Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Deflasi 0,10% Pada Juli 2020, BPS: Daya Beli Harus Ditingkatkan

M. Ilham Ramadhan Avisena
03/8/2020 12:32
Deflasi 0,10% Pada Juli 2020, BPS: Daya Beli Harus Ditingkatkan
Aktivitas pedagang di pasar tradisional Lambaro, Aceh.(Antara/Irwansyah Putra)

BADAN Pusat Statistik (BPS) merilis hasil survei tingkat inflasi yang dilakukan di 90 kota Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Juli 2020. Hasilnya, terjadi deflasi 0,10% yang berasal dari deflasi 61 kota IHK dan inflasi 29 kota IHK.

"Perkembangan harga berbagai komoditas pada Juli 2020 secara umum menunjukkan adanya penurunan. Hasil pemantauan di 90 kota, terjadi deflasi sebesar 0,10%. Tingkat inflasi tahun kalender Januari-Juli 2020 adalah 0,98% dan tingkat inflasi tahun ke tahun sebesar 1,54%," jelas Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers virtual, Senin (3/8).

Dari 61 kota IHK yang mengalami deflasi, lanjut dia, Manokwari menjadi kota yang mengalami deflasi tertinggi, yakni 1,09%. Itu disebabkan penurunan beberapa harga komoditas bahan pangan, seperti bawang merah dan bawang putih.

Baca juga: Realisasi Stimulus Covid-19 Minim, Jokowi: Ini Urusan Ekonomi

Sementara itu, deflasi terendah sebesar 0,01% terjadi di 5 kota IHK, yakni Gunungsitoli, Bogor, Bekasi, Luwuk dan Bulukamba. Adapun Timika menjadi kota yang mengalami inflasi tertinggi sebesar 1,45%. Inflasi tersebut disebabkan kenaikan tarif angkutan udara.

Kemudian, inflasi terendah terjadi di 2 kota IHK, yakni Banyuwangi dan Jember dengan masing-masing sebesar 0,01%. Suharyanto menekankan posisi deflasi yang terjadi pada Juli 2020 terlihat cukup dalam. Sebab, pada Juni 2020 masih terjadi inflasi sebesar 0,18%.

"Deflasi kali ini jauh dari inflasi Juli 2019 sebesar 0,31%. Perkembangan secara tahun kalender juga terus menurun. Kalau pada Juni 2020 1,96% dan pada Juli 1,54%," paparnya.

Deflasi pada Juli 2020 disebabkan 3 kelompok pengeluaran, yakni makanan, minuman dan tembakau mengalami deflasi 0,73%. Kemudian, kelompok transportasi 0,17%, serta perumahan, air listrik dan bahan bakar rumah tangga terjadi deflasi 0,01%.

Baca juga: Ada Libur Idul Adha, Okupansi Hotel Tidak Naik Signifikan

Adapun deflasi pada kelompok pengeluaran makanan, minuman dan tembakau disebabkan  penurunan harga bahan pangan. Misalnya, bawang merah tercatat deflasi 0,11%, harga daging ayam ras berkontribusi pada deflasi 0,04% dan harga bawang putih mengalami deflasi 0,03%. Kemudian, deflasi sebesar 0,01% pada komoditas seperti beras, cabai rawit dan gula pasir.

Sedangkan komoditas yang dominan memberi andil pada inflasi, yaitu telur ayam ras dengan inflasi 0,04% dan rokok putih tercatat inflasi sebesar 0,01%.

"Makanan, minuman dan tembakau deflasi 0,73% dan memberi andil pada tingkat deflasi pada Juni 2020 sebesar 0,19%. Banyak sekali komoditas pangan yang mengalami penurunan harga lumayan tajam. Sehingga kelompok makanan, minuman dan tembakau memberi andil pada deflasi 0,19%," urai Suhariyanto.

Selanjutnya, kelompok pengeluaran transportasi mengalami deflasi 0,17% pada Juli 2020. Komoditas yang dominan berkontribusi pada tingkat deflasi ialah penurunan tarif angkutan udara dan memberi andil sebesar 0,05%.

Baca juga: Presiden: Kuartal III, Kunci Selamatkan Ekonomi Nasional

Kendati demikian, masih ada komoditas transportasi lain yang mengalami inflasi, yakni tarif angkutan antarkota dan tarif angkutan kendaraan roda empat online. Adapun kedua komponen berkontribusi pada tingkat inflasi Juli 2020 sebesar 0,01%.

"Penurunan tarif angkutan udara cukup dalam dan tidak bisa terkompensasi dengan naiknya tarif angkutan antarkota dan tarif kendaraan roda empat online,” imbuhnya.

Adapun inflasi tertinggi terjadi pada kelompok pengeluaran perawatan pribadi dan jasa lainnya. Pada Juli 2020, tingkat inflasinya mencapai 0,93% dan berkontribusi pada tingkat inflasi sebesar 0,06%. Penyebab utama inflasi ialah melambungnya harga emas dan memberi andil sebesar 0,05%.

"Harga emas terus naik tajam dan mencapai puncaknya pada hari-hati terakhir ini. Ini terjadi di 80 kota IHK dan tertinggi terjadi Bungu sebesar 10% dan diikuti kenaikan harga emas di Tarakan, Medan dan Padang yang naik 9%," urai Suhariyanto.

Baca juga: Penduduk Miskin Meningkat, Menkeu: Pemerintah Andalkan Bansos

Dilihat berdasarkan komponen, deflasi pada Juli 2020 berasal dari komponen harga bergejolak (volatile price) sebesar 1,19%. Penyebabnya ialah penurunan harga bawang merah, harga daging ayam ras, bawang putih dan harga beras.

Sedangkan pada komponen harga yang diatur pemerintah (administered price) terjadi deflasi sebesar 0,07% dan menyumbang pada tingkat deflasi Juli 2020 sebesar 0,01%. Penyebab utamanya ialah turunnya tarif angkutan udara dan naiknya harga rokok putih, tarif angkutan antarkota dan tarif angkutan kendaraan roda empat online.

Pada komponen inflasi inti, terjadi inflasi sebesar 0,16%. Angka tersebut naik dari tingkat inflasi pada Juni 2020 yang sebesar 0,02%. Namun, jika dilihat dari tahun kalender, diketahui terjadi tren penurunan inflasi.

"Inflasi inti masih lemah, meski ada peningkatan di Juli 2020. Ini menunjukkan bahwa kita harus berupaya meningkatkan daya beli masyarakat," pungkas Suhariyanto.(OL-11)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya