Headline

Pemilu 1977 dan 1999 digelar di luar aturan 5 tahunan.

Fokus

Bank Dunia dan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini di angka 4,7%.

Agar Sawit Menjadi Minyak Nabati paling Berharga

Media Indonesia
16/10/2023 20:19
Agar Sawit Menjadi Minyak Nabati paling Berharga
Karyawan mengawasi proses pemasukan Tanda Buah Segar (TBS) kelapa sawit kedalam mesin untuk pengolahan minyak sawit mentah.(Antara/Syifa Yulinnas.)

KALAU kita berbicara tentang sawit, yang paling populer di dunia ini ialah sawit sebagai bahan baku pembuatan minyak goreng dan pembuatan biodiesel. Faktanya, kedua jenis produk turunan CPO tersebut banyak dikonsumsi masyarakat dunia meskipun banyak produk oleokimia lain yang juga bermanfaat bagi kehidupan manusia sehari-hari.

Kalau diplotkan dengan sejarah pengembangan berbagai jenis makanan pokok, penggunaan minyak goreng sawit terhitung masih sangat muda. Menurut Sahat Sinaga, Direktur Eksekutif Gabungan Minyak Nabati Indoneia (GIMNI), minyak goreng sawit baru mulai tersedia sejak 1979. Ini berarti baru 44 tahun dibandingkan dengan penggunaan minyak kelapa sejak ribuan tahun yang lalu di Indonesia. Fungsi minyak goreng dari semua jenis minyak nabati yakni menggoreng, yaitu menstransfer panas agar yang digoreng menjadi renyah, krispi, dan gurih. 

"Oleh karena itu tidak tepat kalau penggunaan minyak goreng untuk memenuhi kebutuhan nutrisi. Kalaupun ada nutrisinya hanya terbatas berupa lemak. Jadi kalau minyak goreng dianggap bisa digunakan untuk pembawa nutrisi lain selain lemak, baik itu melalui fortifikasi vitamin A maupun dengan penambahan betakaroten dari sawit ialah kurang bijaksana. Karena secara fisik menggoreng itu hampir sama dengan membakar yaitu sama-sama menggunakan suhu tinggi, apalagi dengan teknik deep frying. Vitamin A dan betakaroten sangat peka terhadap paparan suhu tinggi," ungkap Darmono Taniwiryono, Ketua Umum Masyarakat Perkelapasawitan Indonesia (Maksi), dalam keterangan tertulis, Senin (16/10).

Baca juga: Pemerintah Alokasikan Dana Rp25,7 Triliun untuk Gaji PPPK Tahun Ini

Menggunakan minyak sawit untuk menggoreng lebih baik daripada menggunakan minyak nabati lain, bukan karena kandungan nutrisinya, tetapi karena minyak sawit lebih tahan terhadap paparan suhu tinggi dan tidak mengandung transfat. Produk minyak goreng sawit yang jernih tidak ada salahnya karena bangsa Indonesia dan bangsa Asia Tenggara lain menginginkannya untuk menggoreng dan tidak untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Dibandingkan dengan harga seed oil (kedelai, bunga matahari, kanola dan jagung) harga eceran minyak goreng sawit relatif rendah. Harga yang rendah tersebut tentu menguntungkan bagi masyarakat Indonesia. Jika tidak ada minyak goreng sawit, harga minyak goreng akan sama dengan harga minyak goreng dari biji-bijian berkisar Rp60.000 per liter.

Menggoreng dengan minyak merupakan tradisi nenek moyang bangsa Indonesia. Minyak goreng yang digunakan ialah minyak kelapa yang dibuat sendiri atau dikenal dengan minyak kelentik. Minyak goreng di belahan bumi yang beroposisi Indonesia tidak sepupuler di negara-negara Asia. Di benua Amerika dan Eropa, minyak sawit awalnya hanya dikenal sebagai bahan baku pembuatan pelumas, bahan bakar, lilin, serta produk oleo kimia laina selain minyak goreng. Minyak sawit yang didatangkan dari Afrika Barat pada waktu itu digunakan sebagai pengganti lemak hewan dan lemak ikan. 

Baca juga: Pengamat: Pemerintah Memiliki Dua Opsi Hadapi Persoalan Beras

FAME (singkatan dari fatty acid methyl ester) atau lebih dikenal dengan sebutan biodiesel digunakan sebagai bahan bakar pengganti bahan bakar fosil. Program mandatori biodiesel dimulai pada 2013 sebagai bagian dari gerakan penggunaan energi terbarukan berbasis sawit. Saat ini di pom-pom bensin Pertamina sudah dipasarkan B-35 yang merupakan campuran antara FAME dan biodiesel berasal dari fossil dengan perbandingan, berturut-turut 35% dan 65%. Menurut Kementerian ESDM, nilai ekonomi dari implementasi B30 pada 2021 mencapai lebih dari US$4 miliar dan berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) hingga 25 juta CO2e.

Minyak goreng yang berkembang sejak 1979 dan biodiesel yang berkembang sejak 2013 kini merupakan dua jenis produk yang terbanyak dikonsumsi di dalam negeri. Masing-masing diproduksi dalam kisaran 10 juta ton per tahun. Ada dua hal yang menarik dari kedua jenis produk tersebut. Pertama, keduanya harus diproduksi dari CPO kualitas prima dengan ALB yang rendah, bebas pengotor vitamin dan mineral. Yang kedua, harga keduanya berkisar Rp20.000 per liter. 

Di kancah perdagangan internasional, minyak sawit dikenal sebagai produk murahan. Hal ini tentunya tidak masalah dan justru menguntungkan bagi masyarakat Indonesia. Meskipun kita bisa berkilah karena produktivitas per hektarenya tinggi dan efisiensi prosesnya juga tinggi, tetapi kesan sebagai minyak nabati murahan dapat  melanggengkan citra negatif minyak sawit.

Di rak-rak toko swalayan dan supermarket di Amerika Serikat, Kanada dan Eropa, terdapat berbagai merek red palm oil (jenis Afrika Barat) yang dibanderol dengan harga Rp250.000 per liter, lebih dari 10 kali harga minyak goreng sawit. Umumnya diimpor dari negara-negara di Afrika Barat, daerah asal tanaman kelapa sawit sejak ribuan tahun lalu. Yang disebut dengan red palm oil tipe Afrika Barat tersebut konsistensinya cenderung kental dan berwarna merah serta tergolong minyak sawit murni (virgin palm oil disingkat VPO) karena diproduksi dengan suhu rendah, paling tidak hanya setinggi proses perebusan, yang ditujukan bukan untuk sterilisasi tetapi melunakkan daging buahnya (mesokarpa).  

Masyarakat Indonesia mengenal virgin coconut oil (VCO) dan manfaatnya bagi kesehatan sejak lebih dari dua dasawarsa lalu. Sedang VPO baru dikenalkan sejak 2015 di Indonesia. VCO berkhasiat bagi kesehatan karena kandungan asam laurat yang tinggi. Asam laurat ketika dikonsumsi akan dikonversi menjadi monolaurin yang bersifat antibakteri, antijamur dan antivirus. Keunggulan VPO dibandingkan dengan minyak nabati lain ialah kandungan tocotrienol yang tinggi, yaitu salah satu bentuk vitamin E. Minyak nabati lain hanya mengandung vitamin E dalam bentuk tocopherol. Daya antioksidan tocotrienol berpuluh kali dengan daya antioksidan tocopherol. Dengan keunggulan tersebut, sangat wajar ketika harga VPO dengan kandungan antioksidan tinggi dibanderol dengan harga lebih tinggi harga VCO. 

Kandungan tinggi vitamin E pada VPO membuat minyak sawit sangat berpotensi sebagai bahan baku pembuatan produk-produk kecantikan. Di Indonesia saat ini sudah tersedia palmtrienol yang merupqkan turunan dari VPO. Formulasi produk-produk kecantikan berbahan baku palmtrienol sudah dihasilkan di Indonesia dengan harga berkisar Rp50.000 per 30 ml. Dengan menjadikan minyak sawit produk-produk kosmetik, satu liternya bisa senilai paling Rp3 juta. Di masa yang akan datang, palmtrienol perlu diupayakan berada di galaksi bahan baku kosmetik dunia yang selama ini hanya diduduki beberapa minyak nabati termasuk minyak almond, minyak alpukat, minyak jojoba, olive oil, dan VCO. Kampanye positif sawit dengan menyampaikan bahwa minyak sawit bukan minyak nabati murahan hanya bisa dilakukan dengan menggunakan VPO dan palmtrienol. (Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik