Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Sri Mulyani: G20 Aset Penting, Representasi 80% Ekonomi Dunia

Insi Nantika Jelita
15/10/2022 21:01
Sri Mulyani: G20 Aset Penting, Representasi 80% Ekonomi Dunia
Menkeu Sri Mulyani saat memberikan paparan di forum G20.(Antara)

MENTERI Keuangan Sri Mulyani berpandangan bahwa kelompok negara 20 (G20) merupakan sebuah aset penting. Pasalnya, G20 merupakan forum ekonomi utama yang merepresentasikan 80% ekonomi dunia. 

Hal tersebut disampaikan Ani, sapaan akrabnya, saat berada di Washington DC, Amerika Serikat (AS). Selaku pengampu Kepresidenan G20 tahun ini, Indonesia akan berperan dalam mendesain kebijakan pemulihan ekonomi dunia. 

Dirinya menegaskan bahwa tugas Indonesia tidak hanya memastikan forum tersebut tetap berjalan dan efektif di tengah perkembangan isu global terkini.

Baca juga: KTT G20 Kesempatan Emas Bagi Pemulihan Ekonomi dan Pariwisata

"Indonesia dapat menciptakan pengaruh yang sangat besar dan menemukan solusi untuk berbagai permasalahan dunia," ujarnya dalam keterangan resmi, Minggu (15/10).

Data World Bank menunjukkan bahwa AS menduduki peringkat pertama negara anggota G20 yang memiliki perekonomian terbesar. Hal itu berdasarkan nilai produk domestik bruto (PDB) yang mencapai US$20.936,6 miliar pada 2020.

Berikutnya, ada Uni Eropa dengan total PDB sebesar US$15.276,47 miliar. Pada peringkat ketiga, ada Tiongkok dengan total PDB senilai US$14.722,73 miliar. Indonesia berada di posisi ke-16 negara dengan PDB mencapai US$1058,42 miliar di 2020.

Baca juga: KSP: Ekonomi RI pada 2023 Diperkirakan Relatif Baik

Menurut perhitungan Kemenkeu, gelaran G20 akan menghasilkan kontribusi sebesar US$533 juta atau sekitar Rp7,4 triliun pada PDB Indonesia. Di Negeri Paman Sam, Sri Mulyani melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Keuangan AS Janet Yellen, untuk membahas gejolak ekonomi global.

Beberapa isu yang menjadi pembahasan antara lain kerawanan pangan, gejolak volatilitas harga komoditas, kenaikan tingkat suku bunga, hingga penguatan nilai tukar dolar AS.

Dalam pertemuan bilateral tersebut, kedua negara bersepakat untuk mendorong perkembangan Financial Intermediary Fund (FIF) sebagai mitigasi risiko pandemi di masa depan. Lalu, dibahas juga potensi kerja sama untuk mewujudkan ekonomi hijau dan transisi energi.(OL-11)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya