Headline
Pemerintah tidak cabut IUP PT Gag Nikel.
Pemanfaatan digitalisasi dilakukan untuk mempromosikan destinasi wisata dan meningkatkan pengalaman wisatawan.
DIREKTUR Eksekutif Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Yose Rizal Damuri mengatakan, biaya utang Indonesia saat ini terlampau besar. Jika besaran utang ditambah secara serampangan, perekonomian dikhawatirkan akan tertekan signifikan.
"Saat ini, biaya utang kita sekitar 7%, dan itu cukup tinggi. Utang kita berbiaya tinggi, dan itu tidak baik untuk perekonomian," ujarnya saat dihubungi, Kamis (11/7).
Biaya utang 7% itu diambil dari besaran imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) yang berada di kisaran 7%. Dengan kata lain, penambahan utang yang dilakukan pemerintah melalui SBN harus dibayarkan berikut dengan bunga yang dijanjikan sekitar 7%.
Baca juga : Soroti Utang Indonesia, Indef Singgung Stroke Ketiga
Sementara banyak negara yang biaya utangnya jauh di bawah 5%, atau bahkan nyaris 0% seperti Jepang. Dengan biaya utang yang rendah itu, kata Yose, tak akan menjadi masalah besar bila negara terkait memiliki rasio utang yang tinggi.
"Kalau utangnya sampai 100% (dari PDB) pun seperti Jepang, biaya bunga mereka itu hampir 0%, jauh di bawah 1%. Sedangkan kita 7%. Jadi permasalahannya bukan level utangnya, tapi berapa besar biaya yang kita keluarkan untuk utang itu," terang Yose.
Dia menambahkan rasio utang juga semestinya bukan sesuatu yang dijadikan target oleh pemerintah. Wacana kenaikan rasio utang menjadi 50% terhadap PDB dinilai seolah menjadi target.
Baca juga : Utang Indonesia Tembus Rp8.000 Triliun, Sri Mulyani belum Khawatir
Padahal pengadaan utang itu dilakukan berdasarkan kebutuhan, bukan masalah target yang harus dicapai. "Karena kalau tidak ada kebutuhan untuk menaikan utang, dan itu kemudian naik berkisar 42-43% terhadap PDB, kenapa tidak? Kenapa harus dipaksakan sampai 50%?" tutur Yose.
Narasi kenaikan rasio utang menjadi 50% secara otomatis akan mempengaruhi defisit anggaran menjadi lebih tinggi. Jangan sampai, pelebaran defisit anggaran justru dimanfaatkan untuk membayar utang yang jatuh tempo.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CoRE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, pelebaran defisit juga tak serta merta dapat dilakukan hanya untuk mengeksekusi program-program yang kadung dijanjikan presiden terpilih selama kampanye.
Baca juga : Utang Indonesia Tembus Rp8.000 triliun, Kemenkeu: Masih Aman
Sebab, pelebaran defisit akan memberikan risiko pada keuangan negara dan memiliki dampak yang besar pada kondisi fiskal ke depan. "Kalau kapasitas ekonomi tidak mampu membayar, terus dari mana? Ini akan meningkatkan risiko fiskal dan juga meningkatkan risiko ekonomi," kata Faisal.
"Karena fiskal menjadi tidak sehat dan ekonomi tidak terselamatkan kalau akhirnya itu berdampak pada berkurangnya alokasi belanja pemerintah yang harus dialokasikan untuk proyek atau sektor strategis karena anggaran penerimaannya banyak terserap untuk utang," lanjutnya.
Dia juga mengingatkan, Indonesia sedianya telah ditegur dan disorot perihal wacana pelebaran defisit di atas 3% dan menaikan rasio utang. Itu terjadi beberapa waktu lalu dan direspons negatif oleh pasar.
Hal tersebut tercermin dari tersungkurnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. "Ini berdampak pada persepsi investor terhadap masalah manajemen fiskal pemerintah," kata Faisal.
"Sehingga kemarin kita merasakan pelemahan rupiah, itu bukan hanya dari The Fed tapi juga dari internal. Ini dampak langsung yang sudah kita rasakan, dan rupiah terdepresiasi lebih dalam dari negara lain," pungkasnya. (Z-8)
KOMISI XI DPR RI memandang positif penilaian yang diberikan oleh lembaga pemeringkat Fitch Ratings terhadap kredit Indonesia pengakuan atas kemampuan menjaga stabilitas makroekonomi.
EFISIENSI anggaran yang dilakukan, terutama untuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) membuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora kelabakan.
Strategi pelepasan aset memungkinkan pengembangan proyek baru, pengurangan utang, dan peningkatan modal usaha.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan Apple akhirnya membayar utang sebesar US$10 juta atau sekitar Rp163,6 miliar ke pemerintah Indonesia.
Pihak kepolisian mengetahui bahwa ternyata pelaku S, 44, pada November 2022 telah membunuh istri sahnya
Onkoseno mengatakan pelaku berutang kepada korban sebesar Rp3 juta. Pelaku gelap mata membunuh korban karena ditagih utang dan tak bisa membayarnya.
BTN mempertegas posisinya sebagai pemimpin pembiayaan perumahan nasional dengan menggelar Akad Kredit Massal KPR Non-Subsidi secara serentak di lima kota besar
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menyambut baik keputusan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan ke 5,5%.
Bulan ini, Mei 2025, jadi waktu yang tepat bagi Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan (BI Rate). Pasalnya, nilai tukar rupiah mulai stabil.
Pasar properti residensial Indonesia awal 2025 tumbuh terbatas. Penjualan hanya naik 0,73% YoY, didorong oleh kenaikan harga di segmen rumah kecil-menengah.
Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Fakhrul Fulvian meramalkan Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) akan mempertahankan suku bunga acuan fed fund rate.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved