BADAN Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah menyepakati membawa Rancangan Undang Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RUU APBN) 2022 ke tingkat II, atau ke dalam rapat paripurna. Kesepakatan itu diraih dalam Rapat Kerja Banggar bersama pemerintah, Selasa (28/9).
“Apakah RUU APBN 2022 dapat kita sepakati? Dan apakah pembahasan yang telah kita lakukan dapat dilanjutkan ke tingkat II?” ujar Ketua Banggar DPR Said Abdullah diikuti persetujuan anggota Banggar.
Baca juga: Stok Pupuk Subsidi di Jawa Barat Penuhi Ketentuan Minimum
Adapun, kesepakatan RUU APBN 2022 itu merujuk dari beberapa rapat panitia kerja dan tim perumus yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah. Setidaknya terdapat beberapa perubahan dari Nota Keuangan RAPBN 2022 yang disampaikan pemerintah pada Agustus lalu setelah dibahas dalam panja.
Pada asumsi makro 2022 misalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia disepakati berada di angka 5,2%, berubah dari usulan pemerintah yakni di kisaran 5,0%-5,5%; laju inflasi tetap di level 3,0%; nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat tetap di Rp14.350.
Lalu tingkat bunga Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun berubah dari 6,82% menjadi 6,80%; harga minyak mentah Indonesia tetap di angka US$63 per barel; lifting minyak bumi tetap 703 ribu barel per hari; dan lifting gas bumi tetap 1.036 ribu barel setara minyak per hari.
“Panja meminta agar pemerintah melakukan extra effort untuk meningkatkan lifting minyak, melalui pengaturan regulasi yang memberikan ketenangan berusaha bagi KKKS. Sehingga mampu meningkatkan produksi dalam negeri dan mengurangi beban impor minyak,” tutur anggota Banggar Bobby A Rizaldi saat membacakan laporan panja.
Sementara itu target pembangunan tak mengalami perubahan yakni tingkat pengangguran terbuka di kisaran 5,5%-6,3%; tingkat kemiskinan 8,5%-9,0%; indeks gini rasio 0,376-0,378; indeks pembangunan manusia 73,41-73,46; nilai tukar petani 103-105; dan nilai tukar nelayan 104-106.
Kemudian Banggar dan pemerintah menyepakati pendapatan negara pada RUU APBN mencapai Rp1.846,14 triliun. Pendapatan negara itu terdiri dari penerimaan perpajakan Rp1.510 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp355,55 triliun, dan penerimaan hibah Rp579 miliar.
Bobby bilang, terdapat perubahan sisi penerimaan perpajakan. Berdasarkan hasil pembahasan panja, penerimaan perpajakan di 2022 ditargetkan mencapai Rp1.510 triliun, naik dari usulan pemerintah yakni Rp1.506 triliun. Penerimaan perpajakan itu terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp1.265 triliun dan penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp245 triliun.
Sedangkan belanja negara dalam RUU APBN 2022 disepakati mencapai Rp2.714,16 triliun yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.943,74 triliun, dan transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp770,41 triliun.
Perubahan pada sisi belanja negara itu terdapat pada alokasi belanja pemerintah pusat dari Rp1.938 triliun menjadi Rp1.944 triliun. Peningkatan belanja pemerintah pusat itu diharapkan mampu mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional dan reformasi struktural yang diagendakan pemerintah.
Dengan struktur pendapatan dan belanja negara tersebut, maka DPR dan pemerintah menyepakati defisit APBN dalam RUU APBN 2022 sebesar Rp868,02 triliun, atau 4,85% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka itu diasumsikan dengan nilai PDB nominal Indonesia mencapai Rp17.897 triliun.
Di kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah sepakat atas RUU APBN 2022 yang telah dibahas dalam panja dan disepakati di tingkat I bersama Banggar.
“Selanjutnya atas keputusan yang telah diambil di dalam pembicaraan tingkat I ini pemerintah sepakat untuk dapat meneruskan di dalam pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan terhadap RUU APBN Tahun Anggaran 2022 pada sidang paripurna DPR RI,” ujarnya.
Dia juga memastikan pengelolaan keuangan negara akan diupayakan berjalan dengan baik dan hati-hati. Berbagai masukan dan catatan yang diberikan DPR akan dijadikan pertimbangan dalam menjalankan kebijakan fiskal di 2022.
“APBN 2022 sebagai periode yang terakhir dari UU 2/2020 yang membolehkan pemerintah untuk melakukan defisit di atas 3% jelas merupakan tahun yang sangat penting. Bagaimana kita terus bisa mengawal pemulihan ekonomi dan di sisi lain terus melakukan upaya menyehatkan kembali APBN atau konsolidasi fiskal pada 2023,” pungkas Sri Mulyani. (OL-6)