Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
DALAM konteks apa pun, kabar atau informasi bohong nan menyesatkan alias hoaks ialah penyakit. Dalam konteks kebangsaan, misalnya, hoaks ialah kanker demokrasi, menggerogoti pilar-pilarnya sehingga hancur seluruh bangunannya.
Dalam konteks pandemi pun sama, hoaks yang terus berlalu-lalang terutama di dunia digital ialah virus kemanusiaan. Keberadaannya tak hanya menyamarkan fakta, tetapi juga sekaligus menihilkan rasa dan empati. Bahkan, dalam beberapa kasus, hoaks punya andil menyebabkan kematian pasien positif covid-19.
Celakanya, hoaks justru tumbuh teramat subur di masa pandemi. Jika merujuk data Kementerian Komunikasi dan Informatika, total isu hoaks selama pandemi covid-19 sebanyak 1.763 hingga 18 Juli 2021. Sepanjang 4 Oktober 2020 hingga 18 Juli, terdapat 252 hoaks terkait dengan vaksinasi. Sepanjang 4 Juli hingga 18 Juli 2021, telah ditemukan 25 isu hoaks PPKM darurat.
Informasi yang salah itulah salah satu penyebab masyarakat menjadi abai terhadap ancaman covid-19. Kalaupun tidak abai, sebagian publik yang termakan hasutan hoaks setidaknya menganggap remeh bahaya virus yang kini sudah menjangkiti hampir 193 juta orang di dunia tersebut.
Padahal, kenyataan hari ini memperlihatkan sebaliknya. Virus semakin beringas, penyebaran semakin cepat dan luas, lingkaran orang-orang yang terpapar covid-19 kian dekat dengan kita, dan kabar kematian pun semakin akrab di telinga.
Sejujurnya sangatlah aneh melihat hoaks masih bisa tumbuh, bahkan seakan tanpa halangan, di tengah-tengah fakta yang memiriskan itu. Tapi itulah yang terjadi. Kondisi psikologis masyarakat maupun negara yang tengah goyah akibat pandemi seolah malah menjadi ekosistem yang pas bagi mereka untuk tumbuh subur.
Karena itu, peperangan kita saat ini tak sekadar melawan keganasan virus SARS-CoV-2 dengan berbagai variannya, tapi juga mesti menahan serbuan hoaks-hoaks yang tak kenal henti. Menghentikan penyebaran si virus sekaligus menyetop peredaran hoaks, tentu sebuah pekerjaan yang tak ringan.
Sesungguhnya hoaks serupa virus itu sendiri. Virus penyebab covid-19 mungkin tak akan bisa hilang dari bumi ini. Begitu pula hoaks, tak akan bisa diberangus karena produsen dan penyebarnya akan selalu ada. Yang bisa kita lakukan ialah meredam. Kita harus yakin keduanya bisa diredam.
Bagaimana caranya? Di satu sisi, pemerintah mesti lebih aktif, persuasif, dan membumi dalam menyampaikan apa pun informasi terkait dengan covid-19. Salah satu problem saat ini ialah informasi pemerintah kepada publik terlalu kaku. Narasinya tidak cair, tak mudah dicerna. Sementara itu, di seberang sana, hoaks tampil dengan isi yang mudah dipahami karena memang dipilih narasi-narasi yang memengaruhi.
Di lain sisi, melihat fakta hoaks lebih banyak menyebar melalui media sosial berbasis digital, pekerjaan rumah bangsa ini ialah meningkatkan literasi digital rakyatnya. Pemerintah mesti punya peta jalan jelas dalam rangka menyadarkan publik agar bijak dan cerdas dalam bermedia. Modali masyarakat dengan pengetahuan dan kemampuan untuk memilah, memilih mana berita yang sehat, dan mana yang sampah.
Pengelola platform media sosial mesti ikut bertanggung jawab. Harus lebih aktif membersihkan ruang digital Indonesia dari dampak persebaran kabar menyesatkan terkait dengan covid-19 atau fenomena infodemi yang masih terus terjadi.
Itu cara ideal meredam hoaks yang meresahkan di masa depan. Kalau untuk sekarang, di masa darurat pandemi ini, cara terefektif barangkali dengan memberi tindakan tegas kepada produsen atau penyebar hoaks. Mereka musuh kemanusiaan, tak layak diberi ampun.
Kebijakan itu berpotensi menciptakan preseden dalam pemberantasan korupsi.
ENTAH karena terlalu banyak pekerjaan, atau justru lagi enggak ada kerjaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir puluhan juta rekening milik masyarakat.
KASUS suap proses pergantian antarwaktu (PAW) untuk kader PDI Perjuangan Harun Masiku ke kursi DPR RI masih jauh dari tutup buku alias belum tuntas.
Intoleransi dalam bentuk apa pun sesungguhnya tidak bisa dibenarkan.
KEPALA Desa ibarat etalase dalam urusan akuntabilitas dan pelayanan publik.
KONFLIK lama Thailand-Kamboja yang kembali pecah sejak Kamis (24/7) tentu saja merupakan bahaya besar.
NEGERI ini memang penuh ironi. Di saat musim hujan, banjir selalu melanda dan tidak pernah tertangani dengan tuntas. Selepas banjir, muncul kemarau.
Berbagai unsur pemerintah pun sontak berusaha mengklarifikasi keterangan dari AS soal data itu.
EKS marinir TNI-AL yang kini jadi tentara bayaran Rusia, Satria Arta Kumbara, kembali membuat sensasi.
SEJAK dahulu, koperasi oleh Mohammad Hatta dicita-citakan menjadi soko guru perekonomian Indonesia.
MUSIBAH bisa datang kapan pun, menimpa siapa saja, tanpa pernah diduga.
MEGAPROYEK pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) pada awalnya adalah sebuah mimpi indah.
PROSES legislasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Acara Pidana menunjukkan lagi-lagi DPR dan pemerintah mengabaikan partisipasi publik.
DIBUKANYA keran bagi rumah sakit asing beroperasi di Indonesia laksana pedang bermata dua.
AKHIRNYA Indonesia berhasil menata kembali satu per satu tatanan perdagangan luar negerinya di tengah ketidakpastian global yang masih terjadi.
BARANG oplosan bukanlah fenomena baru di negeri ini. Beragam komoditas di pasaran sudah akrab dengan aksi culas itu.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved