Headline

Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.

Fokus

Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.

4 Masalah Timbulkan Anomali Hilirisasi

M. Ilham Ramadhan Avisena
29/7/2024 16:41
4 Masalah Timbulkan Anomali Hilirisasi
Foto udara lokasi smelter nikel milik PT Antam Tbk di Kecamatan Pomalaa(ANTARA FOTO/Andry Denisah)

DIREKTUR Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan setidaknya terdapat empat permasalahan utama yang menimbulkan anomali hilirisasi di Indonesia. Karenanya, empat hal itu mesti dicari jalan keluarnya oleh pemerintah agar anomali itu dapat dihentikan.

Permasalahan pertama, kata dia, ialah sifat investasi di sektor penghiliran sumber daya alam (SDA) yang padat modal. Itu menyebabkan serapan tenaga kerja menyusut meski nilai dari penanaman modal yang terjadi terbilang besar.

“Investasi smelter bersifat padat modal, jadi efek ke penyerapan tenaga kerja relatif lebih kecil dibanding sektor pertanian, perkebunan dan perikanan yang justru terdampak pencemaran air udara dan alih fungsi lahan,” ujarnya saat dihubungi, Senin (29/7).

Baca juga : Jawab kebutuhan Industri, BIRU Terapkan Konsep 'Link and Match'

Hal kedua, lanjut Bhima, repatriasi keuntungan dari smelter yang ada di Indonesia justru cenderung mengalir ke luar wilayah Indonesia, sementara modal yang kembali ditanamkan di dalam negeri relatif lebih kecil.

“Dominasi industri nikel investasinya asal Tiongkok, dan nikel cukup membawa laba besar untuk dikirim ulang keuntungan ke negara asalnya,” tambahnya.

Permasalahan ketiga, hilirisasi di Indonesia juga dinilai memiliki lubang besar di tengah dan akhir dalam prosesnya. Sebagian besar olahan Nickel Pig Iron (NPI) dan feronikel di ekspor ke Tiongkok, sementara Indonesia masih mengimpor baterai dan kendaraan listrik jadi. “Artinya ekosistemnya masih jauh disebut membawa nilai tambah optimal,” tutur Bhima.

Baca juga : Perlu Kolaborasi Multisektor untuk Tingkatkan Kapasitas SDM Berdaya Saing

Masalah keempat ialah minimnya keterlibatan pemerintah daerah dalam aktivitas hilirisasi. Bhima menilai pembagian keuntungan untuk pemda teramat kecil dari proses penghiliran di wilayahnya. Itu terutama disebabkan oleh banyaknya perizinan dan pengelolaan hasil penerimaan hilirisasi di kawasan industri masuk ke kantong pemerintah pusat.

Hal lain yang juga mesti dipertimbangkan untuk menghilangkan anomali hilirisasi ialah peningkatan kualitas SDM, utamanya mereka yang berada di sekitar wilayah penghiliran. Ini menjadi penting, utamanya untuk mendorong masyarakat lokal terlibat langsung dalam aktivitas penghiliran.

Bhima mengatakan, pengembangan kualitas SDM di Tanah Air terbilang cukup lambat, bahkan tertinggal dari banyak negara. Dalam konteks hilirisasi, misalnya, sarana pendidikan atau vokasi di Indonesia belum bisa mendukung atau memenuhi kebutuhan aktivitas hilirisasi nasional.

“Begitu juga dengan kapasitas perguruan tinggi, akibatnya banyak tenaga ahli juga didatangkan dari luar wilayah hilirisasi, bahkan dari tenaga kerja asing,” pungkas Bhima. (Mir/Z-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya