Headline
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Tingkat kemiskinan versi Bank Dunia semakin menjauh dari penghitungan pemerintah.
Perluasan areal preservasi diikuti dengan keharusan bagi setiap pemegang hak untuk melepaskan hak atas tanah mereka.
NILAI utang Indonesia kian membengkak dari tahun ke tahun, terutama dalam satu dekade terakhir. Hal itu dinilai akan memberatkan fiskal dan menyebabkan generasi mendatang menanggung beban yang cukup besar.
Hingga Mei 2024, misalnya, nilai utang Indonesia tembus Rp8.300 triliun. Belum lagi, utang jatuh tempo periode 2025-2029 berkisar Rp3.749 triliun. Di 2025, negara harus mengalokasikan dana sekitar Rp800 triliun lantaran masuk jatuh tempo.
Kondisi itu dinilai cukup berat lantaran pendapatan negara saat ini mengalami penurunan. Sedangkan kebutuhan belanja terus meningkat, terlebih pemerintahan baru memilki ambisi menjalankan sejumlah program dengan biaya jumbo.
Baca juga : KTT ASEAN Digelar Besok, Menlu RI: Bahas Krisis Myanmar
Hal itu menjadi sorotan dan benang merah dari diskusi bertema Warisan Utang untuk Pemerintahan Mendatang yang diselenggarakan oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef) di Jakarta, Kamis (4/7). "Kalau tidak diimbangi dengan kapasitas penerimaan negara yang semakin meningkat, saya tidak terbayang, apakah negara ini akan mengalami stroke ketiga?" tutur Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti.
Karenanya, dia mendorong agar pemerintahan baru bisa menentukan skala prioritas. Program-program yang sejatinya tak memberikan daya ungkit pada perekonomian lebih baik ditunda dan mendahulukan program yang dapat mendorong laju pertumbuhan.
Dengan kewajiban utang yang menanti di depan mata, pemerintah, baik yang berkuasa sekarang maupun nanti, mesti bisa meningkatkan pendapatan negara. Itu perlu bukan hanya untuk menjaga kesinambungan fiskal, tetapi juga demi kesehatan keuangan negara. "Jadi, pilih program yang multiplier effect-nya luas dan jangka panjang berdampak, seperti kualitas SDM, penguatan modal, dan transfer teknologi, itu syarat-syarat untuk menjadi negara maju," kata Esther.
Baca juga : Tim DKI Dominasi Seleksi Timnas Kickboxing SEA Games 2021
Selain itu, kehati-hatian dalam pengelolaan fiskal menjadi penting untuk menjaga berkelanjutan. Salah satu yang paling mudah dilihat ialah dari penetapan defisit anggaran dalam satu tahun penuh.
Besaran defisit yang sejauh ini disepakati oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk 2025 berkisar 2,29% hingga 2,82% dari produk domestik bruto (PDB). Batas atas dari kesepakatan sementara itu dinilai terlalu tinggi dan membatasi gerak pemerintahan baru untuk melakukan ekspansi.
Dikhawatirkan, jika batas atas tersebut digunakan, pemerintahan baru bakal menarik lebih banyak utang untuk membiayai kebutuhan anggaran di tahun depan. Dengan kata lain, defisit berpotensi melebar hingga melampaui 3% dan utang terus bertambah.
Baca juga : PBSI Ajukan Perubahan Sistem Skor Pertandingan Kepada BWF
"Kalau defisit yang diambil 2,82% atau 2,5% saja, itu tidak ada ruang manuver. Kalau sudah 2,82%, untuk bisa sampai 3% (batas maksimal), paling hanya ada tambahan Rp30 triliun, itu susah untuk mitigasi krisis," kata Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto.
"Dugaan saya, kalau 2,82% dilakukan di APBN (2025), ini menurut saya sebagai jebakan. Karena koalisi yang ada sekarang itu belum ada 50%, bagaimana lobinya (nanti di DPR)? Itu deadlock. Jadi manuver itu sudah tidak ada," tambahnya.
Untuk itu, dia merekomendasikan agar penyusunan APBN 2025 dilakukan secara rasional. Pasalnya, rasionalitas menjadi faktor yang dapat memengaruhi perekonomian. Contoh nyata, kata Eko, beberapa waktu lalu pasar bereaksi negatif lantaran beredar kabar bahwa pemerintahan baru akan menaikkan rasio utang hingga 50% terhadap PDB.
Itu mendorong keluarnya aliran modal asing dan merambat pada tersungkurnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. "Jadi untuk redam risiko utang perlu politik anggaran berkelanjutan. Saya lebih cenderung setuju tidak melebarkan defisit anggaran, tetapi lebih menjaga," tutur Eko. (Z-2)
KEPALA Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman mengungkapkan rumah tangga Indonesia semakin tertekan.
Pada Mei 2025, kondisi pendapatan konsumen tergerus. Sementara itu, proporsi pembayaran cicilan atau utang justru mengalami peningkatan.
KOMISI XI DPR RI memandang positif penilaian yang diberikan oleh lembaga pemeringkat Fitch Ratings terhadap kredit Indonesia pengakuan atas kemampuan menjaga stabilitas makroekonomi.
EFISIENSI anggaran yang dilakukan, terutama untuk Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) membuat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blora kelabakan.
Strategi pelepasan aset memungkinkan pengembangan proyek baru, pengurangan utang, dan peningkatan modal usaha.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan Apple akhirnya membayar utang sebesar US$10 juta atau sekitar Rp163,6 miliar ke pemerintah Indonesia.
Indonesia menyesalkan kegagalan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam mengesahkan rancangan resolusi yang menyerukan gencatan senjata permanen di Gaza.
Pakar HI Hikmahanto Juwana menyampaikan perjanjian ekstradisi antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura telah berlaku efektif sejak 21 Maret 2024.
PENGUNDIAN babak kualifikasi Piala Asia U-23 2026 resmi dilakukan. Indonesia harus bersaing di Grup J bersama tim kuat Korea Selatan (Korsel)
BADAN Pengelola Investasi (BPI) Danantara mengumumkan penandatanganan Nota Kesepahaman dengan perusahaan pertambangan asal Prancis, Eramet
P2KM Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Yayasan Cendekia Muda Madani menggelar bedah buku
Adapun ruang lingkup kerja sama yang dilakukan yaitu pengembangan sistem klaim digital dan pengembangan sistem pembayaran kepada seluruh fasilitas kesehatan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved