Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi sebesar 0,10% pada Februari 2021. Angka itu menunjukkan pertumbuhan yang melambat dari bulan sebelumnya (mtm) sebesar 0,26%.
Pun, demikian jika dibandingkan dengan tingkat inflasi Februari 2020 (yoy) sebesar 0,28%. Dengan angka inflasi periode Februari 2021, maka inflasi tahun kalender tercatat 0,36%, sementara inflasi tahunan sebesar 1,38%.
"Pergerakan inflasi secara bulanan, pada Februari 2021 sebesar 0,10%. Ini jauh lebih lambat kalau dibandingkan dengan inflasi Januari 2021 sebesar 0,26%. Juga lebih lambat dibandingkan Februari 2020 sebesar 0,28%," ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, Senin (1/3).
Angka inflasi Februari 2021 didapat dari hasil pemantauan di 90 kota Indeks Harga Konsumen (IHK). Lalu, 54 kota yang dipantau tercatat mengalami inflasi, sedangkan 36 kota lainnya mengalami deflasi.
Baca juga: Jokowi: KRL Lebih Ramah Lingkungan, Cepat dan Murah
Inflasi tertinggi terjadi di Mamuju, Sulawesi Barat, yang tercatat sebesar 1,12%. Tingginya tingkat inflasi akibat musibah gempa bumi beberapa waktu lalu dan menyebabkan beberapa harga komoditas naik.
Ikan segar menjadi komoditas yang mengalami peningkatan harga signifikan. Selain itu, tarif angkutan udara yang naik pada Februari 2021 juga menyebabkan inflasi di Mamuju.
"Inflasi ini terjadi karena peningkatan harga untuk beberapa komoditas ikan, yang memang banyak dikonsumsi masyarakat setempat. Juga adanya kenaikan tarif angkutan udara yang memberi andil kepada inflasi di Mamuju sebesar 0,20%," terang Suhariyanto.
Sedangkan kota yang mengalami deflasi tertinggi ialah Gunung Sitoli, Sumatera Utara. Deflasi di wilayah itu tercatat sebesar 1,55%, karena penurunan harga dari beberapa komoditas. Seperti, cabai merah, ikan, cabai raiwt dan daging ayam ras.
Baca juga: Pemerintah Sebut Prospek Ekonomi RI Menjanjikan
Berdasarkan kelompok pengeluaran, imbuh Suhariyanto, terdapat lima kelompok yang tidak memberikan andil terhadap inflasi dan deflasi. Kelima kelompok pengeluaran tersebut, yakni pakaian dan alas kaki, kesehatan, informasi, komunikasi dan jasa keuangan, rekreasi, olahraga dan budaya, serta pendidikan.
Adapun kelompok pengeluaran yang memberikan andil pada deflasi tercatat hanya perawatan pribadi dan jasa lainnya. Komoditas yang paling dominan menyumbang deflasi di kelompok tersebut ialah emas perhiasan sebesar 0,22%.
"Harga emas batangan, logam mulia di pasaran internasional mengalami penurunan. Tentunya ini akan berpengaruh pada turunnya harga emas perhiasan dibandingkan Januari 2021. Penurunan harga emas perhiasan ini terjadi di 78 kota IHK," pungkasnya.
Berdasarkan komponen, harga bergejolak (volatile price) menjadi komponen yang mengalami deflasi sebesar 0,01%. Sedangkan inflasi inti dan harga yang diatur pemerintah (administered price) mengalami inflasi masing-masing sebesar 0,11% dan 0,21%.
Baca juga: Investor Masih Mewaspadai Imbal Hasil Obligasi AS
Komponen inflasi inti memberikan andil pada tingkat inflasi sebesar 0,07%. Itu disebabkan kenaikan harga ikan segar dan kenaikan upah asisten rumah tangga.
Kendati demikian, inflasi inti pada Februari 2021 lebih lambat bila dibandingkan Januari 2021 yang tercatat 0,14%. Pun demikian bila dibandingkan dengan tingkat inflasi Februari 2020 sebesar 0,14%.
Suhariyanto menilai angka inflasi Februari 2021 secara menyeluruh menunjukkan pelambatan. Itu menunjukkan bahwa dampak pandemi covid-19 belum mereda.
"Laju inflasi ini lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya, juga lebih lambat dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya. Bisa dilihat dampak pandemi masih belum reda. Terlihat permintaan domestik juga masih lemah," tutup dia.(OL-11)
Tulus Abadi menuding angka pertumbuhan ekonomi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) tidak tidak mencerminkan kondisi masyarakat di lapangan.
JAUH di atas ekspektasi pasar, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2025, y-o-y, mencapai 5,12%, meningkat dari 4,87% kuartal I 2025.
SULAWESI dan Jawa menjadi dua wilayah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi pada triwulan II-2025.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal kedua 2025 tumbuh sebesar 5,12% secara tahunan (year-on-year/yoy).
Pembangunan yang baik harus didukung data akurat, lengkap, detail dan terkini.
Lonjakan ini tidak lepas dari berbagai program promosi pariwisata yang terus digencarkan, termasuk kerja sama dengan pelaku industri dan pemerintah pusat.
Perekonomian NTB menjadi bergairah dengan adanya Fornas kali ini.
SEJUMLAH pasal yang mengatur berbagai aspek terkait tembakau pada PP Nomor 28 Tahun 2024 menuai kritik. Aturan ini dinilai berdampak negatif terhadap industri dan petani dalam negeri,
KOTA Batu tak hanya lekat dengan suguhan pemandangan alam, kabut, dan kesejukan udara, tetapi juga hamparan perbukitan dan perkebunan milik warga hadir memanjakan mata.
PEMERINTAH dinilai perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Over Dimension Overloading (ODOL) serta mencari solusi yang komprehensif dan berkelanjutan,
EFEKTIVITAS Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebagai instrumen peningkatan daya beli masyarakat kembali dipertanyakan. Sebab program tersebut tidak memberikan kontribusi signifikan.
PEMERINTAH didorong untuk bisa mengakselerasi belanja negara untuk mendukung perekonomian di dalam negeri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved