LEMBAGA Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) mengungkapkan potensi belanja pemerintah mencapai Rp1.200 triliun.
LKPP pun membuat program e-katalog baik dari skala nasional, sektoral dan lokal untuk jajaran pemerintahan. Hal ini dianggap sebagai kunci untuk transparansi dalam pengadaan barang dan jasa.
"Kami banyak memotong mata rantai yang panjang. Proses bisnis sudah kita potong. Sejak dari OSS (Online Single Submission), langsung masuk e-katalog," ujar Kepala LKPP Abdullah Azwar Anas, Rabu (2/2).
Baca juga: Sri Mulyani: Omikron tidak Berdampak Jauh pada Perekonomian
Dengan adanya e-katalog, lanjut dia, dipastikan tidak ada proses administrasi yang panjang. Pihaknya juga memutuskan tidak ada negosiasi harga di LKPP. Dalam hal ini, kementerian atau lembaga (K/L) cukup mengakses e-katalog tersebut, tanpa harus bertemu petugas LKPP.
Langkah itu bertujuan meminimalkan penyelewengan dalam pengadaan barang dan jasa paket proyek pemerintah. "Tetapi, jika barang yang dijual di e-katalog lebih mahal atau ditemukan lebih murah di tempat lain, akan kena penalti denda dua kali lipat," imbuh Azwar.
Baca juga: Presiden: APBN 2022 Harus Responsif, Antisipatif dan Fleksibel
Azwar menjelaskan tidak ada lagi kontrak perpanjangan di LKPP. Kontrak di e-katalog akan bersifat seumur hidup. "Kecuali barang mereka expired. Ini untuk menghindari pertemuan staf kami dengan penyedia barang di e-katalog," jelasnya.
Di satu sisi, ada potensi Rp530 triliun dari transaksi online dan 32 juta pelaku belanja online pada 2021. "Kami diamanatkan Presiden Jokowi untuk meningkatkan penggunaan produk dalam negeri. Lalu, porsi UMKM harus diperbesar sekitar 40%, kemudian percepatan penyerapan APBN/APBD," tuutp dia.(OL-11)