Headline
Bansos harus menjadi pilihan terakhir.
EKONOM Center of Reform on Economic (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet berpandangan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia berpotensi semakin besar, terutama di industri padat karya seperti tekstil dan alas kaki. Menurutnya, keberlanjutan tren ini sangat bergantung pada dinamika ekonomi global, termasuk hasil negosiasi tarif dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS).
AS selama ini menjadi salah satu pasar utama bagi produk industri padat karya Indonesia, seperti tekstil dan alas kaki. Jika daya saing produk-produk tersebut melemah di pasar AS akibat kebijakan tarif impor, memiliki efek domino yang dapat memperburuk kondisi ketenagakerjaan di dalam negeri.
“Pengurangan tenaga kerja di tengah situasi ekonomi seperti sekarang bukanlah kondisi ideal. Apalagi, jika terus terjadi di sektor padat karya yang seharusnya menjadi penopang penyerapan tenaga kerja," ungkap Yusuf kepada Media Indonesia, Jumat (8/8).
Berdasarkan data Sakernas BPS yang diolah Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), terjadi pengurangan tenaga kerja sebanyak 415.655 pekerja dalam periode Agustus 2024 hingga Februari 2025. Sebanyak 255.874 pekerja dari sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) pada periode tersebut.
Yusuf menjelaskan, melihat kinerja industri tekstil dalam beberapa tahun terakhir, besar kemungkinan sektor ini akan terdampak pengurangan tenaga kerja lebih besar. Tekanan tersebut dipicu oleh kombinasi faktor, mulai dari menurunnya daya saing akibat banjir produk impor murah hingga perlambatan ekonomi global.
Menurutnya, penurunan daya saing yang diperparah oleh serbuan produk murah dari luar negeri membuat posisi industri tekstil kian terjepit.
"Akibatnya, PHK di sektor ini semakin besar," ucapnya.
Yusuf menambahkan PHK dalam skala besar, bukan hanya persoalan ketenagakerjaan. Dampaknya merembet pada daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi daerah, terutama di wilayah yang perekonomiannya bergantung pada industri padat karya. Karena itu, pemerintah perlu mewaspadai risiko ini dengan serius.
"PHK besar bisa memberikan efek terhadap berbagai aspek termasuk didalamnya kemampuan konsusmi. Jadi, wajar pemerintah perlu mewaspadai hal ini," pungkasnya. (H-4)
Dari sisi fiskal dan makroekonomi, Anggota Komisi XI DPR RI, Puteri Komarudin, mengingatkan bahwa kebijakan ini dapat menghambat target pertumbuhan ekonomi nasional.
Luhut apresiasi atas keberhasilan diplomasi ekonomi Indonesia dalam menyepakati penurunan tarif tambahan terhadap produk ekspor ke Amerika Serikat (AS),
Kadin Indonesia menyoroti pentingnya pengawasan lapangan untuk mencegah masuknya barang ilegal yang selama ini kerap lolos dari pengawasan.
Pemerintah didorong untuk melakukan deregulasi dan revitalisasi industri guna meringankan beban sektor padat karya.
PEMERINTAH berupaya mendorong penguatan sektor industri padat karya sebagai upaya menjaga stabilitas ekonomi dan ketenagakerjaan.
Pentingnya reindustrialisasi yang berfokus pada sektor-sektor padat karya.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved