MASALAH kesehatan dan ekonomi berkait seperti dua sisi dari sekeping mata uang. Wabah penyakit di suatu negara tentunya bakal menggerogoti perekonomian dan menghambat laju pembangunan di negara tersebut.
Ketika pandemi covid-19 merebak pada pertengahan 2020, laju pertumbuhan ekonomi global pun melambat lantaran hampir semua negara menjadikan kesehatan warganya sebagai prioritas. Selain itu, hampir tiap negara membatasi mobilitas secara ketat.
Banyak negara menerapkan lockdown (penguncian) yang menyebabkan perekonomian mereka merosot tajam. Pertumbuhan perdagangan dunia, yang biasanya mencapai dua digit, tahun itu (2020) mengalami kontraksi hingga minus 8,3%.
Indonesia, sebagai salah satu negara yang juga terdampak pandemi covid-19, ikut terpukul. Covid-19, seperti dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani pada Seminar Nasional Ikatan Sarjana Ekonomi (ISEI) Tahun 2021, telah membuat perekonomian Indonesia mengalami kemerosotan pada kuartal kedua 2020, hingga GDP riil mengalami kontraksi dan nilainya menjadi Rp2.590 triliun. Padahal, pada kuartal yang sama tahun sebelumnya (2019), jumlahnya ialah Rp2.735 triliun.
Namun, perlahan tapi pasti, perekonomian Indonesia mampu bangkit. Pada kuartal kedua 2021, GDP sudah mencapai Rp2.773 triliun. Menkeu menyebut angka ini lebih tinggi bahkan dari sebelum krisis.
Kita patut optimistis karena pemulihan ekonomi berjalan baik. Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Media Group Network Summit 2022 di Jakarta, Kamis (27/1), mengatakan pemulihan ekonomi nasional berjalan dengan baik setelah pemerintah berhasil mengendalikan penyebaran covid-19.
Pemerintah yang pada tahun ini menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%, mesti tetap waspada, terlebih dengan makin meningkatnya jumlah orang terpapar dengan munculnya varian omikron belakangan ini. Ketidakpastian kapan covid-19 berakhir, munculnya varian baru, dan vaksinasi yang tidak merata antarnegara, tentunya berpotensi menahan pemulihan ekonomi global yang pada akhirnya juga memengaruhi perekonomian nasional.
Olah karena itu, langkah terpenting yang tetap harus dilakukan ialah menggencarkan vaksinasi, termasuk vaksin booster. Pada saat bersamaan, pemerintah juga perlu memperhatikan tantangan global akibat krisis energi, disrupsi rantai pasok, kenaikan inflasi, normalisasi kebijakan moneter, ketidakpastian geopolitik, dan perubahan iklim.
Di dunia yang kian terhubung, persoalan-persoalan itu mau tidak mau harus jadi perhatian pemerintah. Kondisi geopolitik yang memanas antara Rusia dan Ukraina, misalnya, juga patut dicermati karena dapat menganggu aktivitas perekonomian global. Begitu pun strategi penurunan emisi karbon dan transisi bahan bakar fosil, perlu disiapkan sebagai bagian dari upaya mengantisipasi perubahan iklim dan kenaikan suhu bumi.
Di dalam negeri, pengendalian pandemi dengan disiplin tinggi juga harus terus dilakukan, terutama selalu mengingatkan kesadaran warga masyarakat menerapkan protokol kesehatan. Selain itu, dukungan perbaikan sistem ketahanan kesehatan juga mutlak diperlukan, seperti memperbaiki fasilitas di sejumlah rumah sakit dan puskesmas.
Terus terang, dalam dua tahun terakhir, kita relatif berhasil mengendalikan pandemi kendati belum betul-betul sepenuhnya keluar dari krisis ini. Semua langkah yang dilakukan ditambah perbaikan di sana-sini, tentunya bisa menjadi bekal bangkit bersama untuk kemajuan negeri ini.
Kunci keluar dari krisis ialah implementasi dari kebijakan stimulus yang diberikan pemerintah. Sebaik-baiknya kebijakan tanpa implementasi yang apik tidak akan efektif untuk keluar dari krisis.