Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

HET Jadi Salah Satu Sebab Kelangkaan Beras di Pasar Ritel

M ILham Ramadhan Avisena
12/2/2024 20:57
HET Jadi Salah Satu Sebab Kelangkaan Beras di Pasar Ritel
Beras premium(MI/Bagus Suryo)

BADAN Pangan Nasional (Bapanas) didorong untuk meninjau ulang kebijakan harga eceran tertinggi (HET) beras. Itu dinilai menjadi salah satu faktor kelangkaan beras premium di pasar ritel dalam beberapa hari ke belakang. Sebab, dengan ketentuan itu, pedagang ataupun peggiling dinilai merugi.

"Pedagang dan penggilingan padi tidak lagi memasok ke ritel-ritel modern karena merugi. Pengelola ritel modern tidak berani melanggar HET," ujar Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori saat dihubungi, Senin (12/2).

Jika pedagang dan penggilingan tetap ingin menjual produknya di ritel modern atau pasar modern, lanjutnya, rerata pengelola ritel membeli harga di bawah HET Rp13.900/kg agar peritel tidak merugi. Jika peritel modern ambil untung Rp200/kg, dus harga yang diterima dari pedagang atau penggilingan Rp13.700/kg.

Baca juga : Kepala Bapanas akan Sesuaikan HET Beras

"Kalau untung peritel lebih besar dari itu, harga dari pedagang atau penggilingan lebih rendah lagi, alias kerugian pedagang maupun penggilingan lebih besar lagi," jelas Khudori.

Ketimbang merugi, imbuhnya, pedagang dan penggilingan saat ini lebih banyak menjual beras mereka di pasar tradisional. Karena itu, situasi beras di pasar tradisional sepertinya tampak tidak ada masalah pasokan.

Di pasar tradisional juga tidak ada pembetasan pembelian seperti di pasar modern. Itu karena di pasar tradisional sejak ada HET, beleid itu tak pernah dipatuhi. "Karena itu, penting buat pemerintah lewat Badan Pangan Nasional untuk menimbang ulang HET beras," kata Khudori.

Baca juga : APRINDO: Pembelian Beras yang Dibatasi di Ritel Adalah Beras Komersial Swasta

"Kebijakan yang sudah berlaku sejak September 2017 itu perlu dievaluasi efektivitasnya di pasar seperti apa, termasuk dampaknya pada industri perberasan secara keseluruhan. Dalam waktu yang sama, tidak ada salahnya buat Bapanas untuk menghitung ulang biaya produksi padi. Jangan-jangan harga gabah yang tinggi dan terus naik itu lantaran struktur ongkos produksi memang sudah berubah," tambahnya.

Dari kacamata yang lebih luas, Khudori menjelaskan, produksi beras domestik memang sedang dalam posisi terbatas. Paceklik diperkirakan akan terjadi sampai April. Panen besar kemungkinan baru terjadi di akhir April atau awal Mei 2024. Itu dinilai menjadi krusial lantaran pada Maret ada Ramadan dan April ada Idulfitri.

Penting bagi pemerintah untuk memastikan pasokan beras dalam jumlah memadai. Jika tidak, harga potensial naik dan bisa menimbulkan kegaduhan, bahkan berdampak ke soal sosial-politik.

Baca juga : Bapanas: Pembelian Beras di Ritel Dibatasi untuk Pemerataan

Merujuk data BPS, produksi Januari-Februari 2024 ini masih kecil. Produksi dua bulan itu masih kurang 2,8 juta ton untuk menutupi kebutuhan konsumsi di dua bulan tersebut. Produksi di Maret lumayan gede, sehingga diperkirakan akan ada suprlus 0,97 juta ton beras.

"Tapi surplus ini dipastikan akan jadi rebutan banyak pihak. Panen di April pun akan bernasib sama, jadi rebutan banyak pihak. Terutama untuk mengisi jaring-jaring distribusi yang berbulan-bulan kering kerontang karena paceklik," terang Khudori.

Hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah saat ini adalah kelompok yang hanya beberapa jengkal di atas garis kemiskinan. Kalau harga beras dan pangan naik, mereka potensial menjadi kaum miskin baru. Sebab, selama ini mereka belum tersentuh oleh aneka bantuan sosial dan jaring pengaman sosial itu.

Baca juga : Beras Premium Langka, Kepala Bapanas: Perintahnya Banjiri Pasar

Sedianya Bapanas telah menugaskan Bulog untuk menggencarkan operasi pasar yang bernama SPHP (stabilisasi pasokan dan harga pangan). Beras SPHP ini bisa jadi pilihan warga miskin/rentan karena harganya lebih terjangkau, yaitu Rp11.500-11.800/kg, jauh di bawah harga pasar.

"Itu beras premium tapi dijual dengan harga medium. Perlu dipastikan, beras SPHP ini bisa menjangkau seluas mungkin warga," kata Khudori.

Apalagi hargagabah di pasar saat ini sedang tinggi. Dari informasi yang diperoleh di Jawa Timur, misalnya, harga gabah berkisar Rp8.400-Rp8.800/kg gabah kering panen. Itu dinilai terlalu tinggi.

Baca juga : Dirut Bulog Janjikan Minggu Depan Stok Beras Kembali Normal

Dengan harga gabah yang tinggi tersebut, maka harga yang terbentuk untuk beras berada di kisaran Rp15.850-Rp16.600/kg dengan rendemen 53%. Sedangkan di Sumatera Selatan, harga gabah kering panen hari-hari ini Rp7.500/kg dan untuk jadi beras sudah di harga Rp14.200/kg.

"Sementara HET beras premium jauh di bawah itu, yaitu Rp13.900/kg. Ini yang membuat pedagang beras dan penggilingan padi menjerit," pungkas Khudori. (Z-5)

Baca juga : 27 Ribu Ton Beras Impor dari Vietnam Tiba di Pelabuhan Tanjung Priok



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya