Headline

PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.  

Fokus

Pendidikan kedokteran Indonesia harus beradaptasi dengan dinamika zaman.

Pemerintah Siapkan Instrumen untuk Perlindungan Lingkungan Hidup

Atikah Ishmah Winahyu
01/8/2019 17:49
Pemerintah Siapkan Instrumen untuk Perlindungan Lingkungan Hidup
Lahan semak yang terbakar di Kabupaten Pidie, Aceh, beberapa waktu lalu.(MI/AMIRUDDIN ABDULLAH REUBEE)

PEMERINTAH akan menggunakan berbagai instrumen kebijakan dalam rangka mendorong perlindungan hutan di berbagai daerah. Instrumen-instrumen kebijakan terkait lingkungan hidup dan kehutanan tersebut ada pada Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).

Demikian diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Konferensi Transfer Fiskal Ekologis di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Kamis (1/8).

Sri menambahkan, anggaran APBN 2019 yang mendekati Rp2.500 triliun, sepertiganya dialokasikan untuk TKDD.

"Besarnya TKDD dari tahun ke tahun meningkat luar biasa besar. Terakhir, untuk tahun ini mencapai Rp826,8 triliun atau tumbuh 9,1%, kenaikannya tinggi dan jenis instrumennya juga semakin bervariasi," ujarnya.

Adapun instrumen-instrumen dalam TKDD yang terkait dengan lingkungan hidup yakni, DBH SDA (Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam), DAK (Dana Alokasi Khusus), Dana Insentif Daerah (DID), Hibah Daerah, Dana Desa, dan Dana Alokasi Umum (DAU). 

Namun menurut Sri, instrumen DAU sampai saat ini tidak didesain untuk menjawab permasalahan spesifik terkait konservasi hutan maupun kompensasi atas perlindungan lingkungan hidup.

"Kalau kita menggunakan DAU dimana masalah luasan hutan ini dimasukkan, persoalan yang muncul langsung adalah bahwa tidak semua daerah memiliki luasan hutan. Sehingga kalau memasukkan formula itu di DAU dengan sendirinya langsung meningkatkan daerah yang punya luasan hutan dan meng-nolkan daerah yang tidak punya hutan," jelasnya.

Untuk itu, Menkeu menyarankan salah satu instrumen alternatif yang telah diterapkan di Papua yakni Dana Otonomi Khusus.

"Papua juga sudah menggunakan dana khusus ini antara lain untuk lingkungan hidup dan kehutanan contohnya penggunaan untuk program rehabilitasi hutan, program perencanaan dan pengembangan hutan, serta peningkatan kualitas serta akses informasi," tambahnya.

Baca juga: Menteri Siti Nurbaya: Kejahatan Lingkungan Harus Dihentikan

Dalam kesempatan itu, Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) 2008-2018 Sangkot Marzuki mengatakan Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang memiliki wilayah hutan terluas. Namun, daerah-daerah di dalam negeri yang memiliki hutan yang luas justru sedang menghadapi dilema.

Daerah yang memilih untuk menjaga hutan tidak mendapatkan keuntungan dibandingkan daerah yang mengganti fungsi hutan menjadi lokasi tambang atau perkebunan kelapa sawit. Padahal, menjaga hutan juga menimbulkan biaya yang tidak sedikit.

"Semakin tinggi proporsi hutan primer dan sekunder di sebuah daerah, pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut justru turun karena tidak ada keuntungan yang didapat," kata Sangkot.

Oleh sebab itu, Sangkot menilai dibutuhkan transfer fiskal ekologis untuk mendorong pemerintah daerah agar tetap menjaga kawasan hutan yang ada di wilayahnya.

Senada, Direktur World Resources Institute (WRI) Indonesia Nirarta Samadhi menuturkan, pemerintah maupun masyarakat Indonesia harus melakukan berbagai tindakan guna mencegah peningkatan suhu bumi, salah satunya dengan menjaga kawasan hutan melalui kebijakan transfer fiskal ekologis yang dibarengi dengan upaya pengurangan emisi.

"Kita perlu bergegas melakukan tindakan agar peningkatan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 derajat. Jika kita hanya fokus pada upaya pengurangan emisi, maka peningkatan suhu bumi kita akan berada pada titik di atas 3 derajat," ujarnya. (A-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya