Headline

Berdenyut lagi sejak M Bloc Space dibuka pada 2019, kini kawasan Blok M makin banyak miliki destinasi favorit anak muda.

Fokus

PSG masih ingin menambah jumlah pemain muda.

INSS: Indonesia Harus Perkuat Strategi Jangka Panjang Menghadapi Kebijakan Tarif AS

Rahmatul Fajri
01/5/2025 15:47
INSS: Indonesia Harus Perkuat Strategi Jangka Panjang Menghadapi Kebijakan Tarif AS
ANALIS Intelligence & National Security Studies (INSS), Rijal Wahid.(Dok. Pribadi)

ANALIS Intelligence & National Security Studies (INSS), Rijal Wahid menyebut Indonesia harus memperkuat strategi jangka panjang dalam menanggapi perkembangan terbaru terkait kebijakan tarif resiprokal atau kebijakan tarif AS yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump.

Rijal menilai bahwa langkah cepat pemerintah Indonesia untuk merespons pengenaan tarif sebesar 32% melalui negosiasi aktif dengan United States Trade Representative (USTR), Departemen Perdagangan, dan Departemen Keuangan AS merupakan keputusan yang tepat. Respons cepat ini, katanya, tidak hanya berfungsi mengurangi tekanan jangka pendek, tetapi juga menjaga kredibilitas posisi Indonesia di mata internasional.

“Negosiasi yang diiringi dengan proposal konkret seperti penyesuaian tarif selektif, peningkatan impor energi dan pertanian dari AS, reformasi perpajakan, hingga revisi langkah-langkah non-tarif, menunjukkan pendekatan komprehensif yang patut diapresiasi. Indonesia tidak sekadar menjadi penerima kebijakan global, melainkan aktor aktif yang membentuk arsitektur kerja sama baru,” ujar Rijal, melalui keterangannya, Kamis (1/5).

Menyoroti keputusan Presiden Trump pada 9 April 2025 yang menunda penerapan tarif selama 90 hari, Rijal menilai momentum ini harus dimanfaatkan optimal. Penundaan ini, kata ia, memberikan jendela strategis bagi Indonesia untuk memperdalam negosiasi, mengamankan konsesi yang saling menguntungkan, dan memperkuat posisi daya saing nasional sebelum rezim tarif diberlakukan penuh.

Namun demikian, ia mengingatkan bahwa tantangan utama tetap ada, yakni memastikan agar negosiasi tidak mengorbankan prinsip kedaulatan ekonomi nasional. Rijal menekankan pentingnya memperkuat industri dalam negeri, mempercepat hilirisasi di sektor tekstil, alas kaki, elektronik, dan perikanan, serta menjaga keberlanjutan reformasi struktural di tengah tekanan global.

Dalam perspektif jangka menengah, Rijal memandang bahwa Indonesia justru memiliki peluang strategis. Dengan tarif AS terhadap produk Vietnam (46%), Bangladesh (37%), hingga Tiongkok (145%) yang lebih tinggi dibanding Indonesia, terdapat ruang bagi ekspor Indonesia untuk tumbuh.

Ia juga mendorong percepatan diversifikasi pasar ekspor, penyelesaian perjanjian perdagangan IEU-CEPA dengan Uni Eropa, serta ekspansi ke negara-negara BRICS, Afrika, dan Timur Tengah untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional.

"Diversifikasi ini tidak hanya memperluas pasar, tetapi juga meningkatkan resiliensi perdagangan nasional terhadap gejolak geopolitik," katanya.

Dalam konteks domestik, Rijal memperingatkan potensi tekanan terhadap daya beli masyarakat akibat inflasi impor dan volatilitas nilai tukar. Ia menyarankan pemerintah memperkuat cadangan devisa, menjaga stabilitas makroekonomi, dan mengintensifkan dukungan terhadap sektor usaha kecil dan menengah yang paling rentan terdampak.

Sebagai bagian dari pendekatan yang lebih holistik, Rijal menggarisbawahi pentingnya mengintegrasikan pendekatan intelijen ekonomi dalam pengelolaan isu ini. Ia menilai pemerintah perlu meningkatkan kemampuan deteksi dini terhadap risiko pasar global, pemetaan peluang ekspor baru, serta analisis sistematis terhadap kekuatan dan kelemahan kompetitor global.

“Tarif Trump adalah bagian dari medan kompetisi ekonomi global. Indonesia harus menggunakan pendekatan intelijen ekonomi untuk memahami perubahan medan persaingan, memetakan kekuatan negara pesaing, serta memanfaatkan celah strategis secara cepat dan terukur,” tegasnya.

Lebih lanjut, Rijal menekankan bahwa stabilitas ekonomi adalah elemen fundamental dari ketahanan nasional. Respons terhadap tarif ini bukan sekadar soal perdagangan, melainkan soal membangun daya tahan strategis bangsa.

"Ekonomi adalah medan baru pertarungan antarnegara. Kita perlu membangun sistem deteksi dini, proyeksi skenario, dan respons strategis berbasis intelijen ekonomi untuk memastikan Indonesia tetap berdiri kokoh dalam percaturan global,” pungkasnya. (H-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia
Berita Lainnya