival Film Cannes untuk ikuti gala dinner Listen to Her Parole.
SINEMA Indonesia akan kembali hadir dalam ajang festival film terbesar di dunia, Cannes International Film Festival 2025. Tahun ini, akan kembali hadir Paviliun Indonesia di ajang tersebut.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved