Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
KETUA Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno menyayangkan adanya dugaan kecurangan (fraud) maupun korupsi terhadap fasilitas kredit Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Pasalnya, itu dapat mengurangi kredibilitas para pelaku usaha ekspor lain dan memengaruhi aktivitas usahanya.
"Hal itu sebenarnya adalah urusan debitur dengan kreditur, walaupun perbuatan tersebut mencederai usaha-usaha ekspor pengusaha lainnya. Kepercayaan lembaga keuangan terhadap pembiayaan ekspor akan semakin prudent dan cenderung ekstra hati-hati," ujarnya saat dihubungi, Senin (18/3).
Untuk itu, dia mendorong agar ada perbaikan dari sisi LPEI. Kemampuan dalam menganalisis permohonan kredit ekspor perlu dipertajam dan diperbaiki. Hal tersebut juga perlu diikuti dengan menyertakan asuransi ekspor guna menghindari gagal bayar atas fasilitas kredit.
Baca juga : Gandeng Pemprov Jatim, LPEI Bentuk Tiga Klaster Desa Devisa Baru
Menurutnya, itu dapat dilakukan dengan mengoptimalisasi keberadaan Asuransi Asei Indonesia, perusahaan yang bergerak di bidang asuransi dan jaminan untuk mendukung pengembangan ekspor non-migas nasional.
Sementara itu Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Hendrawan Supratikno mengatakan, dugaan fraud terhadap fasilitas kredit LPEI pernah terjadi beberapa waktu silam. Kala itu, kredit macet (non performing loan/NPL) di LPEI mencapai 24%, terlampau jauh dari kewajaran yang berkisar 3%.
"Dugaan (fraud) tersebut sudah muncul sejak beberapa tahun yang lalu. Langkah-langkah penyelamatan dan perbaikan dilakukan, antara lain dengan memberi PMN, pergantian manajemen, dan lainnya," kata dia saat dihubungi terpisah.
Baca juga : LPEI dan Exim Bank Malaysia Sepakat Perkuat Kerja Sama Bidang Investasi dan Keuangan
"Menkeu sudah melakukan penindakan dan pergantian. Proses hukum juga pernah dilakukan terhadap pihak-pihak yang bersalah," kata Hendrawan.
Sedangkan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, jika fraud sempat terjadi dan saat ini kembali di terulang, berarti dibutuhkan perombakan total guna menghindari hal yang sama di kemudian hari.
"Kalau berulang, artinya suntikan PMN tidak selesaikan masalah, yang diperlukan adalah perombakan total, bahkan rekrutmen ulang seluruh pegawai dan manajemen," kata Bhima.
Baca juga : LPEI Terus Berikan Dukungan bagi UMKM Eksportir
Dia menilai, dugaan fraud atas fasilitas kredit LPEI muncul karena adanya pemufakatan antara internal LPEI dengan debitur yang sengaja mengarah pada kredit macet. Sebab, sejumlah debitur dari LPEI yang terindikasi macet kreditnya justru bergerak di sektor unggulan seperti sawit, nikel, batu bara, dan logistik.
Sektor-sektor tersebut diketahui mengalami keuntungan cukup besar dalam beberapa tahun terakhir karena fenomena commodity boom. Mestinya debitur-debitur itu tak memiliki permasalahan terhadap kemampuan membayar kredit.
"Kalau ternyata menjurus ke kredit macet, berarti ada fraud yang disengaja, terutama pada proses analis fasilitas pembiayaan, hingga pengawasan. Harus dicek juga uang hasil fraud mengalir ke mana saja, disini perlunya PPATK dilibatkan juga," tutur Bhima. (Z-6)
OJK telah mengendus potensi penyimpangan atau fraud dalam transaksi surat kredit ekspor (letter of credit/LC) PT Bank Woori Saudara sejak 2023.
Pemberantasan fraud merupakan bagian dari strategi utama perusahaan dalam menjaga kepercayaan publik dan memastikan keberlanjutan bisnis.
KPK mengendus adanya potensi fraud dalam pelaksanaan makan bergizi gratis (MBG).
Sanksi harus fokus pada oknum dan otak dari tindakan klaim fiktif tersebut. Sehingga oknum yang terlibat harus mengganti kerugian yang dialami BPJS Kesehatan atas dugaan fiktif tersebut.
Menurut penelitian GBG, lebih dari 56% bisnis di Indonesia telah menjadi korban dari fraud digital.
BPJS Ketenagakerjaan menghadapi berbagai risiko yang dapat mempengaruhi pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Diversifikasi pasar merupakan langkah strategis yang perlu ditempuh untuk memperluas akses ekspor, salah satunya dengan memanfaatkan kerja sama ekonomi.
KPK terus mendalami kasus dugaan rasuah dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dua orang saksi dipanggil penyidik hari inii
SEBANYAK lima tersangka diduga membuat negara merugi USD60 juta atau Rp988 miliar setelah dikonversikan, dalam proses fasilitas kredit PT PE di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Pengusutan perkara ini berawal dari adanya temuan penyimpangan dalam proses pemberian pembiayaan oleh LPEI kepada PT Duta Sarana Technology (PT DST).
Tessa mengatakan, penegak hukum tidak boleh mengusut kasus yang sama jika mengacu pada aturan yang berlaku.
Penyelidikan ini berawal dari temuan penyimpangan dalam proses pemberian pembiayaan yang tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku di LPEI.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved