Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

19 RUU Jadi Prioritas Sri Mulyani, Termasuk Redenominasi Rupiah

Henri Siagian
07/7/2020 18:05
19 RUU Jadi Prioritas Sri Mulyani, Termasuk Redenominasi Rupiah
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati(MI/Ramdani)

MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah atau redenominasi rupiah menjadi program legislasi nasional (prolegnas).

"Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran strategis Kementerian Keuangan, diusulkan 19 RUU yang menjadi bidang tugas dan yang terkait dengan bidang tugas Kementerian Keuangan untuk ditetapkan dalam Prolegnas Jangka Menengah Tahun 2020-2024," seperti tertulis dalam lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024.

Baca juga: Kapan Redenominasi Rupiah Sebaiknya Dimulai?

Dalam lampiran tersebut menjelaskan urgensi pembentukan RUU tentang Redenominasi Rupiah adalah bisa menimbulkan efisiensi perekonomian berupa percepatan waktu transaksi, berkurangnya risiko human error, dan efisiensi pencantuman harga barang/jasa karena sederhananyajumlah digit rupiah. Selain itu, penyederhanaan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan APBN karena tidak banyaknyajumlah digit rupiah.

Baca juga: Redenominasi Tidak Masuk Prolegnas Perubahan 2017

Wacana RUU Redenominasi sempat mengemuka pada 2011 antara lain digaungkan oleh Gubernur Bank Indonesia saat itu Darmin Nasution dan Menteri Keuangan saat itu Agus Martowardojo.

Baca juga: Redenominasi tengah Dikaji secara Akademis

Bahkan, Agus Martaowardojo pada Desember 2011 sempat memastikan pembahasan RUU Redenominasi Rupiah bersama DPR dapat mulai dilakukan pada 2012. Di mana, pada 2011, BI dan Kementerian Keuangan telah memasukkan RUU Redenominasi Uang ke Kementerian Hukum dan HAM.

Baca juga: BI Dorong RUU Redenominasi Masuk Prolegnas 2017

RUU Perubahan Harga Rupiah adalah salah satu dari 19 RUU yang dijadikan prioritas dalam PMK yang ditetapkan oleh Sri Mulyani pada 29 Juni itu.

1. RUU tentang Bea Meterai.
2. RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian (Omnibus Law).
3. RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (RUU HKPD).
4. RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Omnibus Law).
5. RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara (RUU PKN) (Omnibus Law).
6. RUU tentang Pelaporan Keuangan.
7. RUU tentang Pasar Modal.
8. RUU tentang Penjaminan Polis.
9. RUU tentang Bank Indonesia (RUU BI).
10. RUU tentang Perbankan.
11. RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
12. RUU tentang Dana Pensiun.
13. RUU tentang Pajak Penghasilan (RUU PPh).
14. RUU tentang Pajak atas Barang dan Jasa.
15. RUU tentang Pajak Bumi dan Bangunan (RUU PBB).
16. RUU tentang Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia (RUU LPPI).
17. RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (RUU Redenominasi).
18. RUU tentang Kepabeanan.
19. RUU tentang Cukai.

Baca juga: Timbul Tenggelam Redenominasi

Adapun urgensi dari RUU masing-masing tersebut ialah:

1. RUU tentang Bea Meterai.

Berpotensi meningkatkan penerimaan negara dengan memberikan landasan hukum atas mekanisme pemungutan bea meterai yang diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan bea meterai dan perluasan basis data yang dapat dimanfaatkan guna kepentingan analisis dan komparasi data dengan jenis pajak yang lain. Secara tidak langsung data tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan pajak lainnya.

2. RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan Untuk Penguatan Perekonomian (Omnibus Law).

a. Meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor, meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, meningkatkan kepastian hukum dan mendorong minat WNA untuk bekerja di Indonesia yang dapat mendorong alih keahlian dan pengetahuan bagi peningkatan kualitas SDM Indonesia.

b. Mendorong kepatuhan sukarela wajib pajak dan menciptakan keadilan berusaha antara pelaku usaha dalam negeri dan pelaku usaha luar negen.

3. RUU tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (RUU HKPD).

a. Meningkatkan perekonomian, pemerataan keuangan daerah, dan kesejahteraan di daerah yang akan beragregasi positif pada level nasional melalui perbaikan sistem intergovernmental transfer.

b. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan APBD melalui reformasi pengelolaan keuangan daerah.

4. RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (Omnibus Law)

a. Menyesuaikan pengaturan di sektor jasa keuangan untuk mendukung pembangunan nasional.

b. Menyesuaikan pengaturan di sektor jasa keuangan agar sejalan dengan perkembangan global dan domestik, khususnya perkembangan teknologi dan inovasi bisnis serta struktur konglomerasi pada industri jasa keuangan yang membutuhkan penguatan pengawasan terintegrasi.

c. Merevisi perundang-undangan sektor keuangan yang bersifat sektoral dan kelembagaan secara komprehensif pada waktu yang bersamaan agar tidak ada kebutuhan, isu strategis, dan kepentingan yang tertinggal.

5. RUU tentang Pengelolaan Kekayaan Negara (RUU PKN) (Omnibus Law)

a. Memberikan kepastian hukum masyarakat dalam pemanfaatan kekayaan negara khususnya di bidang ekonomi, penguatan data fiskal kekayaan negara.

b. Penyempurnaan sistem memberikan manfaat yang kemakmuran rakyat. pengelolaan kekayaan megara, guna sebesar-besarnya bagi perekonomian dan

c. Mengoptimalkan penerimaan pemerintah pusat dan penerimaan daerah serta mewujudkan pertumbuhan sektor riil melalui dukungan penilaian yang profesional dan independen.

d. Memberikan dampak positif bagi penerimaan negara berupa PNBP, pokok lelang, mengamankan pajak, dan mengurangi potential lost.

e. Menyelamatkan keuangan negara yang tertunggak pada debitur dalam waktu yang relatif singkat, efektif, dan efisien sehingga hasilnya dapat segera dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan nasional.

6. RUU tentang Pelaporan Keuangan.

a. Meningkatkan potensi penerimaan negara dari sektor perpajakan melalui sistem pelaporan keuangan yang baik.

b. Memberikan perlindungan dan jaminan hukum yang memadai atas jasa yang diberikan oleh para profesional di bidang pelaporan keuangan sehingga dapat meningkatkan kualitas jasa profesional dan memberikan kontribusi besar dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang baik.

7. RUU tentang Pasar Modal.

Meningkatkan kontribusi sektor keuangan terhadap PDB Indonesia melalui peningkatan kegiatan dan volume penjualan atau pembelian di pasar modal, sehingga memengaruhi peningkatan pemasukan pajak yang berujung pada peningkatan pendapatan untuk negara.

8. RUU tentang Penjaminan Polis.

a. Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi sehingga menciptakan industri asuransi yang kuat, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pengumpulan dan pemanfaatan sumber pembiayaan jangka panJang dan mendukung pertumbuhan perekonomian.

b. Program penjaminan polis juga diharapkan dapat membantu menjaga stabilitas sistem keuangan sehingga dapat memutus risiko sistemik di industri jasa keuangan dan dapat menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.

9. RUU tentang Bank Indonesia (RUU BI).

a. Mendukung pertumbuhan perekonomian nasional sehingga meningkatkan penerimaan (APBN) dan kesejahteraan masyarakat melalui kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran yang efektif.

b. Mendorong pertumbuhan investasi melalui penambahan kewenangan BI terkait pengaturan makroprudensial.

10. RUU tentang Perbankan.

a. Mengoptimalkan peran perbankan baik sebagai perantara keuangan, pengelola dana masyarakat, pelaku di pasar keuangan, maupun penyedia jasa remitansi, dalam mendukung percepatan pertumbuhan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi nasional.

b. Mewujudkan kemandirian finansial masyarakat dalam mendukung upaya peningkatan pemerataan pembangunan.

11. RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Menciptakan kepatuhan perpajakan sebagai kelanjutan dari kebijakan pasca-tax amnesty guna meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan melalui penerapan prinsip pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan yang mudah, murah, cepat, berbasis teknologi dan informasi.

12. RUU tentang Dana Pensiun.

a. Mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pendalaman pasar keuangan yang berpotensi mengurangi beban APBN dalam hal pemberian perlindungan kepada masyarakat, khususnya mereka yang berusia lanjut.

b. Berpotensi menambah pendapatan negara (pajak) seiring dengan meningkatnya kesejahteraan penduduk.

13. RUU tentang Pajak Penghasilan (RUU PPh).

Meningkatkan sumber penerimaan negara yang lebih sustainable melalui perluasan tax base dan peningkatan kepatuhan pajak, serta pemajakan atas transaksi di lintas yurisdiksi sehingga berpotensi pula pada meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan perbaikan iklim berusaha melalui peraturan perpajakan yang lebih sederhana, adil, dan berkepastian hukum.

14. RUU tentang Pajak atas Barang dan Jasa.

a. Meningkatkan tingkat kepatuhan PPN di Indonesia serta memperluas tax base sehingga dapat meningkatkan penerimaan dari PPN.

b. Dengan tax base PPN yang semakin luas, potensi penerimaan pajak akan semakin meningkat, sehingga kebutuhan belanja APBN dapat lebih dipenuhi dari penerimaan pajak.

c. Perluasan tax base pengenaan pajak konsumsi tersebut dilakukan melalui penataan ulang perlakuan pajak atas barang danjasa yang lebih membatasi pemberian fasilitas dan pengaturan ulang batasan pengusaha kena pajak.

15. RUU tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

Meningkatkan penerimaan negara dari sektor Pajak Bumi dan Bangunay melalui:
a. peningkatan basis pajak dan fleksibilitas tarif,
b. transformasi sistem pemungutan pajak dari semula official-assessment system menjadi self-assessment system, untuk memperoleh penerimaan negara lebih awal tanpa menunggu ketetapan yang diterbitkan oleh fiskus.

16. RUU tentang Lembaga Pembiayaan Pembangunan Indonesia (RUU LPPI).

a. Meningkatkan kemampuan pembiayaan bidang-bidang tertentu khususnya sektor pembangunan dan industri melalui leveraging.

b. Menjadi katalis sehingga terdapat peningkatan appetite sektor privat pada pembiayaan-pembiayaan dengan karakteristik kebutuhan pendanaan yang besar, jangka panjang, imbal hasil yang rendah, dan risiko yang tinggi dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional.

17. RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (RUU Redenominasi).

a. Menimbulkan efisiensi perekonomian berupa percepatan waktu transaksi, berkurangnya risiko human error, dan efisiensi pencantuman harga barang/jasa karena sederhananyajumlah digit Rupiah.

b. Menyederhanakan sistem transaksi, akuntansi dan pelaporan APBN karena tidak banyaknyajumlah digit Rupiah.

18. RUU tentang Kepabeanan.

a. Meningkatkan devisa negara melalui peningkatan investasi serta ekspor dengan memberikan fasilitas kepabeanan yang semakin mendukung dunia bisnis.

b. Melindungi usaha mikro kecil menengah dan meningkatkan kesejahteraan umum.

c. Menciptakan revitalisasi, simplifikasi, dan modernisasi mekanisme di bidang ekspor untuk mendorong dan menunjang kelancaran arus barang ekspor, meningkatkan pelayanan berbasis IT dan pertukaran data.

d. Melakukan penguatan pengawasan (pencegahan, penegasan fungsi intelijen, penguatan kewenangan audit dan penguatan kewenangan penyidikan).

19. RUU tentang Cukai.

a. Menegaskan paradigma cukai sebagai instrumen fiskal untuk mengendalikan konsumsi/ penggunaan objek-objek tertentu (control tax atau driving tax dan tidak sekedar sin tax), dan berkaitan pula dalam hal administrasi cukai seperti: sanksi administrasi lebih diutamakan daripada sanksi pidana dengan penerapan azas ultimum remedium, rekonstruksi konsep penerapan earmarking cukai.

b. Mengakomodasi pentingnya pengaturan objek cukai yang lebih dinamis dengan mekanisme penetapan yang lebih efektif dan efisien dalam rangka ekstensifikasi objek cukai), agar dapat memaksimalkan cukai sebagai sumber penerimaan negara selain perpajakan yang potensial, adaptif, dan rasional. Hal ini sejalan juga dengan wacana konversi PPnBM menjadi cukai.

c. Menyesuaikan beberapa materi administrasi cukai lainnya terhadap tuntutan perkembangan hukum, ekonomi, industri, bisnis/perdagangan, lingkungan, sosial masyarakat, dan teknologi.

Misalnya: pengaturan yang dapat mengakomodasi berbagai jenis potensi objek cukai atau subjek cukai, penyesuaian terminologi dengan regulasi terkait lainnya, penerapan single document, dan pengawasan berbasis teknologi (contoh: IT inventory).

Selain Rancangan Undangan-Undang tersebut di atas, sebagai respons menghadapi risiko pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

Adapun tujuan dibentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah:

a) Peningkatan belanja untuk mitigasi risiko kesehatan, melindungi masyarakat dan menjaga aktivitas usaha.

b) Menjaga stabilitas sektor keuangan melalui tindakan antisipasi (fonuard looking). dan

c) Mengatasi kondisi mendesak dalam rangka penyelamatan kesehatan, perekonomian nasional dengan fokus pada belanja kesehatan, jaring pengaman sosial (social safety net) serta pemulihan dunia usaha yang terdampak.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Henri Siagian
Berita Lainnya