Mencabut Hak Istimewa Koruptor

23/7/2018 05:00

SUDAH menjadi pengetahuan umum bahwa narapidana korupsi mendapat perlakuan istimewa. Bahwa koruptor yang sedang menjalani hukuman pidana penjara mendapat privilege bukan lagi rahasia umum.

Kamar mewah Artalyta Suryani di rumah tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur, yang terungkap pada 2010 menjadi bukti perlakuan spesial kepada terpidana korupsi. Artalita ialah penyuap Jaksa Urip Tri Gunawan pada 2008.

Terpidana kasus penggelapan pajak Gayus Tambunan yang bisa keluyuran menonton pertandingan tenis di Bali pada 2010 menjadi bukti lain betapa terpidana korupsi memperoleh hak istimewa.

Kasus serupa Artalyta dan Gayus terungkap ketika Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap tangan Kepala LP Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, Wahid Husen.

KPK juga menangkap terpidana korupsi Fahmi Darmawansyah dan istrinya, Inneke Koesherawati, Staf Kepala LP Sukamiskin Hendry Saputra, dan tahanan pidana umum Andri Rahman.

Melalui operasi tangkap tangan itu, KPK mengungkap di LP Sukamiskin terjadi jual-beli kamar mewah dan jual-beli izin keluar LP. Itu jelas praktik suap. Pemberi suap ialah napi korupsi. Penerima suap siapa lagi kalau bukan kepala LP dan stafnya.

Kita sebetulnya tak hendak terkejut karena kejadian serupa LP Sukamiskin sudah menjadi pengetahuan umum, bukan rahasia umum lagi. Namun, tak ayal kita terkejut juga dengan kejadian itu.

Kita terkejut karena ia terjadi di LP Sukamiskin yang diperuntukkan khusus buat napi korupsi. Kita tidak habis pikir karena korupsi yang disebut kejahatan luar biasa itu ternyata pelakunya mendapat perlakuan luar biasa alias istimewa di LP.

Kita juga terkejut karena sejak terungkapnya kasus Artalyta dan Gayus pada 2010, LP tak juga berbenah sehingga kasus serupa berulang. Serupa keledai, negara ini terperosok ke lubang yang sama. Sangat mungkin kejadian serupa LP Sukamiskin terjadi di LP-LP lain dalam level berbeda-beda.

Oleh karena itu, Kementerian Hukum dan HAM harus mengevaluasi dan membenahi sistem lembaga pemasyarakatan yang dalam hal ini LP buat napi korupsi. Kementerian Hukum dan HAM tidak boleh menganggap sepele kasus LP Sukamiskin.

Tidak perlulah ada LP khusus napi korupsi karena LP semacam itu justru menjadi sarana bagi koruptor untuk diperlakukan secara istimewa. Kurung saja mereka bersama begal, maling ayam, dan pemerkosa.

Terlalu banyak perlakuan istimewa yang didapat koruptor. Mereka, menurut Indonesia Corruption Watch, mendapat vonis penjara rata-rata cuma 2 tahun 2 bulan.

Di dalam tahanan mereka mendapat kamar mewah dan izin keluar LP. Lalu, karena menerima berbagai jenis remisi, mereka hanya menjalani kurang dari separuh masa tahanan.

Ketika bebas, mereka masih bisa mencalonkan diri sebagai anggota legislatif atau kepala daerah. Sudah betul bila Komisi Pemilihan Umum mengeluarkan aturan yang melarang terpidana korupsi mencaleg.

Berulang kali dikatakan korupsi ialah kejahatan luar biasa. Perang terhadapnya juga harus luar biasa, dari hulu ke hilir, bukan perang-perangan.

Di tingkat hulu, publik tidak meragukan kerja KPK. Di lini tengah, pengadilan tindak pidana korupsi semestinya menghukum koruptor dengan hukuman maksimal. Di sektor hilir, Kementerian Hukum dan HAM seharusnya tidak obral remisi, pun tidak memperlakukan mereka secara spesial dengan mengurung mereka di LP khusus.



Berita Lainnya
  • Membuka Pintu Rekonsiliasi

    02/8/2025 05:00

    Kebijakan itu berpotensi menciptakan preseden dalam pemberantasan korupsi.

  • Main Hajar Rekening ala PPATK

    01/8/2025 05:00

    ENTAH karena terlalu banyak pekerjaan, atau justru lagi enggak ada kerjaan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir puluhan juta rekening milik masyarakat.

  • Masih Berburu Harun Masiku

    31/7/2025 05:00

    KASUS suap proses pergantian antarwaktu (PAW) untuk kader PDI Perjuangan Harun Masiku ke kursi DPR RI masih jauh dari tutup buku alias belum tuntas.

  • Indonesia Rumah Bersama

    30/7/2025 05:00

    Intoleransi dalam bentuk apa pun sesungguhnya tidak bisa dibenarkan.

  • Jangan Biarkan Rasuah Rambah Desa

    29/7/2025 05:00

    KEPALA Desa ibarat etalase dalam urusan akuntabilitas dan pelayanan publik.

  • Ujian Kekuatan ASEAN

    28/7/2025 05:00

    KONFLIK lama Thailand-Kamboja yang kembali pecah sejak Kamis (24/7) tentu saja merupakan bahaya besar.

  • Atasi Karhutla Butuh Ketegasan

    26/7/2025 05:00

    NEGERI ini memang penuh ironi. Di saat musim hujan, banjir selalu melanda dan tidak pernah tertangani dengan tuntas. Selepas banjir, muncul kemarau.

  • Jaga Kedaulatan Digital Nasional

    25/7/2025 05:00

    Berbagai unsur pemerintah pun sontak berusaha mengklarifikasi keterangan dari AS soal data itu.

  • Ini Soal Kesetiaan, Bung

    24/7/2025 05:00

    EKS marinir TNI-AL yang kini jadi tentara bayaran Rusia, Satria Arta Kumbara, kembali membuat sensasi.

  • Koperasi Desa versus Serakahnomics

    23/7/2025 05:00

    SEJAK dahulu, koperasi oleh Mohammad Hatta dicita-citakan menjadi soko guru perekonomian Indonesia. 

  • Laut bukan untuk Menjemput Maut

    22/7/2025 05:00

    MUSIBAH bisa datang kapan pun, menimpa siapa saja, tanpa pernah diduga.

  • Mengkaji Ulang IKN

    21/7/2025 05:00

    MEGAPROYEK pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) pada awalnya adalah sebuah mimpi indah.

  • Suporter Koruptor

    19/7/2025 05:00

    PROSES legislasi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Acara Pidana menunjukkan lagi-lagi DPR dan pemerintah mengabaikan partisipasi publik.

  • Rumah Sakit Asing bukan Ancaman

    18/7/2025 05:00

    DIBUKANYA keran bagi rumah sakit asing beroperasi di Indonesia laksana pedang bermata dua.

  • Kerja Negosiasi belum Selesai

    17/7/2025 05:00

    AKHIRNYA Indonesia berhasil menata kembali satu per satu tatanan perdagangan luar negerinya di tengah ketidakpastian global yang masih terjadi.

  • Setop Penyakit Laten Aksi Oplosan

    16/7/2025 05:00

    BARANG oplosan bukanlah fenomena baru di negeri ini. Beragam komoditas di pasaran sudah akrab dengan aksi culas itu.