Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga acuan atau fed funds rate (FFR) sebesar 50 basis points (bps), menjadi 4,75%-5,0%, pada Rabu (19/9) waktu AS. Penurunan FFR diprediksi masih akan berlanjut dua kali di tahun ini. Langkah tersebut menandai pelonggaran kebijakan moneter pertama The Fed sejak covid-19 di 2020.
Pemangkasan suku bunga AS tersebut secara mengejutkan lebih besar dibandingkan ekspektasi pasar yang hanya memprediksi 25 bps. Melansir Yahoo Finance, suara pejabat The Fed terpecah dalam menentukan pemotongan suku bunga. Ada perbedaan pendapat dalam keputusan akhir, yakni dari Anggota Dewan Gubernur The Fed Michelle Bowman yang tidak setuju memotong 50 bps. Dia lebih memilih pemotongan suku bunga sebesar 25 basis poin.
Namun pada akhirnya, kesepakatan tercapai dan tidak ada pejabat The Fed yang memberikan suara menentang untuk memangkas FFR sebesar 50 bps.
Baca juga : Kebijakan The Fed masih Jadi Faktor Ketidakpastian Ekonomi Global
Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengakui adanya perbedaan pendapat dalam pemangkasan FFR, namun juga mengatakan ada dukungan luas untuk pemotongan 50 bps tersebut. Selain itu, dia juga menepis anggapan bahwa pemotongan yang lebih besar sebesar 50 basis poin adalah upaya untuk mengejar ketinggalan seiring dengan melemahnya pasar kerja AS.
"Kami tidak merasa ketinggalan. Kami pikir ini tepat waktu tetapi Anda dapat menganggap ini sebagai tanda komitmen kami untuk tidak tertinggal," ucapnya.
Kemudian, dalam konsensus di antara para pejabat The Fed memperkirakan adanya dua pemotongan lagi sebesar 25 basis poin tahun ini, diikuti empat pemotongan suku bunga lagi tahun depan, dan dua pemotongan lagi di 2026. (Z-11)
POLEMIK kebijakan pascapandemi, dan memanasnya konflik geopolitik menjadi faktor pembeda jika dibanding dengan pemicu krisis ekonomi sebelumnya, seperti pada 1998 dan 2008.
SEJAK pandemi covid-19 hingga saat ini dan seterusnya, inflasi telah menjadi perhatian utama bagi para pengambil kebijakan ekonomi dan moneter di seluruh dunia.
Penutupan sebagian pemerintah AS (shutdown) selama lima pekan, merusak kinerja ekonomi domestik pada kuartal I 2019. Namun, dampak gangguan diprediksi akan segera pulih.
Suku bunga saat ini "sesuai", kata Powell dalam sebuah wawancara luas, acara berita selama 60 menit di CBS tv.
Orang nomor satu di Federal Reserve System (The Fed) akan memberikan petunjuk terkait prospek suku bunga AS.
Bank sentral AS (The Fed) telah meluncurkan kebijakan agresif untuk mendukung pasar di tengah pandemi Covid-19. Akan tetapi, nilai tukar dolar AS masih melemah.
Pada September 2022, inflasi diproyeksikan akan sekitar 6,5%. Namun realisasinya 5,51%. Sedangkan inflasi inti akhir 2022 diperkirakan 4,61%, tetapi realisasinya 3,36%.
Beberapa jam kemudian, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) dibuka hijau yakni menguat 14,04 poin atau 0,20% ke posisi 6.876,3.
HARGA minyak naik untuk hari ketiga berturut-turut pada akhir perdagangan pada Rabu (Kamis pagi WIB), karena investor merasa lebih nyaman tentang kenaikan suku bunga di masa depan.
HARGA emas turun pada akhir perdagangan Kamis atau Jumat pagi WIB (10/2/2023), menyusul aksi ambil untung dari kenaikan selama tiga sesi berturut-turut
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan keputusan mempertahankan suku bunga acuan tetap konsisten dengan arah kebijakan moneter pre-emptive dan forward looking.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved