Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Pemerintah harus Evaluasi Kementerian yang tidak Dukung Ekonomi Kerakyatan

Andhika Prasetyo
29/1/2025 15:31
Pemerintah harus Evaluasi Kementerian yang tidak Dukung Ekonomi Kerakyatan
Ilustrasi(Antara)

Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Pribumi Nusantara Indonesia (Asprindo) Didin S Damanhuri menyambut baik pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan akan terus melakukan perbaikan dalam tata kelola pemerintahan.

"Saya melihat pemerintahan Prabowo ini membawa arahan baru, yang berbeda dengan pemerintahan yang lama. Seperti, di sektor pembangunan ekonomi, Prabowo mengedepankan ekonomi kerakyatan sementara pemerintahan sebelumnya berorientasi pada pembangunan infrastruktur secara besar-besaran," kata Didin melalui keterangan tertulis, Rabu (29/1). 

Dalam pelaksanaannya, karena ada perubahan paradigma, pemerintahan baru memang terlihat tidak gerak cepat dalam mengimplementasikan janji-janji kampanye. Seperti pemberantasan korupsi secara signifikan, swasembada pangan, swasembada energi, efisiensi untuk menekan kebocoran anggaran yang mencapai 30%.

"Namun, saya mengapresiasi bagaimana Prabowo bisa mengkaji ulang berbagai program dinas pemerintahan senilai 10% dari APBN dan melakukan penghematan sekitar Rp306 triliun," tuturnya.

Langkah lain yang dinilai sangat progresif adalah kebijakan pengendapan devisa hasil ekspor sumber daya alam sebesar 100% selama satu tahun. "Tinggal pelaksanaannya, apakah bisa dilaksanan sesuai Keppres atau tidak," imbuh Didin.

Sementara untuk swasembada pangan, Ekonom Senior Indef ini menilai langkah yang dilakukan pemerintah cukup kontroversi. Karena mengejar waktu, pemerintah memutuskan untuk menggunakan TNI, terutama pada program Food Estate.

"Padahal, jika ingin mendapatkan hasil maksimal, seharusnya pemerintah melibatkan petani secara luas. Hal yang sama juga saya rasakan di swasembada energi," kata Didin lebih lanjut.

Menyoroti perekonomian nasional, Didin menilai hal ini tidak sekadar terkait suku bunga perbankan, devisa hasil ekspor tapi ada masalah besar yang harus dibenahi oleh pemerintahan. Yaitu melakukan revisi undang-undang yang tidak menyokong platform ekonomi kerakyatan. 

"Misalnya, pemerintahan bisa mencabut Permendag yang mengizinkan masuknya barang luar yang sejenis dengan produk hasil industri padat karya milik lokal. Atau, aturan profit sharing negara dengan swasta, yang kerap perbandingannya adalah 3 berbanding 7, seharusnya kan 50:50. Ini terlalu besar ke sektor swasta, seperti nikel, jatuhnya malah ke pihak asing. Ini harus segera direvisi. Semua aturan yang tidak affordable bagi kebangkitan ekonomi nasional, harus direvisi. Jangan sampai aturan ini menghambat orientasi ekonomi kerakyatan," tandasnya. 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika
Berita Lainnya