Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Uni Eropa Kembali Tembakkan Peluru ke Biofuel Indonesia

Andhika Prasetyo
16/4/2019 17:25
Uni Eropa Kembali Tembakkan Peluru ke Biofuel Indonesia
Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan(. ANTARA FOTO/Saptono/Spt/17)

EKSPOR bahan bakar terbarukan (biofuel) Indonesia ke Uni Eropa akan kembali dihalangi. Bukan dengan skema Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Regulation, melainkan dengan tuduhan bantuan subsidi dari pemerintah.

Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan membeberkan bahwa tim Uni Eropa pekan lalu baru saja tiba di Indonesia dan melakukan investigasi terhadap tiga perusahaan biofuel lokal. Mereka menuduh pengusaha biofuel di Tanah Air mendapat bantuan subsidi sehingga bisa menjual ke pasar luar negeri dengan harga murah.

"Tuduhannya itu ada banyak, mulai dari bangun pabrik di kawasam berikat, dapat dukungan Exim Bank, dapat dukungan asuransi pemerintah. Semua bentuk dukungan mereka sebut subsidi. Tapi kita sudah buktikan kemarin saat mereka datang, semua itu tidak ada," ujar Paulus di Jakarta, Selasa (16/4).

Namun, menurut Paulus, bukan UE namanya jika tidak penuh kelicikan. Mendapati semua tuduhan terbantahkan, mereka mengajukan berbagai pertanyaan yang ajaib sehingga tidak mampu dijawab para perusahaan biofuel lokal.

Pihak UE menanyakan asal CPO yang didapat perusahaan. Mereka meminta nama 10 penyuplai CPO itu, lengkap dengan struktur organisasi dan keuangan. Informasi tersebut, kata Paulus, tidak bisa diberikan perusahaan.

"Karena kami tidak bisa berikan, mereka menganggap kami tidak kooperatif. Karena tidak kooperatif kita dianggap dapat subsidi. Korelasinya memang tidak ada antara subsidi dan pertanyaan mereka. Tapi ya seperti itu. Intinya kita tidak bisa jawab, tidak kooperatif, artinya kita subsidi. Aneh memang," jelas Paulus.

Dengan UE mengeluarkan tuduhan subsidi, Indonesia tentu akan mengajukan gugatan ke World Trade Organization (WTO). Hanya saja, selama proses gugatan dilaksanakan sampai hasilnya keluar, kegiatan perdagangan biofuel ke Benua Biru harus dibekukan.

"Kita baru bisa ekspor lagi setelah hasil keluar. Kami optimistis akan menang karena tuduhan itu memang tidak benar. Hanya saja, proses di WTO ini tidak cepat. Bisa tiga tahun. Jadi selama itu kita tidak bisa ekspor ke sana," ucap Paulus.

Dengan siasat baru itu, diyakini ekspor biofuel ke UE akan kembali terhalang. Tahun lalu, ekspor bahan bakar campuran minyak nabati itu mencapai 900 ribu ton ke Benua Biru.

Sedianya, urusan antara UE dan Indonesia terkait biofuel yang berakhir di WTO bukan kali pertama. Pada 2013, UE menerapkan bea masuk anti dumping dengan margin 13%-23,3% yang kemudian digugat Indonesia.

Akhirnya, setelah berproses empat tahun, organisasi dagang dunia itu memenangkan enam gugatan Indonesia pada 2018. "Baru setahun kita mulai ekspor, sekarang sudah dihalangi lagi dengan cara lain," tuturnya.

Jika Indonesia menggugat EU ke WTO kali ini, dan butuh waktu tiga atau empat tahun untuk menyelesaikan persoalan tersebut, itu akan sudah memasuki 2023.

Tahun itu hampir bertepatan dengan berlakunya kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Regulation yang mengatur penggunaan energi terbarukan untuk periode 2020 hingga 2030. Mulai Januari 2024, penggunaan biofuel sawit di UE akan diturunkan secara bertahap (phase-out) sampai 0% pada 2030.

"Jadi mereka hanya buying time saja. Intinya mereka tidak ingin ada perdagangan biofuel berbasis sawit. Ini bukan soal lingkungan, ini soal perdagangan," tandasnya. (A-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya