Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Kajian Bank Dunia dan TNP2K sebut Kartu Prakerja Tingkatkan Inklusi Keuangan

M. ILham Ramadhan Avisena
15/6/2022 21:29
Kajian Bank Dunia dan TNP2K sebut Kartu Prakerja Tingkatkan Inklusi Keuangan
Webinar mengenai ekeftivitas Kartu Prakerja(Dok. Pribadi)

BANK Dunia bersama dengan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) merilis hasil kajian terhadap program Kartu Prakerja. Studi itu menunjukkan program yang berjalan sejak 2020 tersebut telah meningkatkan literasi dan inklusi keuangan Indonesia.

Sekretaris Eksekutif TNP2K Suprayoga Hadi menyebutkan, pemanfaatan eksosistem terintegrasi dengan implementasi end to end digital dan multichannel government to person (G2P) telah berlangsung dengan baik.

"Ini memberikan bukti nyata bagaimana teknologi digital dan finansial mempengaruhi efisiensi dan efektivitas program, serta meningkatkan pengalaman dan inklusi finansial para penerima," ungkapnya seperti dikutip dari siaran pers, Rabu (15/6).

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Satu Kahkonen menuturkan, Kartu Prakerja menjadi program pertama yang mampu mengimplementasikan mekanisme pembayaran G2P.

"Kartu Prakerja merupakan kebijakan pasar tenaga kerja aktif dan program bantuan sosial di Indonesia yang pertama kali mengimplementasikan mekanisme pembayaran G2P yang berorientasi pada penerima. Ini merupakan hal yang sangat inovatif," tuturnya.

Bank Dunia, imbuh Satu, memberikan tiga perhatian utama pada program tersebut. Pertama, penting untuk menawarkan berbagai pilihan bank dan e-wallet demi kemudahan akses oleh penerima.

Kedua, sebagian besar penerima dengan segera mencairkan bantuan sosial menjadi uang tunai setelah mereka terima. Hal ini menandakan kebutuhan untuk menyediakan lebih banyak pilihan dan mendorong penggunaan platform pembayaran digital.

Ketiga, adanya ruang untuk meningkatkan inklusi finansial dengan menyediakan program literasi keuangan untuk para peserta program bantuan sosial.

Sepanjang triwulan terakhir tahun 2021, Bank Dunia dan Sekretariat TNP2K didukung oleh G2Px Initiative Fund dan Indonesia Human Capital Acceleration Multi Donor Trust Fund (IHCA-MDTF) melakukan kajian untuk mempelajari implementasi bantuan sosial tanggap darurat covid-19. 

Kajian itu bertujuan untuk memahami kecukupan bantuan sosial dalam memenuhi kebutuhan penerima manfaat, dan mendukung reformasi lebih lanjut sistem pembayaran G2P.

Penelitian tentang Kartu Prakerja ini menggabungkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Survei telepon dilakukan oleh SurveyMETER pada 6-25 Oktober 2021 kepada 1.000 penerima Kartu Prakerja di 50 kecamatan yang tersebar di 50 kabupaten dan 25 provinsi.

Penerima manfaat ini terdaftar ke dalam program Prakerja untuk Gelombang 7-11 (atau terdaftar pada bulan September-November 2020). Dalam periode yang sama, wawancara mendalam dilakukan dengan pengelola program (MPPKP atau Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja) dan lembaga PJP (Penyedia Jasa Pembayaran) di tingkat pusat untuk mengkaji pengalaman mereka menerapkan sistem pembayaran G2P Kartu Prakerja saat ini, termasuk terobosan dan tantangan yang dihadapi.

Terdapat lima pesan kunci dari penelitian tersebut, yakni, pertama, 9 dari 10 responden telah menyelesaikan program Kartu Prakerja yang dimulai dari penerimaan hingga pemberian insentif pascapelatihan. Di antara mereka yang terpilih ke dalam program, 95,7% telah membeli pelatihan pertama dalam kurun waktu 30 hari.

Kedua, mayoritas responden menyatakan puas dengan pelatihan Kartu Prakerja pertama mereka. Mereka didorong oleh motivasi intrinsik dan/atau insentif pascapelatihan dalam menyelesaikan pelatihan pertama mereka. Sekitar 96,1% dari keseluruhan jumlah penerima Kartu Prakerja merasa puas dengan pelatihan pertama mereka.

Ketiga, penggunaan uang elektronik sebagai salah satu metode pembayaran berkontribusi positif terhadap tujuan inklusi keuangan. Kajian ini juga menemukan bahwa 76,6% penerima manfaat lebih memilih menggunakan rekening uang elektronik untuk menerima insentif pasca pelatihan, sementara selebihnya memilih rekening bank.

Keempat, sebagian besar penerima manfaat segera mencairkan insentif menjadi uang tunai setelah menerimanya di rekening mereka. Mayoritas responden menggunakan insentif untuk membeli makanan dan/atau untuk modal kerja. 

Setelah insentif mencapai rekening pilihan, 69% penerima mencairkan seluruh insentif mereka, sementara 31% lainnya mencairkan hanya sebagian atau tidak mencairkannya sama sekali.

Kelima, perluasan lebih banyak opsi penyedia rekening bank untuk menerima insentif pascapelatihan dapat meningkatkan penggunaan rekening bank. Penambahan satu bank swasta di awal tahun ini merupakan tambahan yang disambut sangat baik terkait gagasan ini. Hampir 90% penerima manfaat menganggap bahwa Kartu Prakerja telah menyediakan cukup pilihan PJP.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, Kartu Prakerja merupakan kisah sukses pemerintah dalam mentransformasi layanan publik. Baik teknologi digital maupun cara-cara yang biasa dilakukan startup ada di Prakerja.

"Pak Jokowi mencanangkan ‘tol langit’. Penggunaan telepon seluler jadi makin luas, dan industri berbasis teknologi informasi tumbuh pesat. Prakerja memanfatkan semua ini. Ekosistem belajar berbasis kemitraan dengan ratusan pelaku pun dibangun," kata Airlangga.

Baca juga : Pemerintah Kembangkan Alternatif Pembiayaan Infrastruktur

Dia memaparkan, ratusan pelaku bergabung di ekosistem Prakerja, dengan lebih dari 12 juta penerima Kartu Prakerja dari 514 kabupaten/kota bisa mendaftar, berlatih, menerima sertifikat, melihat lowongan kerja, dan mendaftar kerja secara online, tanpa dibatasi ruang dan waktu.

Airlangga menegaskan, Kartu Prakerja adalah pioneer dari pembayaran G2P melalui financial technology dan ini adalah satu peranan yang diterapkan oleh Kartu Prakerja untuk mengakselerasi inklusi keuangan di tanah air.

"Program Kartu Prakerja betul-betul sebuah terobosan atau breakthrough transformasi digital dan inklusi keuangan Indonesia," ujarnya yang juga Ketua Komite Cipta Kerja.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengatakan, Kartu Prakerja selalu memberikan kebebasan pesertanya memilih rekening yang digunakan untuk pencairan insentif. Ada pilihan bank, ada pula dompet elektronik.

"Dengan demikian, masyarakat bisa memilih sesuai preferensi masing-masing," jelasnya.

Selain itu, merujuk berbagai literatur terkait inklusi keuangan, ternyata untuk menjadi nasabah bank memiliki tantangan tersendiri. Antara lain banyaknya regulasi yang diperlukan serta dibutuhkannya kehadiran fisik dalam proses pembukaan rekening.

"Namun, dengan fakta begitu banyaknya masyarakat Indonesia memiliki telepon seluler, membuat kita bisa mengembangkan inklusi keuangan, berkolaborasi dengan lembaga-lembaga keuangan digital yang makin banyak tumbuh. Ini juga terkait banyak bank dan kantor pelayanan publik tidak beroperasi saat puncak pandemi lalu," urai Denni.

Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia Fitria Irmi Triswati mengungkapkan, selain mendorong inklusi keuangan, program Kartu Prakerja juga mendorong perluasan dan percepatan keuangan digital serta transparansi penyaluran bantuan sosial.

Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Yose Rizal Damuri menunjuk fakta menarik dari kajian ini adalah bagaimana mayoritas penerima Kartu Prakerja awalnya tidak memiliki akun uang elektronik atau dompet digital. Hampir 50 persen baru kali pertama menggunakan rekening e-money dan juga hampir 9 persen dari mereka kali pertama memiliki rekening bank.

"Dari temuan ini kita dapat melihat bagaimana inklusi keuangan telah menunjukkan kemajuan dan pengenalan Kartu Prakerja, terutama inisiatifnya dalam menggunakan mekanisme pembayaran digital G2P banyak membantu dalam aspek inklusi keuangan," kata Yose.

Wakil Ketua II Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) Aldi Haryopratomo menyoroti, apa yang dilakukan sistem Prakerja sebenarnya memungkinkan untuk menjadi sarana kolaborasi dari seluruh industri membidik target inklusi keuangan yang sulit yaitu rumah tangga yang berpendapatan rendah.

"Menurut hasil studi Bank Dunia, 44 persen dari jumlah penerima Prakerja termasuk dalam 40 persen rumah tangga termiskin. Ini memberikan landasan nyata bagi pemain e-money dan perusahaan teknologi keuangan lain untuk tumbuh, dan mengadopsi serta menargetkan pengguna berpendapatan rendah ini," tuturnya. (OL-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi
Berita Lainnya