Headline
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
Bank Indonesia didesak segera merelaksasi kebijakan suku bunga acuan atau BI Rate. Pasalnya berbagai indikator serta perkembangan ekonomi domestik maupun global telah membuka ruang bank sentral untuk melakukan pemangkasan.
Demikian disampaikan ekonom Institute for Development of Economincs and Finance (Indef) Eko Listiyanto dalam diskusi daring bertajuk Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat, Kamis (12/9).
"Indef menyarankan, karena suku bunga tinggi dan ada kebutuhan menurunkan suku bunga segera, karena tanda global yang dikhawatirkan mulai mereda, bahasa sederhananya kita butuh penurunan suku bunga ini," ujarnya.
Baca juga : Bank Indonesia Diprediksi Tahan Suku Bunga Acuan BI Rate di 6,25 Persen
Berbagai faktor yang dinilai membuka ruang BI untuk memangkas BI Rate ialah sinyal The Federal Reserve (The Fd) menurunkan Fed Fund Rate (FFR) kian kuat pada bulan ini. Itu dilandasi pada data ekonomi Amerika Serikat yang cukup positif, hingga tingkat inflasi yang mengarah pada sasaran.
Kecenderungan penurunan FFR di bulan ini mestinya dipertimbangkan dengan baik oleh BI dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pekan depan. Pasalnya selama ini Gubernur dan Deputi Gubernur BI menjadikan perkembangan AS sebagai alasan untuk menahan BI Rate di angka 6,25%.
"Kita butuh sekali untuk segera menurunkan suku bunga, karena AS kasih sinyal kuat penurunan FFR, inflasi (AS) cenderung turun, dan ini bagus untuk kita. Penurunan pertama itu penting, kalau selanjutnya, market itu sudah bisa price in, yang pertama ini harus bisa dipastikan, untuk bisa menunjukkan independensi kalau kita tidak harus mengekor kebijakan global," jelas Eko.
Baca juga : Suku Bunga AS Diyakini Turun pada Semester II 2024
Faktor kedua yang dapat dijadikan pertimbangan bagi BI untuk menurunkan BI rate ialah tensi geopolitik global mulai melandai. Kendati ketengangan geopolitik belum stabil, namun tensi yang cenderung melandai merupakan momentum bagi bank sentral mengambil kebijakan suku bunga yang ekspansif.
Faktor ketiga ialah pergerakan nilai tukar dolar AS yang tak lagi tinggi. Itu dapat dilihat dari indeks dolar AS (DXY) yang saat ini cenderung stabil melambat di kisaran 100. Hal itu turut membuat nilai tukar rupiah bergerak menguat dalam beberapa waktu terakhir.
"Sekarang rupiah kita juga sudah mulai melandai di angka Rp15.400 (per dolar AS). Jadi semakin terlihat bahwa untuk merespons cepat memanfaatkan momentum ini menggerakkann perekonomian," tutur Eko.
Baca juga : The Fed Naikkan Suku Bunga ke Level Tertinggi. Prediksi Nilai Tukar Rupiah?
Faktor keempat yaitu posisi cadangan devisa Indonesia yang cukup tinggi, di kisaran US$150 miliar. Posisi itu, imbuh Eko, sekaligus menjadi yang terbesar sepanjang sejarah. Hal tersebut juga memperkuat dorongan bagi BI untuk segera menurunkan BI Rate.
Ia menilai, relaksasi kebijakan moneter amat urgen. Itu karena keputusan BI pada BI Rate memengaruhi gairah sektor riil di Tanah Air. Biaya mahal di sektor riil tak luput dari kebijakan bunga acuan bank sentral yang cukup ketat, alias tinggi.
Pemangkasan BI Rate, kata Eko, dapat menjadi angin segar dan mendongkrak optimisme pelaku pasar maupun di sektor riil terhadap perekonomian ke depan. "Ini harus segera, kalau menunggu terus ini akan menghilangkan momentun. Kalau ada penurunan subung, tentu ada analisis internal BI, tapi kami mendorong karena secara umum ini bisa BI Rate turun," jelasnya. (Z-11)
Bank Indonesia (BI) dan Bank Prancis atau Banque de France (BdF) menyepakati penguatan kerja sama bilateral di area kebanksentralan.
Bank Indonesia bakal menambah besaran insentif dalam Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) di 2025 menjadi Rp283 triliun.
LPEM FEB UI mendesak Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan BI-Rate pada level 6% pada Rapat Dewan Gubernur BI November 2024.
BANK sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) kembali memangkas suku bunga acuan dengan besaran 25 basis poin (bps) menjadi 4,50-4,75% pada Kamis (7/11) waktu AS
INDEKS Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat (27/9) sore ditutup melemah di tengah penguatan mayoritas bursa saham kawasan Asia.
IHSG Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (24/9) sore ditutup menguat seiring pelaku pasar merespons positif komentar dovish pejabat Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Fed.
Keputusan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuan (BI rate) menjadi 5,5% akan disambut positif sektor perbankan dan sektor riil.
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menyambut baik keputusan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan ke 5,5%.
Menurutnya, perbankan juga perlu menyesuaikan struktur biaya dana, termasuk dana pihak ketiga dan bunga kredit, agar penyaluran kredit semakin efektif.
DALAM Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Selasa-Rabu, 20-21 Mei 2025 memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan atau BI-Rate sebesar 25 basis points (bps) menjadi 5,5%.
Bulan ini, Mei 2025, jadi waktu yang tepat bagi Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan (BI Rate). Pasalnya, nilai tukar rupiah mulai stabil.
Bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed) pada Rabu (7/5) waktu setempat, memutuskan mempertahankan suku bunga acuan (fed fund rate/FFR) tetap di level 4,25-4,50%.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved