KEPALA Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan Bank Indonesia (BI) masih mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5%. Salah satu pertimbangan bank sentral, yakni dibutuhkannya tingkat suku bunga yang relatif rendah, agar proses pemulihan ekonomi berjalan kondusif.
"Sementara di sisi lain, sejalan dengan ancaman tapering dari bank sentral negara-negara maju, BI juga diperkirakan memilih tidak menurunkan suku bunga lebih rendah, dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar," tutur Josua, Rabu (16/6).
Mengingat, belum ada sinyal kepastian dari The Fed terkait kebijakan tapering, BI diprediksi masih cenderung mempertahankan suku bunga hingga akhir tahun. Hal itu beriringan dengan kebijakan akomodatif berupa quantitative easing (pelonggaran likuiditas), serta triple intervention untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Baca juga: Menkeu: Proyeksi Ekonomi Kuartal II 2021 Terancam Gagal
Dalam merespon proses normalisasi kebijakan moneter, BI akan tetap mendorong terciptanya stabilitas nilai tukar dengan melakukan triple intervention di pasar spot USD/IDR. Berikut, transaksi lindung nilai (DNDF) dan pasar obligasi, sebelum mempertimbangkan normalisasi kebijakan moneter lewat langkah stabilisasi.
"Bank Indonesia diperkirakan baru menaikkan suku bunganya, ketika The Fed sudah mulai memberikan sinyal kuat dan konfirmasi terkait normalisasi suku bunganya," imbuh Josua.
Baca juga: BI Masih Pertahankan Suku Bunga Acuan 3,50%
Menurutnya, BI juga akan mengelola stabilitas perekonomian dengan mendorong pendalaman pasar keuangan. Sehingga, kondisi likuiditas dapat terkelola dengan baik. BI dinilai akan memperkuat kerja sama Bilateral Swap Agreement dengan bank sentral global dalam rangka memastikan likuiditas valas.
Berikut, memperkuat kerjasama Local Currency Settlement dengan bank sentral di regional Asia, untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
"Diharapkan kondisi likuiditas valas tetap terjaga, yang berimplikasi pada cadangan devisa dalam level yang solid. Serta, penguatan pendalaman pasar keuangan domestik diharapkan membatasi dampak negatif, yang berpotensi ditimbulkan normalisasi kebijakan moneter AS," pungkasnya.(OL-11)