Headline

Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.

Fokus

F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.

Putusan WTO Jadi Modal Kuat Penyelesaian IEU-CEPA

M Ilham Ramadhan Avisena
17/1/2025 20:19
Putusan WTO Jadi Modal Kuat Penyelesaian IEU-CEPA
Pekerja menunjukan buah kelapa sawit di lahan milik PT Perkebunan Nusantara VIII, Cimulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.(ANTARA/Alif Bintang)

KEPUTUSAN Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang menilai Uni Eropa (UE) melakukan diskriminasi terhadap minyak sawit dan biofuel Indonesia diharapkan jadi pijakan awal untuk segera menyelesaikan perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

"Saya berharap bahwa cloud atau yang selama ini menghantui perundingan IEU-CEPA bisa hilang dan dan kita bisa segera selesaikan IEU-CEPA," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto seperti dikutip dari siaran pers, Jumat (17/1).

Menurutnya, putusan WTO itu dapat menjadi momen dan kesempatan bagi Indonesia dan Malaysia untuk kian memperkuat strategi implementasi agar komoditas sawit tidak lagi mengalami diskriminasi.

Adapun keputusan WTO itu merujuk dari laporan putusan panel pada 10 Januari 2025 dan menyatakan Uni Eropa telah melakukan diskriminasi, dengan memberikan perlakuan yang tidak adil dan merugikan bagi minyak sawit dan biofuel Indonesia.

Airlangga mengatakan, kemenangan di WTO itu menjadi bukti Indonesia berada di jalur yang benar dalam memperjuangkan kelapa sawit dan biodiesel.

"Ini merupakan bukti Indonesia bisa fight dan kita bisa menang. Kemarin khusus untuk sawit, kita fight di REDD (Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation) dan kita menang. Sehingga biodiesel yang sekarang kita ambil sebagai sebuah kebijakan, itu mau enggak mau dunia harus menerima, bahwa tidak hanya biodiesel berbasis rapeseed, soybean, dan yang lain, tetapi juga yang berbasis CPO," jelasnya.

WTO juga berpendapat bahwa Uni Eropa tidak melakukan evaluasi yang tepat terhadap data yang digunakan untuk menetapkan biofuel yang berasal dari alih fungsi lahan kelapa sawit berisiko tinggi (high ILUC-risk), serta terdapat kekurangan dalam penyusunan dan penerapan kriteria serta prosedur sertifikasi risiko rendah ILUC (low ILUC-risk) dalam Renewable Energy Directive (RED) II.

Dalam putusan WTO tersebut juga menyebutkan bahwa dalam konteks implementasi dari The French TIRIB (The Incentive Tax Relating to Incorporation Biofuels) atau insentif pajak penggunaan biofuel dalam sistem transportasi Prancis telah terbukti melakukan diskrimisasi terhadap biofuel berbasis kelapa sawit. Uni Eropa hanya menerapkan insentif pajak bagi biofuel berbasis minyak rapeseed dan soybean.

Airlangga juga menyebutkan, keputusan WTO tersebut tentu akan berdampak pada kebijakan yang diambil Uni Eropa yakni European Union Deforestation Regulation (EUDR). Sebelumnya UE secara resmi mengadopsi proposal penundaan implementasi EUDR selama 1 tahun hingga 30 Desember 2025 mendatang yang mengindikasi ketidaksiapan UE menerapkannya.

"Keputusan WTO tersebut tentu tambahan kekuatan bagi Indonesia yang tengah berupaya menentang kebijakan EUDR. Indonesia akan terus menentang kebijakan yang bersifat diskriminatif dan tidak prorakyat, terlebih mempertimbangkan terdapat lebih dari 41% penggarap kebun kelapa sawit di Indonesia merupakan pekebun rakyat," pungkas Airlangga. (Mir/E-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Mirza
Berita Lainnya