Headline
RI-AS membuat protokol keamanan data lintas negara.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
HARGA komoditas energi Indonesia pada tahun ini terutama di kuartal kedua ini terlihat sudah mengalami rebound, namun terbatas. Hal Ini terlihat pada harga komoditas utama ekspor baik itu sawit yang tumbuh 3,4%, gas 7,0% dan juga batubara yang tumbuh 12,9%.
"Termasuk juga di besi dan baja yang tumbuh 11,9%, ini semestinya akan meningkatkan performa ekspor kita. Ternyata ketika harga komoditas, terutama komoditas andalan ekspor kita mengalami rebound, pertumbuhan ekspor masih sangat lambat sejak tahun lalu," ucap Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CoRE), Mohammad Faisal dalam acara Midyear Review CoRE Indonesia di Jakarta pada Selasa (23/7).
Pertumbuhan ekspor Indonesia sampai dengan kuartal kedua tahun ini tercatat -3,5% secara year on year. Angka ini berada di bawah pertumbuhan negara-negara lain seperti Malaysia Thailand, Tiongkok, Amerika dan juga India.
Baca juga : Nilai Ekspor Tiga Komoditas Unggulan Indonesia Tumbuh di Oktober 2023
"Salah satu penyebab kenapa ekspor kita lambat dalam pandangan kami adalah kita punya ketergantungan ekspor yang besar terhadap Tiongkok. Padahal permintaan domestik Tiongkok sangat rendah dan berdampak terhadap penurunan impor mereka. Nah ini mempengaruhi ekspor kita ke Tiongkok," ungkapnya.
Indonesia, sambung Faisal, memiliki ketergantungan yang tinggi soal ekspor terhadap pasar Tiongkok. Berbeda dengan negara-negara seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina yang mana tingkat ketergantungan mereka terhadap pasar Tiongkok untuk ekspor itu tidak sebesar Indonesia.
"Kita sampai dengan 2024 Indonesia proporsi daripada ekspor ke Tiongkok 22,5%, sementara negara-negara tetangga tadi masih di antara 10-12%. Ketika ketergantungan ekspornya ini sangat tinggi dan pada saat yang sama negara tujuan ekspor Tiongkok mengalami kelemahan permintaan, maka akan berpengaruh terhadap kinerja ekspor kita itu sebabnya makanya tadi ekspornya berjalan lambat," beber Faisal.
Baca juga : Ekspor Batu Bara dan Besi Baja Cuan, CPO Boncos
Dan ini terjadi pada berbagai macam andalan ekspor Indonesia terutama di sektor manufaktur. Sampai dengan kuartal kedua, ekspor Indonesia ke Tiongkok terus mengalami kontraksi di angka minus 26,9%.
"Yang naik itu hanya ekspor komoditas bahan bakar mineral ya dan juga CPO. Jadi yang manufaktur yang seharusnya kita harus dorong itu malah kontraksi," tuturnya.
Di sisi lain, Faisal mencatat bahwa impor dari Tiongkok justru kembali meningkat di awal 2024 terutama di kuartal kedua. Salah satunya adalah impor tekstil dan produk tekstil (TPT).
"Impor dari Tiongkok mencapai 35,5% persen di kuartal kedua ini padahal ekspornya jauh lebih rendah dibanding itu ke China hanya 2,6%. Pangsa pasar daripada impor dari China di pasar Indonesia itu 41% untuk produk-produk tekstil dan dan pakaian jadi umumnya," pungkasnya. (Fal/Z-7)
HILIRISASI berkelanjutan memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional. Setiap komoditas kelolaan diolah hingga menjadi produk hilir yang menjadi bahan baku.
Skema kerja sama merupakan bagian dari kesepakatan tarif timbal balik antara kedua negara.
Airlangga Hartarto mengungkapkan sejumlah komoditas yang tengah diperjuangkan agar mendapat tarif impor lebih rendah dari 19% saat masuk ke pasar Amerika Serikat (AS).
Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa harga cokelat di pasar internasional tengah mengalami lonjakan tajam.
Sejumlah Komoditas Ekspor Indonesia Diupayakan Kena Tarif 0% ke AS
Indonesia hapus tarif 0% untuk produk ekspor AS. MoU dagang senilai USD 52 miliar mencakup energi, agrikultur, dan Boeing. Tarif ekspor RI ke AS turun ke 19%.
Pemerintah menyiapkan strategi baru untuk menghadapi tarif impor 19% yang dikenakan Amerika Serikat kepada Indonesia.
API memberikan apresiasi khusus kepada Presiden Jokowi dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto atas upaya diplomatik yang berhasil membuka peluang ekspor lebih luas.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa menyambut positif penurunan tarif impor produk Indonesia ke Amerika Serikat (AS) dari 32% menjadi 19%.
Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Anne Patricia Sutanto menyambut positif tercapainya kesepakatan IEU CEPA.
Asosiasi menuding keberadaan mafia impor dalam menentukan kuota impor bagi kelompok tertentu membuat industri listrik di Tanah Air melemah.
Selama ini, industri tekstil dalam negeri telah menyepakati skema nontarif dengan memprioritaskan penyerapan produksi lokal, dan hanya mengimpor sesuai kebutuhan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved