Headline
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
Sebagian besar pemandu di Gunung Rinjadi belum besertifikat.
INDUSTRI perbankan nasional masih cukup solid dan berdaya tahan di tengah era tingkat suku bunga tinggi dengan waktu yang lama (higher for longer). Itu ditandai dengan tingkat permodalan (capital adequacy ratio/CAR) yang tinggi, yaitu 27,41%, jauh di atas ambang batas 20%.
"Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan prudential kita yang konservatif sangat membantu di dalam menangani situasi global yang masih ditandai dengan volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity (VUCA)," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan Dian Ediana Rae dalam konferensi pers secara daring, Senin (30/10).
Ia turut menyampaikan bahwa kinerja intermediasi perbankan tetap terjaga dengan pertumbuhan kredit September 2023 di angka 8,96% (yoy), sedikit melambat dari Agustus yang sebesar 9,06%. Pertumbuhan kredit tersebut setara Rp6.837,30 triliun, dengan pertumbuhan tertinggi pada kredit investasi sebesar 11,19% (yoy).
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Harus 5-7% untuk Indonesia Jadi Negara Maju
Ditinjau dari kepemilikan bank pada bulan September 2023, kata Dian, bank umum swasta domestik menjadi kontributor pertumbuhan kredit terbesar yaitu sebesar 12,19% (yoy). Itu berbeda jauh dengan kondisi Juni dan Juli 2023 yang saat itu laju kredit tertinggi dikontribusikan bank BUMN sebesar 8,30% (yoy) dan 9,81% (yoy).
Di sisi lain, pertumbuhan dan pihak ketiga (DPK) pada September 2023 tercatat 6,54% (yoy), sementara Agustus 2023 6,24% (yoy) atau menjadi Rp8.147,17 triliun dengan giro menjadi kontributor pertumbuhan terbesar yaitu 9,84% (yoy).
Baca juga: Jalan Keluar dalam Penyelesaian Kredit Macet terkait Pandemi
"Pertumbuhan DPK yang termoderasi antara lain karena meningkatnya konsumsi masyarakat dan meningkatnya kebutuhan investasi korporasi pascapencabutan status pandemi covid-19," terang Dian.
Lebih jauh, likuiditas perbankan September 2033 juga tercatat dalam level memadai. Rasio-rasio likuiditas jauh di atas level kebutuhan pengawasan. Rasio alat likuid non core deposit (AL/NCD) dan alat likuid (AL/DPK) masih berada di atas ambang batas, yakni masing-masing 115,37% dan 25,83%.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio Non Performing Loan (NPL) net perbankan 0,77%, turun tipis dari posisi Agustus 2023 sebesar 0,79%. Sedangkan NPL gross perbankan tercatat 2,43%, turun dari Agustus 2023 yang tercatat 2,50%.
Dian menambahkan, seiring pertumbuhan perekonomian nasional, jumlah kredit restrukturisasi covid-19 melanjutkan tren penurunan menjadi sebesar Rp316,98 triliun, turun dari Agustus 2023 yang sebesar Rp326,15 triliun, atau turun sebesar Rp9,17 triliun.
Jumlah nasabah restrukturisasi covid-19 itu tercatat sebesar 1,30 juta nasabah, lebih rendah dari Agustus yang mencapai tercatat 1,46 juta nasabah, atau berkurang sebesar 140.000 nasabah. "Menurunnya jumlah kredit restrukturisasi berdampak positif bagi penurunan loan at risk menjadi 12,7% dari Agustus 2023 12,55%," terang Dian.
"Berdasarkan hasil assesment, industri perbankan tetap resilien dan mampu menyerap potensi risiko di tengah kondisi tersebut, namun demikian, bank akan terus melakukan stress test scenario untuk menguji ketahanan permodalan maupun likuiditas, sesuai dengan prinsip manajemen risiko," pungkas Dian. (Mir/Z-7)
OJK menegaskan stabilitas sektor jasa keuangan tetap terjaga di tengah tensi perdagangan global. Hal ini tercermin dari pertumbuhan kredit perbankan pada April 2025 yang tumbuh 8,88%.
KETUA Dewan Komisioner (DK) OJK Mahendra Siregar menegaskan bahwa pihaknya memiliki tingkat keyakinan terkait pertumbuhan kredit di tahun ini bisa mencapai 9 sampai 11 persen.
BANK Indonesia memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan tahun ini tumbuh di kisaran 11% hingga 13%. Persentase itu lebih tinggi dari realisasi di 2024 yang tercatat tumbuh 10,39%.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengungkapkan kinerja intermediasi perbankan masih tumbuh positif dengan kredit perbankan tumbuh double digit.
Banyak pelaku usaha tak bisa dapat kredit bank karena bank masih memiliki hak tagih meski utang tersebut telah dihapusbukukan.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan penurunan suku bunga acuan atau BI-Rate dapat mendongkrak penyaluran kredit pembiayaan ke perbankan.
Keputusan BI mempertahankan suku bunga acuan di level 5,50% dipandang sebagai langkah konservatif yang tepat di tengah ketidakpastian global dan perlambatan ekonomi domestik.
Keputusan Bank Indonesia (BI) menahan suku bunga acuan, atau BI Rate di level 5,50% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) 17-18 Juni 2025 dinilai sebagai langkah yang tepat.
Fixed Income Research PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Karinska Salsabila Priyatno menilai ruang bagi Bank Indonesia (BI) untuk menurunkan suku bunga dalam waktu dekat sangat terbatas.
KETIDAKPASTIAN arah kebijakan moneter Amerika Serikat kembali menjadi perhatian setelah desakan terbuka Presiden Donald Trump agar Federal Reserve memangkas suku bunga acuan.
BTN mempertegas posisinya sebagai pemimpin pembiayaan perumahan nasional dengan menggelar Akad Kredit Massal KPR Non-Subsidi secara serentak di lima kota besar
Ketua Umum Apindo, Shinta Widjaja Kamdani, menyambut baik keputusan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan ke 5,5%.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved