Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
EFEKTIVITAS Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebagai instrumen peningkatan daya beli masyarakat kembali dipertanyakan. Sebab program tersebut tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap produktivitas perekonomian. Meski diyakini mampu menjaga daya beli, itu dinilai hanya berlangsung dalam jangka pendek.
"BSU tidak terlalu banyak membantu, dan ada potensi salah sasaran yang tinggi," kata Ekonom dari Universitas Paramadina Wijayanto Samirin saat dihubungi, Rabu (25/6).
Ia menilai program insentif seperti BSU hanya mendorong konsumsi dalam jangka pendek. Daya beli berpeluang terangkat, namun tidak berkelanjutan dan tidak membawa dampak terhadap efisiensi maupun produktivitas ekonomi nasional. Ketika program dihentikan, daya beli pun diperkirakan langsung merosot.
"Program peningkatan daya beli saat ini sifatnya konsumsi semata, jika insentif dihentikan, maka daya beli akan menurun seketika. Tidak ada dampak pada produktifitas dan efisiensi ekonomi," kata Wijayanto.
Sebagai solusi, jika pemerintah tetap berencana menggelontorkan insentif pada triwulan III mendatang, maka program tersebut sebaiknya diarahkan pada sektor yang mendorong aktivitas ekonomi riil dan memiliki efek berganda (multiplier effect) yang lebih kuat.
Wijayanto mengusulkan empat alternatif program yang dinilai lebih tepat sasaran dan produktif. Pertama, diskon listrik sebesar 50% untuk pelanggan hingga 1.300 VA, yang dipastikan menyasar kelompok menengah ke bawah. Selain mudah secara teknis, kebijakan ini dinilai efisien dalam meningkatkan daya beli masyarakat bawah secara langsung.
Kedua, ia menyarankan program infrastruktur padat karya dari Kementerian PUPR seperti pembangunan jalan desa atau irigasi. Selain menyerap tenaga kerja, program ini dinilai mendorong peningkatan produktivitas, terutama di sektor pertanian dan pedesaan.
Ketiga, pemerintah didorong memberikan subsidi bunga lebih besar bagi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Menurut Wijayanto, sektor perumahan rakyat memiliki daya ungkit besar terhadap ekonomi karena berdampak langsung pada lebih dari 140 subsektor, mayoritas berbasis produk dalam negeri.
Usulan keempat ialah pelonggaran rasional terhadap efisiensi belanja perjalanan dinas pemerintah. Ia menilai penghematan ekstrem di pos ini perlu ditinjau ulang agar tidak menghambat koordinasi dan layanan publik yang krusial.
Tak hanya itu, Wijayanto juga menyoroti tingginya jumlah hari libur nasional di Indonesia yang turut berkontribusi pada rendahnya produktivitas. Ia menyebut angka libur nasional yang saat ini mencapai 27 hari terlalu tinggi dan perlu dikurangi.
"Libur nasional perlu dikurangi dari saat ini 27 menuju titik optimal yaitu 12 hari. Tahun 2014 jumlah libur nasional kita adalah 15, mendekati titik optimal," jelasnya.
Diketahui sebelumnya, pemerintah telah menyalurkan BSU Tahun 2025 Tahap I kepada 2.450.068 pekerja. Jumlah tersebut merupakan bagian dari total 3.697.836 pekerja yang ditetapkan sebagai penerima BSU pada tahap pertama.
"Sampai dengan hari ini, Selasa, 24 Juni 2025, sebanyak 2.450.068 pekerja telah menerima BSU yang disalurkan langsung ke rekening masing-masing. Sementara sisanya, yakni 1.247.768 pekerja masih dalam proses penyaluran," ujar Menaker dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Selasa (24/6).
Untuk penyaluran BSU tahap II, BPJS Ketenagakerjaan telah menyerahkan data 4.535.422 calon penerima. Data tersebut saat ini sedang melalui proses verifikasi dan validasi guna memastikan ketepatan sasaran.
Menurut Menaker, program BSU 2025 diluncurkan sebagai langkah pemerintah dalam menjaga daya beli pekerja/buruh guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Program BSU merupakan salah satu program dari 5 Paket Stimulus Ekonomi dibawah kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo Subianto dengan target penerima sebanyak 17 juta pekerja/buruh.
"BSU Tahun 2025 diberikan sebesar Rp300.000 per bulan selama dua bulan dan dibayarkan sekaligus. Dengan demikian, setiap pekerja/buruh akan menerima total sebesar Rp600.000," jelasnya.
Adapun persyaratan penerima BSU adalah Warga Negara Indonesia yang dibuktikan dengan kepemilikan Nomor Induk Kependudukan (NIK); Peserta aktif program jaminan sosial ketenagakerjaan hingga April 2025; Menerima gaji/upah paling banyak Rp3.500.000 per bulan, atau paling tinggi sesuai dengan upah minimum kabupaten/kota atau provinsi bagi kabupaten/kota yang tidak menetapkan UMP/UMK.
Selain itu, penerima BSU bukan merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN), prajurit TNI, atau anggota Polri; Diprioritaskan bagi pekerja/buruh yang tidak sedang menerima bantuan dari Program Keluarga Harapan (PKH) pada tahun anggaran berjalan sebelum BSU disalurkan.
Menaker menuturkan, penyaluran BSU dilakukan melalui bank-bank Himbara (BNI, BRI, BTN, dan Mandiri), serta Bank Syariah Indonesia (BSI) khusus untuk penerima yang berdomisili di Provinsi Aceh. Sementara bagi pekerja yang tidak memiliki rekening bank Himbara, penyaluran akan dilakukan melalui PT Pos Indonesia. (H-3)
Realisasi penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) di Sumatra Barat telah menyentuh 94%. Secara total, sebanyak 174.203 pekerja di provinsi tersebut sudah menerima manfaat.
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka meninjau langsung proses penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) di Kantor Pos Pekanbaru, Riau, pada Senin (28/7).
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli meninjau langsung proses penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, pada Sabtu (26/7).
Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengungkapkan realisasi penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) sudah mendekati 85% dari total sekitar 15 juta penerima.
Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka memantau penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) di Kantor Pos Tangerang, Banten, Rabu (16/7).
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengingatkan masyarakat untuk selalu berhati-hati terhadap tautan (link) palsu yang mengatasnamakan program Bantuan Subsidi Upah.
Perekonomian NTB menjadi bergairah dengan adanya Fornas kali ini.
SEJUMLAH pasal yang mengatur berbagai aspek terkait tembakau pada PP Nomor 28 Tahun 2024 menuai kritik. Aturan ini dinilai berdampak negatif terhadap industri dan petani dalam negeri,
KOTA Batu tak hanya lekat dengan suguhan pemandangan alam, kabut, dan kesejukan udara, tetapi juga hamparan perbukitan dan perkebunan milik warga hadir memanjakan mata.
PEMERINTAH dinilai perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Over Dimension Overloading (ODOL) serta mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan,
PEMERINTAH didorong untuk bisa mengakselerasi belanja negara untuk mendukung perekonomian di dalam negeri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved