Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
Ketidakpastian ekonomi global diprediksi masih akan berlangsung dalam waktu cukup lama. Salah satunya disebabkan suku bunga acuan The Federal Reserve (The Fed) yang diprakirakan tetap tinggi dalam beberapa waktu ke depan.
Sejatinya sejumlah data ekonomi Amerika Serikat kian memungkinkan bagi The Fed untuk memangkas suku bunga acuan. Itu terlihat dari pertumbuhan ekonomi, inflasi, hingga data ketenagakerjaan Negeri Paman Sam yang seiring dengan ekspektasi pasar.
Namun di lain sisi, kebijakan moneter AS juga dipastikan akan mempertimbangkan dinamika politik yang sedang terjadi menjelang pemilu.
Baca juga : IHSG Dibuka Naik Dekati 7.300 Lagi
"Tidak mudah bagi (Ketua The Fed) Jerome Powell di masa menjelang pemilu," ujar Menteri Keuangan periode 2013-2014 Muhammad Chatib Basri dalam webinar bertajuk Indonesia's 2025 Budget and Economic Outlook, Selasa (20/8).
"Jadi, mungkin salah satu kemungkinannya, mereka (The Fed) akan menundanya (pemangkasan suku bunga) hingga Desember, tapi kami belum tahu apakah ini akan terjadi. Ya makanya faktor dari pasar dan politik juga penting," imbuhnya.
Pasar diketahui memiliki ekspektasi The Fed bakal memangkas bunga acuan pada September 2024 setelah data ketenagakerjaan AS dirilis beberapa waktu lalu. Selain itu tingkat inflasi AS juga cenderung mengarah pada sasaran target yang diharapkan.
Baca juga : BI Respons Sinyal Penurunan Suku Bunga The Fed
Chatib menilai data ekonomi AS tersebut sedianya membuka ruang bagi The Fed untuk memangkas bunga acuan. Hanya, faktor pemilu juga berperan penting dan menjadi hal yang tak akan luput dari pertimbangan bank sentral di AS.
Pasalnya, dua kandidat presiden memiliki orientasi kebijakan fiskal yang dinilai cukup memberatkan sisi moneter, yakni penaikan defisit anggaran secara berlebih. Baik Kamala Harris maupun Donald Trump dinilai akan mengerek defisit ke angka yang jauh lebih tinggi.
Kebijakan itu akan menyebabkan penurunan nilai surat utang AS (US Treasury) lantaran mau tak mau pemerintah mesti menerbitkan banyak obligasi demi menambal defisit anggaran. "Dalam situasi seperti itu, tidak mudah bagi The Fed untuk menurunkan suku bunganya, oleh karena itu, meskipun saya melihat ruang untuk suku bunga The Fed, namun mungkin tidak sebanyak yang diharapkan oleh pasar," kata Chatib.
Hal itu menurutnya juga akan berimplikasi pada kebijakan bank sentral di hampir seluruh negara, termasuk Indonesia. Sebab setelah The Fed mengeluarkan kebijakan bunga acuan, mata uang di hampir tiap negara akan mengalami perubahan atau bahkan terdepresiasi.
"Jadi dalam situasi seperti ini, mungkin Bank Indonesia akan menunggu apa keputusan The Fed. Jika Anda melihat inflasi di Asia, saat ini kurang dari 3%. Jadi persoalannya bukan pada inflasi, tapi bagaimana menjaga stabilitas nilai tukar," pungkas Chatib. (Z-11)
POLEMIK kebijakan pascapandemi, dan memanasnya konflik geopolitik menjadi faktor pembeda jika dibanding dengan pemicu krisis ekonomi sebelumnya, seperti pada 1998 dan 2008.
SEJAK pandemi covid-19 hingga saat ini dan seterusnya, inflasi telah menjadi perhatian utama bagi para pengambil kebijakan ekonomi dan moneter di seluruh dunia.
Penutupan sebagian pemerintah AS (shutdown) selama lima pekan, merusak kinerja ekonomi domestik pada kuartal I 2019. Namun, dampak gangguan diprediksi akan segera pulih.
Suku bunga saat ini "sesuai", kata Powell dalam sebuah wawancara luas, acara berita selama 60 menit di CBS tv.
Orang nomor satu di Federal Reserve System (The Fed) akan memberikan petunjuk terkait prospek suku bunga AS.
Bank sentral AS (The Fed) telah meluncurkan kebijakan agresif untuk mendukung pasar di tengah pandemi Covid-19. Akan tetapi, nilai tukar dolar AS masih melemah.
Pada September 2022, inflasi diproyeksikan akan sekitar 6,5%. Namun realisasinya 5,51%. Sedangkan inflasi inti akhir 2022 diperkirakan 4,61%, tetapi realisasinya 3,36%.
Beberapa jam kemudian, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) dibuka hijau yakni menguat 14,04 poin atau 0,20% ke posisi 6.876,3.
HARGA minyak naik untuk hari ketiga berturut-turut pada akhir perdagangan pada Rabu (Kamis pagi WIB), karena investor merasa lebih nyaman tentang kenaikan suku bunga di masa depan.
HARGA emas turun pada akhir perdagangan Kamis atau Jumat pagi WIB (10/2/2023), menyusul aksi ambil untung dari kenaikan selama tiga sesi berturut-turut
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan keputusan mempertahankan suku bunga acuan tetap konsisten dengan arah kebijakan moneter pre-emptive dan forward looking.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved