Momentum Merevolusi PSSI

19/3/2016 05:30

UNTUK kali kedua, Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) dipimpin orang yang terbelit tindak pidana musuh besar dunia, yakni korupsi. Untuk kesekian kalinya pula PSSI yang semestinya menjadi bagian dari agen pengharum nama bangsa malah menebar cela. PSSI lagi-lagi dikomandani sosok yang tersangkut kasus korupsi setelah La Nyalla Mattalitti ditetapkan sebagai tersangka perkara penyalahgunaan dana hibah dari Pemprov Jawa Timur ke Kadin Jatim pada 2012. Oleh Kejati Jatim, La Nyalla yang juga Ketua Kadin Jatim diyakini ikut menggunakan dana hibah itu untuk pembelian saham perdana Bank Jatim sebesar Rp5,3 miliar.

La Nyalla mengikuti jejak buruk Nurdin Halid. Nurdin menjadi terpidana kasus korupsi distribusi minyak goreng, tetapi ia tanpa malu menjalankan roda organisasi PSSI dari balik jeruji besi pada 2007. Kasus korupsi yang membelit La Nyalla memang tak terkait dengan sepak bola. Beda dengan Nurdin, La Nyalla juga baru berstatus tersangka. Namun, status tersangka apalagi tersangka kasus korupsi tetaplah aib. Tak cuma buat La Nyalla pribadi, status itu juga aib buat PSSI, buat sepak bola nasional, bahkan aib buat bangsa dan negara jika ia tetap berkuasa di PSSI.

Karena itu, tiada alasan yang bisa dijadikan pembenaran untuk mempertahankan La Nyalla sebagai Ketua Umum PSSI. Betul dalam Statuta PSSI digariskan bahwa anggota Komite Eksekutif PSSI harus tidak sedang dinyatakan bersalah atas suatu tindakan kriminal. Artinya, kalau baru tersangka, masih boleh menjabat. Namun, PSSI dibangun berfondasikan sportivitas serta hidup bernapaskan penghormatan pada etika dan moral.
Semua pelaku sepak bola, apalagi sekelas Ketua Umum PSSI, semestinya menjunjung tinggi etika dan moral itu. Menjadi tersangka korupsi jelas bertentangan dengan etika dan moral. Dengan demikian, jika masih peduli pada etika dan moral, La Nyalla semestinya mundur.

Namun, mengharapkan La Nyalla mundur ibarat pungguk merindukan bulan. Ia malah langsung menabuh genderang perang, menyerang segala penjuru dan menuding penetapan dirinya sebagai tersangka merupakan konspirasi untuk mendongkelnya dari kursi Ketua Umum PSSI. Pun demikian para sekutunya di PSSI. Rupa-rupa siasat mereka buat untuk membentengi sang bos agar tetap berkuasa di PSSI. Mereka, misalnya, gigih berdalih bahwa La Nyalla tak bisa disamakan dengan Sepp Blatter yang berbesar hati lengser dari kursi Presiden FIFA karena FIFA diguncang kasus korupsi.

Alasan mereka, kasus yang mendorong Blatter mundur terkait langsung dengan sepak bola, sedangkan perkara yang menerpa La Nyalla tak bersentuhan dengan sepak bola. Padahal, korupsi tetaplah korupsi. Ia tetaplah perbuatan terkutuk di mana pun terjadi. Kasus yang menerpa La Nyalla merupakan momentum untuk kembali melakukan perbaikan total di PSSI. Bola revolusi kini berada di kaki anggota dan pemilik suara di PSSI. Hanya merekalah yang bisa melakukan perombakan dengan menggelar kongres luar biasa (KLB) untuk mendongkel La Nyalla dan kroni-kroninya, kemudian memilih pengurus baru yang memang sepenuh hati ingin membangun sepak bola di Tanah Air.

Kita berharap kesadaran dan kepedulian mereka tumbuh untuk membangkitkan sepak bola nasional yang sudah lama mati suri, apalagi setelah pemerintah membekukan PSSI. Kita berharap mereka tak lagi membiarkan PSSI terus dikuasai orang-orang yang cuma memikirkan kepentingan pribadi. Inilah saatnya kembali merevolusi PSSI setelah revolusi pertama dengan menggusur Nurdin Halid tak membuahkan perbaikan. Kalau tidak kali ini, kapan lagi?




Berita Lainnya
  • Membuka Pintu Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    Kebijakan itu berpotensi menciptakan preseden dalam pemberantasan korupsi.

  • Main Hajar Rekening ala PPATK

    01/8/2025 05:00

    ENTAH karena terlalu banyak pekerjaan, atau justru lagi enggak ada kerjaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir puluhan juta rekening milik masyarakat.

  • Masih Berburu Harun Masiku

    31/7/2025 05:00

    KASUS suap proses pergantian antarwaktu (PAW) untuk kader PDI Perjuangan Harun Masiku ke kursi DPR RI masih jauh dari tutup buku alias belum tuntas.

  • Indonesia Rumah Bersama

    30/7/2025 05:00

    Intoleransi dalam bentuk apa pun sesungguhnya tidak bisa dibenarkan.

  • Jangan Biarkan Rasuah Rambah Desa

    29/7/2025 05:00

    KEPALA Desa ibarat etalase dalam urusan akuntabilitas dan pelayanan publik.

  • Ujian Kekuatan ASEAN

    28/7/2025 05:00

    KONFLIK lama Thailand-Kamboja yang kembali pecah sejak Kamis (24/7) tentu saja merupakan bahaya besar.

  • Atasi Karhutla Butuh Ketegasan

    26/7/2025 05:00

    NEGERI ini memang penuh ironi. Di saat musim hujan, banjir selalu melanda dan tidak pernah tertangani dengan tuntas. Selepas banjir, muncul kemarau.

  • Jaga Kedaulatan Digital Nasional

    25/7/2025 05:00

    Berbagai unsur pemerintah pun sontak berusaha mengklarifikasi keterangan dari AS soal data itu.

  • Ini Soal Kesetiaan, Bung

    24/7/2025 05:00

    EKS marinir TNI-AL yang kini jadi tentara bayaran Rusia, Satria Arta Kumbara, kembali membuat sensasi.

  • Koperasi Desa versus Serakahnomics

    23/7/2025 05:00

    SEJAK dahulu, koperasi oleh Mohammad Hatta dicita-citakan menjadi soko guru perekonomian Indonesia. 

  • Laut bukan untuk Menjemput Maut

    22/7/2025 05:00

    MUSIBAH bisa datang kapan pun, menimpa siapa saja, tanpa pernah diduga.

  • Mengkaji Ulang IKN

    21/7/2025 05:00

    MEGAPROYEK pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) pada awalnya adalah sebuah mimpi indah.

  • Suporter Koruptor

    19/7/2025 05:00

    PROSES legislasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Acara Pidana menunjukkan lagi-lagi DPR dan pemerintah mengabaikan partisipasi publik.

  • Rumah Sakit Asing bukan Ancaman

    18/7/2025 05:00

    DIBUKANYA keran bagi rumah sakit asing beroperasi di Indonesia laksana pedang bermata dua.

  • Kerja Negosiasi belum Selesai

    17/7/2025 05:00

    AKHIRNYA Indonesia berhasil menata kembali satu per satu tatanan perdagangan luar negerinya di tengah ketidakpastian global yang masih terjadi.

  • Setop Penyakit Laten Aksi Oplosan

    16/7/2025 05:00

    BARANG oplosan bukanlah fenomena baru di negeri ini. Beragam komoditas di pasaran sudah akrab dengan aksi culas itu.