Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
PEMBANGUNAN kepariwisataan bukan semata-mata bertujuan untuk mengeruk sebesar-besarnya keuntungan finansial. Jauh lebih penting lagi ialah pemenuhan hak pribadi masyarakat untuk menikmati waktu luang dengan berwisata.
Pemenuhan hak pribadi itu diatur secara lugas dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009. Disebutkan dalam regulasi itu bahwa setiap orang berhak memperoleh kesempatan memenuhi kebutuhan wisata. Pariwisata ditetapkan sebagai hak karena ia berfungsi untuk memenuhi kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual.
Kebutuhan jasmani, rohani, dan intelektual itu tidak mengenal kasta sosial. Semua lapisan masyarakat dari yang paling miskin sampai kaya mempunyai hak sama untuk menikmati keindahan pariwisata. Kesempatan yang sama itu memang membutuhkan pengaturan seadil-adilnya oleh pemerintah.
Keadilan itulah yang kini dipersoalkan tatkala pemerintah hendak menaikkan karcis masuk Candi Borobudur di Jawa Tengah. Wisatawan domestik mesti merogoh kocek lebih dalam lagi untuk berkunjung ke satu dari tujuh keajaban dunia itu.
Tarif wisatawan Nusantara per orang untuk sekali masuk Taman Wisata Candi Borobudur saat ini ialah usia 10 tahun ke atas Rp50.000 dan usia 3 tahun sampai 10 tahun Rp25.000. Bagai disambar geledek, pemerintah berencana menaikkan harga tiket masuk areal candi Rp750 ribu untuk wisatawan Nusantara dan US$100 untuk wisatawan mancanegara.
Penaikan harga tiket masuk areal candi berlipat-lipat itu, menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, bertujuan untuk membatasi jumlah pengunjung hanya 1.200 orang per hari.
Tujuan pembatasan jumlah pengunjung lewat penetapan harga tiket masuk kawasan wisata itu semata-mata untuk menjaga kelestarian kekayaan sejarah dan budaya Nusantara. Tujuan itu tentu saja mulia, sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk membangun destinasi wisata berkualitas tinggi dengan menerapkan prinsip ekonomi biru, hijau, dan sirkular.
Jauh lebih elok lagi jika biaya pemeliharaan destinasi wisata tidak lagi mengandalkan APBN atau APBD. Objek wisata itu harus dikelola secara profesional dan harus mampu menghidupi dirinya sendiri. Jika itu terjadi, APBN atau APBD bisa digunakan untuk kepentingan yang sangat mendesak, misalnya mengatasi masalah kemiskinan dan stunting.
Meski bertujuan mulia, tetap saja muncul pertanyaan. Apakah pemerintah sudah mengalami kebuntuaan mencari solusi untuk menjaga kelestarian Candi Borobudur? Apakah satu-satunya cara untuk membatasi jumlah pengunjung hanya dengan menaikkan harga tiket masuk? Apakah tidak ada cara lain yang lebih ramah kantong kebanyakan masyarakat negeri ini?
Harus tegas dikatakan bahwa penaikan harga tiket selangit itu hanya memunculkan tafsiran bahwa pariwisata Candi Borobudur cuma didedikasikan untuk kaum berduit. Rakyat miskin cukup menatap dari kejauhan saja. Dinasti Syailendra yang membangunnya tidak pernah memikirkan mencari keuntungan finansial karena candi itu didedikasikan sebagai tempat pemujaan Buddha dan tempat ziarah.
Belumlah terlambat bagi pemerintah untuk mengkaji secara saksama penetapan besaran tiket masuk semua destinasi pariwisata superprioritas. Ada lima destinasi superprioritas, yaitu Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang. Menguat kesan dalam masyarakat bahwa destinasi pariwisata superprioritas hanya diperuntukkan bagi orang-orang kaya.
Kesan itu harus dihapus. Tidak ada salahnya jika pemerintah melakukan komparasi dengan negara lain. Sebagai perbandingan, tiket masuk Candi Angkor Wat di Kamboja mencapai US$37 (Rp534.000) untuk satu hari. Adapun tiket Museum Singapura sekitar S$10 (Rp105.000) untuk dewasa.
Elok nian bila pemerintah tidak secara sepihak, tetapi mendengarkan aspirasi masyarakat, sebelum menaikkan harga tiket masuk Borobudur. Harga tiket masuk tetap mempertimbangkan hak masyarakat dari semua lapisan untuk berwisata.
LAGI dan lagi, publik terus saja dikagetkan oleh peristiwa kecelakaan kapal di laut. Hanya dalam sepekan, dua kapal tenggelam di perairan Nusantara.
MEMBICARAKAN kekejian Israel adalah membicarakan kekejian tanpa ujung dan tanpa batas.
SINDIRAN bahwa negeri ini penyayang koruptor kian menemukan pembenaran. Pekik perang terhadap korupsi yang cuma basa-basi amat sulit diingkari.
PROYEK pembangunan ataupun pembenahan terkait dengan jalan seperti menjadi langganan bancakan untuk dikorupsi.
MAHKAMAH Konstitusi kembali menghasilkan putusan progresif terkait dengan penyelenggaraan pemilu di Indonesia
MENTERI sejatinya dan semestinya adalah pembantu presiden. Kerja mereka sepenuhnya didedikasikan untuk membantu kepala negara mengatasi berbagai persoalan bangsa.
GENCATAN senjata antara Iran dan Israel yang tercapai pada Senin (23/6) malam memang kabar baik.
KITAB Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bermartabat haruslah mengutamakan perlindungan menyeluruh atas hak-hak warga.
PRESIDEN Prabowo Subianto akhirnya menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku, akhir pekan lalu.
ADA-ADA saja dalih yang diciptakan oleh Amerika Serikat (AS) untuk menyerbu negara lain.
PENGESAHAN Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) adalah sebuah keniscayaan.
VONIS yang baru saja dijatuhkan kepada para pelaku mafia hukum dalam perkara Ronald Tannur kian menunjukkan dewi keadilan masih jauh dari negeri ini
ESKALASI konflik antara Iran dan Israel tidak menunjukkan tanda-tanda surut.
KITA sebenarnya sudah kenyang dengan beragam upaya manipulasi oleh negara. Namun, kali ini, rasanya lebih menyesakkan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved