Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Belanja Tinggi Berpotensi Bikin Defisit dan Utang Melebar

Naufal Zuhdi
23/7/2024 17:05
Belanja Tinggi Berpotensi Bikin Defisit dan Utang Melebar
Foto udara gerbang Kawasan Pariwisata Toronipa di Kota Lama Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (22/7/2024).(Antara/Andry Denisah)

PEMERINTAH masih memberlakukan kebijakan automatic adjustment (AA). Kebijakan tersebut menahan sebagian anggaran yang dialokasikan untuk pos-pos tertentu dengan harapan untuk efisiensi belanja sebesar 5%.

Direktur Riset Bidang Makroekonomi dan Kebijakan Fiskal Moneter Center of Reform on Economics (CoRE) Akhmad Akbar Susamto menyatakan meskipun pemerintah masih memberlakukan kebijakan AA, ada data yang menunjukkan pertumbuhan belanja pemerintah masih cukup tinggi bahkan jauh lebih tinggi jika dibandingkan 2023. "Pada tahun ini dari Januari sampai dengan Mei pertumbuhan belanja mencapai 17%. Itu lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan belanja di 2023 pada periode yang sama hanya 9%, di 2022 bahkan hanya 1%," ujar Akhmad dalam acara Midyear Review CoRE Indonesia di Jakarta pada Selasa (23/7).

Berkaca dari hal tersebut, ia mengungkapkan bahwa ada potensi pelebaran defisit akibat dari belanja pemerintah yang cukup kencang itu meskipun kebijakan AA yang masih diberlakukan. "Potensi pelebaran ada dua hal. Belanja tadi yang semakin kencang terjadi lebih awal untuk banyak pos dan yang kedua yakni melambatnya pertumbuhan pendapatan pemerintah, terutama karena berakhirnya windfall harga komoditas. Ini kemudian berimbas pada penurunan pertumbuhan penerimaan perpajakan pemerintah, salah satunya dari pajak penghasilan (PPh) badan," ungkap dia.

Baca juga : Kondisi Utang Luar Negeri Indonesia per Februari 2024

Penerimaan pemerintah yang berasal dari perpajakan, lanjut dia, cenderung bergerak sejalan dengan harga komoditas. Sebagai contoh, di 2023 dan 2024 penerimaan pemerintah yang berasal dari perpajakan dan harga komoditas cenderung turun. Penurunan ini berdampak pada penerimaan perpajakan pemerintah.

Sementara itu, Akhmad menilai bahwa ketika pemerintah mengalami defisit, pendanaan belanja pemerintah sebagian tersebut akan berasal dari utang. "Kebutuhan dana untuk pendanaan semakin ketat. Utang jatuh tempo semakin meningkat dan mencapai puncaknya kemungkinan pada 3 tahun pertama pemerintahan baru, 2025-2027," pesan dia.

Sebagaimana diketahui, utang pemerintah per 31 Mei 2024 mencapai Rp8.353 triliun. Angka ini meningkat sebesar 7,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Baca juga : Bunga Tinggi, Indonesia Harus Hati-hati Tambah Utang

Di sisi lain, ia pun mengungkapkan bahwa saat ini rasio utang terhadap pendapatan sudah mencapai 300%. Posisi angka ini, jauh lebih tinggi posisi sebelumnya per Desember 2023 yang baru 292%.

"Kalau dibandingkan dengan utang totalnya sudah jauh banget. Rasionya utangnya itu sudah tiga kali lipat lebih besar dari penerimaan yang kita punya. Posisi utang pemerintah terhadap pendapatan saat ini tidak aman karena melebihi batas yang ditetapkan IMF dalam range 90%-150%," tukas dia.

Selanjutnya, kondisi fiskal mungkin akan diperparah oleh kondisi pelemahan rupiah jika kondisi itu berlanjut. "Akan punya banyak implikasi terhadap APBN kita karena disusun dengan menggunakan sejumlah asumsi di antaranya nilai tukar," pungkasnya.

Karena itu, menjadi sangat penting bagi kita semua untuk memitigasi risiko fiskal jelang pemerintahan baru presiden terpilih Prabowo Subianto. "Satu, pengendalian belanja pemerintah. Belanja pemerintah ini kencang sekarang walaupun masih ada kebijakan AA, jauh lebih kencang dibandingkan 2023 dan 2022," beber dia.

Mitigasi berikutnya, sambung dia, yaitu pentingnya peningkatan penerimaan negara karena situasi saat ini pertumbuhan penerimaan negara melambat terutama dari penerimaan perpajakan. "Yang ketiga pentingnya kita mengendalikan defisit dan mengendalikan utang. Karena kalau tidak hati-hati utang ini akan menjadi beban kita yang serius di masa depan, baik untuk membayar pokoknya maupun membayar dari utang itu, dan ini menghambat belanja-belanja kita yang lain," tandasnya. (Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya