Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
Kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat dalam kerangka Trump Deal 2025 dinilai tidak setara dan berisiko melemahkan kemandirian ekonomi nasional. Perjanjian itu dinilai membuka celah dominasi produk AS di pasar domestik Indonesia tanpa memberi imbal balik yang adil.
"Kesepakatan IEU–CEPA lebih menguntungkan Indonesia dalam jangka panjang, karena mendorong perbaikan kualitas produk, akses pasar yang adil, dan membentuk kemitraan yang setara. Sementara kesepakatan Trump 2025 adalah bentuk tekanan dagang yang memaksa Indonesia untuk membuka pasar dan membeli produk AS secara besar-besaran tanpa imbal balik setara," ujar Ekonom dari Universitas Andalas Syafruddin Karimi melalui keterangannya, Rabu (16/7).
Menurutnya, dalam perjanjian tersebut, Amerika Serikat mendapatkan akses pasar domestik Indonesia tanpa hambatan tarif, sedangkan ekspor Indonesia ke AS tetap dikenai tarif sebesar 19%. Ketimpangan itu memberikan ruang luas bagi produk AS dari sektor pertanian, otomotif, hingga energi untuk membanjiri pasar Indonesia dan menekan pelaku usaha lokal.
"Ketika barang impor menjadi lebih murah karena bebas tarif, maka pelaku usaha lokal akan menghadapi tekanan besar, dan ruang bagi industrialisasi nasional pun semakin menyempit," jelasnya Syafruddin.
Hal itu menurutnya mengindikasikan posisi tawar Indonesia yang lemah dalam perundingan tersebut. Dia juga menyoroti beban sepihak dalam bentuk komitmen pembelian besar-besaran yang dibebankan kepada Indonesia.
Komitmen senilai US$15 miliar untuk membeli energi dari AS berpotensi menggantikan sumber energi domestik atau alternatif dari negara mitra lain. Syafruddin turut mengkritik impor pertanian senilai US$4,5 miliar dan pembelian 50 pesawat Boeing yang dianggap bisa membebani APBN dan BUMN penerbangan.
Syafruddin menilai struktur kesepakatan seperti itu berisiko memicu defisit neraca perdagangan bilateral. "Indonesia berpotensi mengalami kondisi yang disebut neraca dua lapis, mencatat surplus dalam perdagangan global secara keseluruhan, tetapi justru mengalami defisit dalam hubungan dagang dengan Amerika Serikat," ujarnya.
Ia membandingkan kondisi ini dengan pola relasi timpang era 1980-an ketika banyak negara berkembang membuka pasarnya ke AS atau IMF.
Dampak dari kesepakatan itu, lanjut Syafruddin, bisa mencuat dalam hitungan pertumbuhan ekonomi nasional. Jika ekspor stagnan dan impor melonjak akibat skema tersebut, maka kontribusi sektor eksternal terhadap pertumbuhan bisa menjadi negatif. Hal itu menurutnya berbahaya bagi kestabilan ekonomi makro jangka menengah hingga panjang.
Lebih jauh, ia menilai sektor-sektor yang belum kompetitif akan tertekan, khususnya UMKM di bidang pertanian dan pangan. "Banjirnya barang-barang impor berpotensi melemahkan industri dalam negeri, UMKM menjadi kelompok yang paling rentan karena harus bersaing langsung dengan produk asing yang masuk tanpa beban tarif," kata Syafruddin. (E-3)
Donald Trump pada Selasa (15/7) menyatakan telah mencapai kesepakatan dagang dengan Indonesia setelah melakukan pembicaraan langsung dengan Presiden Prabowo Subianto.
Sambil berkelakar, Presiden Prabowo menceritakan dirinya sedikit takut jika Presiden Trump mengajaknya bermain golf.
PRESIDEN Prabowo Subianto berseloroh saat ditanya soal puas atau tidak dengan hasil negosiasi bersama Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait tarif impor.
Kesepakatan dagang dengan AS dinilai masih tetap merugikan Indonesia. Tarif yang dipatok di angka 19% dinilai masih cukup tinggi dan memberikan risiko terhadap neraca perdagangan nasional.
Prabowo mengakui perundingan dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam rangka menurunkan tarif impor untuk produk Indonesia berjalan dengan alot
Trump menyatakan bahwa Indonesia akan dikenakan tarif 19% untuk ekspor ke AS.
INDONESIA harus berkorban untuk mencapai kesepakatan negosiasi tarif impor dengan Amerika Serikat yang berujung pada penurunan persentase dari 32% menjadi 19%.
Dalam kesepakatan tersebut, ekspor Indonesia ke AS dikenakan tarif sebesar 19%, sementara produk-produk asal AS mendapatkan akses penuh ke pasar Indonesia tanpa beban tarif.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved