Abaikan Saja Celoteh Amerika

18/4/2022 05:00
Abaikan Saja Celoteh Amerika
Ilustrasi MI(MI/Duta)

 

AMERIKA Serikat menyoroti praktik hak asasi manusia (HAM) di 198 negara, termasuk Indonesia. Sejumlah catatan mereka lansir, mulai penggunaan aplikasi PeduliLindungi hingga sepak terjang buzzer.

Laporan pelaksanaan HAM di Indonesia pada 2021 itu dibeberkan di situs Kementerian Luar Negeri AS, Jumat (15/4). Ada beberapa hal yang disorot. Salah satunya perihal gangguan sewenang-wenang atau melanggar hukum terkait dengan privasi.

Ada pula soal sejumlah dugaan pembunuhan di luar proses hukum yang tak diusut oleh aparat dan adanya kelompok bayaran pasukan siber atau yang biasa disebut buzzer. Pelanggaran kode etik Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar tak ketinggalan pula.

Seperti biasa, catatan pelaksanaan HAM tersebut didasarkan pada laporan dari sejumlah pihak, utamanya LSM, di Indonesia. Demikian halnya dengan PeduliLindungi yang mereka nilai masuk dalam gangguan sewenang-wenang atau melanggar hukum terkait privasi.

Menurut Kemenlu AS, pemerintah Indonesia mengembangkan PeduliLindungi, sebuah aplikasi telepon pintar untuk melacak kasus covid-19. Aplikasi itu dipakai dalam upaya menghentikan penyebaran virus dengan mewajibkan individu menggunakannya saat memasuki ruang publik seperti mal.

Sekilas laporan itu biasa-biasa saja. Memang begitu faktanya. Namun, AS memberikan catatan dengan mengutip keprihatinan LSM di Indonesia tentang informasi apa yang dikumpulkan oleh aplikasi serta bagaimana data disimpan dan digunakan oleh pemerintah. Tersirat ada kecurigaan, kalau tak mau disebut tuduhan, bahwa pemerintah bisa menggunakan data PeduliLindungi secara sewenang-wenang dan melanggar hukum.

Laporan pelaksanaan HAM di negara-negara di dunia sudah biasa dilakukan AS saban tahun. Mereka masih saja merasa sebagai negara adikuasa yang boleh memberikan penilaian terhadap HAM negara lain. Penilaian yang tentu saja sesuai perspektif mereka, kehendak mereka, dan demi kepentingan mereka.

AS masih saja merasa menjadi polisi dunia. Mereka merasa punya hak mengatakan HAM di negara A baik atau di negara B buruk. Pun terhadap pelaksanaan HAM di Indonesia pada 2021. Menyebut bahwa Indonesia berpotensi melanggar HAM dalam penggunaan PeduliLindungi jelas terlalu gegabah. Apalagi, mereka tak memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk menjelaskan duduk persoalan aplikasi itu.

Aplikasi PeduliLindungi dibuat untuk membantu instansi terkait dalam melakukan pelacakan guna menghentikan penyebaran covid-19. Ia punya banyak faedah, termasuk buat masyarakat.

Bahwa ada potensi data diri yang merupakan hak privasi itu disalahgunakan memang benar. Menjadi tugas pemerintah untuk memastikan data itu digunakan semata hanya untuk penanganan covid-19.

Yang pasti, dalam situasi darurat, ketika bangsa ini dihadapkan pada keadaan yang sangat mendesak, aplikasi itu lebih banyak manfaat ketimbang mudaratnya. Artinya, tuduhan AS tidaklah berdasar. Artinya, kita tidak perlu menggubrisnya. Tidak perlu pula bangsa ini merespons berlebihan.

Dunia sudah paham seperti apa wajah AS dalam persoalan HAM. Mereka tak jarang bermuka dua. Contoh terkini, mereka begitu garang menyikapi invasi Rusia ke Ukraina, tetapi terlalu lembut menanggapi serbuan Israel ke Masjid Al-Aqsa yang menyebabkan tak kurang dari 150 warga Palestina terluka.

Biarkan AS asyik dengan celotehnya sendiri. PeduliLindungi terbukti berkontribusi pada rendahnya penularan covid-19 di Indonesia ketimbang negara tetangga dan bahkan negara maju. Pemerintah tak usah pedulikan apa kata Amerika yang dalam penanganan pandemi korona tak lebih baik dari kita.



Berita Lainnya