Headline
Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.
Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.
BANK sentral AS The Fed memilih untuk menahan tingkat suku bunga acuan Fed Fund Rate di 5,25% - 5,50%. Dalam pengumuman tingkat suku bunga, berdampak pada pergerakan indeks saham Dow Jones (-0,22%), S&P 500 (-0,94%), dan Nasdaq Comp (-1,53%).
Imbal hasil US Treasury terus merangkak naik. Bahkan untuk imbal hasil US Treasury tenor 2 tahun (2y) berada di level di 5,17%, menjadi titik tertinggi sejak 2006. Imbal hasil US Treasury 5y berada di level 4,85%, dan 10y berada di 4,40%.
Dalam pidatonya, Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell mengatakan siap untuk menaikkan tingkat suku bunga lebih lanjut apabila diperlukan, dan akan terus mempertahankan kebijakan pada tingkat yang ketat sampai The Fed yakin inflasi bergerak turun secara berkelanjutan menuju target.
Baca juga: LPEM UI: Tidak Ada Urgensi bagi BI untuk Naikkan Suku Bunga
Sebanyak 12 dari 19 pejabat, mendukung adanya kenaikan suku bunga 1x lagi pada tahun 2023, dan besar kemungkinan akan terjadi pada bulan November 2023.
"Dengan catatan, apabila inflasi masih belum terkendali sepenuhnya dan ketenagakerjaan masih berada di posisi yang kuat," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus, Kamis (21/9).
Baca juga: The Fed Dinilai akan Hentikan Penaikan Suku Bunga
Apabila The Fed menaikkan tingkat suku bunga pada pertemuan selanjutnya, Powell berjanji akan melakukan dengan hati-hati dan menilai data yang masuk serta perkembangan dari prospek ekonomi yang ada dengan tingkat risikonya.
"Ini cukup menenangkan bagi pelaku pasar dan investor. Powell mengatakan kondisi terkini sudah cukup dekat dengan apa yang perlu The Fed capai. Namun dia terlihat belum cukup percaya diri, dan tampak masih ada keraguan," kata Nico.
Powell mengatakan, pelonggaran kebijakan moneter pada tahun 2024, akan lebih sedikit dibandingkan proyeksi sebelumnya pada bulan Juni. Hal ini berdasarkan data ekonomi yang kuat dari perekonomian dan ketenagakerjaan. "Ini yang membuat pada akhirnya, imbal hasil obligasi US Treasury naik kemarin," kata Nico.
Tadinya The Fed akan menurunkan tingkat suku bunga hingga 75 – 100 bps. Namun hanya akan menurunkan hanya 50 – 75 bps, jauh lebih sedikit dari proyeksi sebelumnya.
Alhasil, semua imbal hasil US Treasury naik ke titik tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, begitu juga dengan nilai dolar AS yang menguat. The Fed juga memproyeksikan inflasi AS akan turun di bawah 3% pada tahun depan, dan akan kembali ke 2% pada 2026.
Pertumbuhan ekonomi akan melambat hingga 1,5% tahun 2024, turun dari sebelumnya 2,1% pada 2023. Angka pengangguran diproyeksikan naik hingga 4,1% pada 2024, namun turun dari proyeksi bulan Juni sebelumnya yang berada di 4,6%.
"Banyak yang mengatakan The Fed ingin perekonomian dapat mencapai soft landing, tapi itu bukan target utama The Fed. Fokus utama The Fed hanya mengendalikan inflasi dan tenaga kerja," kata Nico.
Sejauh ini menurut data The Fed, ketenagakerjaan masih kuat meski ada kenaikan tingkat suku bunga, dan inflasi inti terus melambat. Meskipun demikian, The Fed cukup khawatir dengan kenaikan harga minyak yang terus terjadi hingga 30% yang dapat mempengaruhi inflasi ke depannya.
"Sehingga tidak menutup kemungkinan, apabila harga minyak terus naik, kami lihat The Fed akan menaikkan tingkat suku bunganya pada bulan November 2023, yang akan berlangsung mulai dari 31 Oktober – 1 November," kata Nico.
Dampaknya terhadap pasar Indonesia hari ini? Kami perhatikan, IHSG berpotensi menguat namun terbatas. Yang menjadi perhatian adalah, penurunan harga obligasi yang kemarin terjadi, terlihat tertahan dan ditutup menguat.
"Intervensi mungkin saja terjadi, dan dari sisi pasar obligasi ada kemungkinan hari ini akan melanjutkan penurunan karena terdorong oleh sentimen negatif dari US Tresury," kata Nico. (Z-3)
POLEMIK kebijakan pascapandemi, dan memanasnya konflik geopolitik menjadi faktor pembeda jika dibanding dengan pemicu krisis ekonomi sebelumnya, seperti pada 1998 dan 2008.
SEJAK pandemi covid-19 hingga saat ini dan seterusnya, inflasi telah menjadi perhatian utama bagi para pengambil kebijakan ekonomi dan moneter di seluruh dunia.
Penutupan sebagian pemerintah AS (shutdown) selama lima pekan, merusak kinerja ekonomi domestik pada kuartal I 2019. Namun, dampak gangguan diprediksi akan segera pulih.
Suku bunga saat ini "sesuai", kata Powell dalam sebuah wawancara luas, acara berita selama 60 menit di CBS tv.
Orang nomor satu di Federal Reserve System (The Fed) akan memberikan petunjuk terkait prospek suku bunga AS.
Bank sentral AS (The Fed) telah meluncurkan kebijakan agresif untuk mendukung pasar di tengah pandemi Covid-19. Akan tetapi, nilai tukar dolar AS masih melemah.
Reserve Bank of India (RBI) mengalokasikan pembiayaan murah sebesar US$6,7 miliar yang ditujukan bagi rumah sakit, produsen vaksin covid-19, hingga perusahaan medis.
AS tetap tidak akan mengizinkan pemerintah Taliban mengakses cadangan bank sentral Afghanistan, yang sebagian besar disimpan di Amerika Serikat.
Bank sentral mengatakan akan melanjutkan pembelian emas di pasar domestik, meluncurkan lelang pembelian kembali tanpa batas dan mengurangi pembatasan posisi mata uang asing terbuka bank.
Bank sentral Singapura pada Jumat (14/10) memperketat kebijakan moneter untuk keempat kalinya tahun ini guna mengendalikan inflasi.
Tiongkok menjadi salah satu dari sedikit ekonomi utama yang mengikuti kebijakan moneter yang dinormalisasi dalam beberapa tahun terakhir.
BANK sentral Rusia mengatakan pada Jumat (17/2/2023) bahwa tekanan inflasi di seluruh ekonomi tetap kuat selama dua minggu pertama Februari, mengutip penurunan dalam rubel sebagai faktor.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved