Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Jaga Stabilitas Harga saat Ramadan

01/4/2022 05:00
Jaga Stabilitas Harga saat Ramadan
(MI/Duta)

 

KISRUH minyak goreng belum sepenuhnya usai. Kelangkaan dan harga tinggi, khususnya untuk jenis minyak curah, masih terjadi di sejumlah daerah. Di lain sisi, gejolak harga minyak dunia yang memunculkan risiko penaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pun masih menjadi isu yang tampaknya bakal berlarut.

Kini, kita dihadapkan lagi dengan datangnya Bulan Suci Ramadan 1443. Dari pengalaman yang sudah-sudah, kedatangan Ramadan kerap menjadi kisah horor karena terjadinya kelangkaan dan melonjaknya harga bahan-bahan pokok.

Apa pun alasannya, ketersediaan dan stabilitas harga kebutuhan pokok menjelang Ramadan dan Lebaran semestinya menjadi harga mati. Tugas pemerintah memilih langkah antisipasi yang tepat demi menjaga pasokan dan kestabilan harga. Dengan begitu, warga dapat berpuasa dengan tenang. Di sisi lain, angka inflasi pun dapat terjaga.

Meskipun mungkin kondisi dan situasinya berbeda, bolehlah kita menjadikan Ramadan dan Lebaran pada 2017 hingga 2020 sebagai benchmark langkah antisipatifnya. Mengapa? Karena pada periode itu kolaborasi antarinstansi pemerintah relatif berhasil menjaga stok dan stabilitas harga kebutuhan pokok.

Hal itu terbukti dari indikatornya. Di lapangan, saat itu hampir tidak ada gejolak masyarakat yang diakibatkan oleh kurangnya pasokan  pangan. Aksi spekulan juga bisa diredam sehingga harga tak meroket. Indikator di atas kertas pun sama bagusnya. Inflasi volatile food pada saat momen Ramadan dan Lebaran, terutama pada periode 2019-2020, juga tercatat kurang dari 1%.

Untuk mencapai benchmark itu, mau tidak mau pemerintah mesti bekerja lebih keras dan cermat menyiapkan langkah-langkahnya. Kita tahu, saat ini ekosistem global untuk distribusi dan harga sejumlah komoditas sedang tidak sehat karena faktorfaktor di luar hukum ekonomi, seperti perang.

Volatilitas harga CPO dan minyak dunia yang kemudian menyebabkan gejolak harga minyak goreng dan BBM ialah contoh paling nyata dari ketidakseimbangan ekosistem komoditas tersebut. Pada saat seperti itu, praktik-praktik mafia, spekulasi, dan kartelisasi seperti menemukan habitatnya. Hal-hal itulah yang kini sedang dihadapi dunia, termasuk Indonesia.

Belum lagi, situasi pandemi covid-19 juga sebetulnya belum sepenuhnya berakhir. Dampaknya terhadap perekonomian dan daya beli rumah tangga pun masih terasa. Dari sisi kesehatan, masyarakat mungkin sudah menjalani kehidupan mendekati normal. Akan tetapi, dari sisi ekonomi sejatinya masih banyak yang belum ‘sembuh’.

Artinya, tantangan pemerintah saat ini sangatlah tidak mudah. Akan lebih sulit dari tahun-tahun sebelumnya. Semua faktor yang disebutkan di atas akan menjadi variabel yang tidak bisa dilepaskan ketika pemerintah menyiapkan strategi pengamanan ketersediaan dan stabilisasi harga bahan pokok selama Ramadan dan menjelang Idul Fitri 1443.

Sampai hari ini, momok kenaikan harga itu bukan sekadar gurauan. Jika mengutip laman Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), sejumlah komoditas sudah mengalami kenaikan harga mulai sebulan terakhir. Komoditas yang sebagian besar pemenuhannya masih tergantung pada impor, seperti kedelai, gula, dan daging sapi, bersama minyak goreng tercatat sebagai item bahan pokok yang harganya terus menaik.

Ini yang mesti segera diantisipasi dengan cepat dan terukur oleh pemerintah. Kalaupun terjadi ke naikan harga karena faktor hukum ekonomi, pasokan-permintaan, pemerintah harus menjaga kenaikan itu tetap di level yang wajar. Selain operasi pasar, Kementerian Perdagangan, Satgas Pangan Polri, kejaksaan, bila perlu dibantu intelijen, mesti lebih tegas menindak penjahat-penjahat yang terbukti mengacaukan tata niaga sekaligus merusak harga komoditas bahan pokok.

Ingat, dalam isu harga pangan dan kebutuhan pokok ini, kewibawaan pemerintah dipertaruhkan. Tak perlu berbusa-busa memberikan pernyataan dan alasan karena sejatinya yang dituntut publik hanya satu, keberhasilan menstabilkan harga secara nyata.



Berita Lainnya