Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Bappenas Sampaikan 5 Isu Strategis Pembangunan Konektivitas Transportasi

Naufal Zuhdi
17/5/2024 20:20
Bappenas Sampaikan 5 Isu Strategis Pembangunan Konektivitas Transportasi
Aktivitas alat berat mengerjakan proyek pembangunan LRT Jakarta Fase 1B dari Velodrome Rawamangun-Stasiun Manggarai(Antara)

DIREKTUR Transportasi Kedeputian Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Tri Dewi Virgiyanti menyampaikan beberapa isu strategis transportasi dalam satu dekade terakhir.

Isu-isu tersebut antara lain konektivitas antar backbone antar pulau yang belum optimal, biaya transportasi, keselamatan transportasi, belum tersedianya transportasi yang memadai di kota metropolitan Indonesia dan konsumsi energi dan emisi dari transportasi yang masih tinggi.

Terkait dengan konektivitas, Virgi menyebut bahwa ongkos pelayaran domestik masih lebih mahal dibandingkan dengan pelayaran internasional.

Baca juga : Pemerintah Targetkan 2 Koridor MRT Mampu Angkut 1,5 Juta Penumpang Sehari

"Pengiriman barang antar wilayah Indonesia mahal dan menghadapi berbagai kendala, termasuk kinerja pelabuhan yang belum optimal dan penggunaan kapal berukuran kecil," katanya saat Forum Diskusi Sektor Transportasi "Satu Dekade Pembangunan Infrastruktur Transportasi" pada Jumat (17/5).

Masih dari sisi konektivitas, ia juga menyebut bahwa layanan penyeberangan pada lintas utama dinilai masih kurang memadai. Sebagaimana diketahui, sejumlah lintas utama penyeberangan mengalami stagnasi dan keterbatasan fasilitas, dan usia kapal, antara lain di Merak-Bakauheni, Ketapang-Banyuwangi, Padang Bai-Lembar.

"Usia kapal penyeberangan di Indonesia tua dan kurang memenuhi standar keamanan, lalu biaya untuk pengadaan dan peremajaan kapal sangat mahal dan Layanan Perintis Penyeberangan belum terintegrasi dan optimal," tegasnya.

Baca juga : Bappenas Dorong Penurunan Emisi Kendaraan Lewat Kebijakan Sektor Transportasi

Berikutnya, ia juga menyampaikan bahwa kondisi Bandara Utama dan Feeder masih belum memenuhi standar, diikuti tarif penerbangan domestik semakin tinggi (terutama kawasan Timur) dan banyak wilayah yang belum terakses layanan transportasi udara dengan baik.

Isu kedua yang dihadapi yakni biaya transportasi masih menjadi kontributor terbesar dalam biaya logistik. Dimana 80 persen biaya logistik disumbang oleh sektor transportasi dan transportasi darat tercatat (termasuk kereta api) memiliki kontribusi tertinggi di angka 50 persen.

"Hal tersebut mengakibatkan kinerja logistik Indonesia masih di bawah negara ASEAN lainnya," ungkapnya.

Baca juga : Sudah Sering Dilaporkan, Pemerintah tidak Serius Tertibkan Bus Bobrok

Adapun isu ketiga yang dicatat oleh Bappenas adalah keselamatan transportasi jalan, laut dan udara masih memerlukan perhatian lebih dari pemerintah.

Sebagaimana diketahui, Bappenas menyebut bahwa fatalitas kecelakaan lalu lintas di Indonesia rata-rata per tahun mencapai ± 26 ribu jiwa (setara 3-4 orang meninggal per jam).

Di jalur pelayaran, Bappenas menyebut bahwa beberapa penyebab masih terjadinya kecelakaan di jalur tersebut diantaranya karena ketersediaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) masih 85,33% (standar minimum 95%) dan keandalan SBNP masih 97,86% (sementara rekomendasi 98%).

Baca juga : Kemenpora dan Bappenas Dorong Pemuda Berjejaring untuk Keberlanjutan Kebijakan SDM

"Rencana pembangunan kapal navigasi juga belum terealisasi, lalu belum adanya andil dalam pelayanan STRAITREP/ VTS di Selat Malaka dan sebagian besar alur pelayaran pelabuhan umum, belum ditetapkan," terangnya.

Adapun isu keempat adalah belum tersedia/memadainya transportasi perkotaan pada perkotaan metropolitan dan besar di Indonesia.

Virgi menyebut bahwa penyediaan layanan transportasi umum perkotaan masih jauh di bawah kota-kota metropolitan lainnya. Tercatat bahwa kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya hanya memiliki kurang dari 20 persen dari pangsa angkutan umum, sementara untuk negara-negara seperti Singapura, Hongkong dan Tokyo memiliki pangsa transportasi umum di angka lebih dari 50 persen.

"Keterbatasan tersebut disebabkan oleh kurangnya kapasitas kelembagaan, rencana mobilitas terpadu, dan kapasitas fiskal daerah," imbuh Virgi.

Isu terakhir yang dicatat oleh Bappenas yakni masih tingginya konsumsi emisi dan energi dari sektor transportasi.

Tercatat, sektor transportasi masih bergantung kepada bahan bakar fosil (338,4 juta BOE, kurang dari 1 persen menggunakan gas dan listrik) dan 91 persen emisi gas rumah kaca berasal dari transportasi darat. (Z-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda
Berita Lainnya