Headline

Pertemuan dihadiri Dubes AS dan Dubes Tiongkok untuk Malaysia.

Fokus

Masalah kesehatan mental dan obesitas berpengaruh terhadap kerja pelayanan.

Indef: Penerimaan Pajak Sudah Loyo Sebelum Adanya Pandemi

Despian Nurhidayat
28/6/2021 17:42
Indef: Penerimaan Pajak Sudah Loyo Sebelum Adanya Pandemi
Aktivitas wajib pajak saat menyampaikan laporan di Kantor Pajak Pratama (KPP) Sudirman, Jakarta.(ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

INSTITUTE for Development of Economics and Finance (INDEF) menegaskan bahwa penerimaan pajak sudah loyo jauh sebelum pandemi covid-19 dengan pertumbuhan rata-rata 2,9% per tahun.

“Kondisi kesehatan APBN kita sudah sangat tidak baik sebelum Pandemi. Jadi jangan menjadikan Pandemi ini sebagai kambing hitam terhadap ambruknya atau menurunnya kinerja APBN kita,” ungkap Kepala Food Center Sustainable Food Development INDEF Abra Talattov dalam acara diskusi INDEF, Senin (28/6).

Bahkan, kata Abra, pertumbuhan perpajakan tahun 2019 hanya tumbuh 1,8%. Buruknya kinerja perpajakan juga tercermin dari rasio perpajakan yang terus turun dalam lima tahun terakhir. Tax rasio 2029 sebesar 9,6% dan berlanjut turun pada 2020 dengan 8,3%. Begitu juga dengan dan tax buoyancy yang selalu di bawah 1.

“Artinya kita 1% pertumbuhan ekonomi di tahun 2019 menciptakan 0,27% penerimaan pajak. Ini masih belum optimal penerimaan pajak kita,” tututnya.

Selain itu, dia menambahkan bahwa APBN sudah dimasuki “parasit” melalaui bunga utang. Ia menyebut, secara nominal nilai bunga utang terus membengkak dan secara proporsi terhadap penerimaan perpajakan pembayaran bunga utang Indonesia terus menanjak.

Baca juga: Menkeu: Terlalu Banyak Barang dan Jasa Dikecualikan dari Pajak

Abra mencatat pada 2014 beban bunga utang terhadap penerimaan perpajakan baru 11%, kemudian bertambah menjadi 17,24% pada 2020.

“Jumlah ini berpotensi terus meningkat karena kebutuhan pembiayaan hutang kita semakin besar kemudian bunga utang masih tinggi dibandingkan negara negara lain dan ini juga pada gilirannya akan meningkatkan beban bunga utang kita,” ujar Abra.

Hal tersebut berdampak pada alokasi belanja negara ke pos-pos lain seperti belanja modal, belanja subsidi, dan bantuan sosial.

“Yang paling ketara adalah belanja subsidi terhadap penerimaan pajak yang di 2014 porsinya 34% kemudian trendnya menurun dan menjadi 15,27% pada 2020 dan ini pun sebenarnya karena ada pandemi ditambah,” ucapnya.

Lebih lanjut Abra mengatakan bahwa alih-alih memungut PPN sembako untuk menggenjot penerimaan pajak, ia menyarankan pemerintah untuk melakukan reformasi penerimaan pajak. Karena rasio kepatuhan wajib pajak per April 2021 baru 64,5% dan rasio kepatuhan wajib pajak badan hanya 51,5%. Termasuk juga mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) serta menagih kontribusi BUMN terhadap PNBP.

“Optimalisasi pajak masih bisa dilakukan dengan menjawab berbagai potensi penerimaan pajak dari permasalahan mendasar perpajakan,” pungkas Abra. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya