Headline

Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Memburu Beasiswa untuk Membangun Kampung

Rahmatul Fajri
01/9/2024 05:00
Memburu Beasiswa untuk Membangun Kampung
Ilustrasi MI(MI/Seno)

SEMINGGU ini beasiswa luar negeri ikut menjadi topik yang ramai dibicarakan imbas unggahan berpolemik dari istri Kaesang Pangarep, Erina Gudono. Selain membicarakan jurusan kuliah yang dipilih Erina, sejumlah warganet juga baru menyadari bahwa kalangan ekonomi atas juga masuk kategori penerima beasiswa, meski parsial, di University of Pennsylvania, Amerika Serikat.

Mendapatkan beasiswa, apalagi untuk berkuliah ke luar negeri, memang impian banyak orang. Tahun ini jumlah pelamar beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) tahap 1 mencapai 20.260 orang atau disebutkan tertinggi sejauh ini. Dari jumlah itu sebanyak 4.191 peserta dinyatakan lolos, dengan jumlah awardee untuk kuliah luar negeri (doktor dan magister) mencapai 1.753 orang. Selain LPDP, beasiswa ke luar negeri ditawarkan berbagai lembaga negara asing dan perusahaan multinasional yang ada di Indonesia.

Perjuangan untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri juga dilakoni Fahmi Sirma Pelu. Pria asal Desa Hitu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, itu kini telah sukses mendapatkan surat penerimaan (letter of acceptance) dari 53 kampus dunia. Di antaranya The School of Oriental and African Studies (SOAS) University of London, The University of Edinburgh, University of Melbourne, dan The University of Sydney.

Baca juga : Cak Imin: Penyaluran Beasiswa LPDP tidak Tepat Sasaran

Fahmi yang merupakan anak penjual nasi goreng kemudian menjatuhkan pilihan ke Australian National University (ANU). "Aku lihat lagi di kebanyakan yang kampus menerima itu cuma satu tahun (kuliah). Aku pikir sepertinya untuk pengalaman dan belajar satu tahun belum cukup, ya, dan efektifnya kuliah itu paling sembilan bulan. Nah, saya pilih yang lebih lama biar dapat kuliah dan pengalamannya," kata Fahmi yang kini berkuliah di ANU kepada Media Indonesia, melalui sambungan telepon, Rabu (28/8).

Fahmi bercerita setelah lulus SMA pada 2015, ia sempat dua tahun tidak lulus ujian masuk perguruan tinggi negeri. Baru pada 2017, setelah sempat belajar bahasa Inggris di Kediri, Jawa Timur, dan berkuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, ia bisa diterima di Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada (UGM). Selulus dari UGM pada 2022, Fahmi sempat bekerja di sebuah startup di Banyuwangi, Jawa Timur, dan baru mendaftar LPDP pada 2023.

Pria berusia 27 tahun itu mengaku sangat ingin berkuliah ke luar negeri demi pengalaman dan untuk berkontribusi bagi masyarakat di kampungnya. Meski lahir di Bandung, Jawa Barat, Fahmi mengaku semenjak menjalani remaja di Hitu sudah tertarik dan bergerak di bidang literasi. Bersama 39 temannya, mereka mendirikan perpustakaan keliling Hikayat Tanah Hitu yang kemudian berkembang menjadi gerakan pertunjukan teater dan puisi. Mereka juga pernah mengikuti Gramedia Reading Community Competition pada 2016 dan berhasil menyabet juara favorit untuk Indonesia Timur.

Baca juga : Menko PMK: Pemerintah akan Tinjau Ulang Dana untuk Beasiswa LPDP

Selepas kuliah, ia berkeinginan untuk membentuk pusat arsip dan dokumentasi masyarakat adat di Hitu yang terintegrasi dengan pemerintah desa. Menurutnya, sejumlah arsip lokal disimpan secara swadaya di rumah-rumah warga. Namun, lebih banyak arsip lama dari masyarakat Hitu justru tersebar di berbagai perpustakaan dunia, baik di Inggris maupun Belanda. “Karena hal tersebut (pusat arsip) penting bagaimana sejarah di kampung saya dan bisa menjadi potensi wisata dan pengambilan kebijakan di masa depan," katanya.

Atas alasan itu pula ia menjatuhkan pilihan ke ANU yang menjadi tempat kuliah banyak peneliti Austronesia. Fahmi berkomitmen untuk pulang dan membuktikan janjinya setelah lulus. "Soalnya saya, kan, di sini pakai uang negara, uang pajak masyarakat. Ini jadi tanggung jawab moral bagi saya," katanya.

 

Baca juga : Peningkatan Penerima Beasiswa LPDP Ciptakan SDM yang Bersaing di Dunia Global

Merintis museum

 

Mahasiswa Indonesia yang juga menempuh pendidikan di luar negeri ialah Lodimeda Kini. Perempuan berdarah Sabu, Nusa Tenggara Timur (NTT), itu mendapatkan beasiswa LPDP untuk kuliah S-2 industrial ecology dari Leiden University dan saat ini ia menempuh doktoral di S-3 industrial ecology di Delft University of Technology (TU Delft).

Baca juga : Mahasiswa Indonesia Menjerit karena Inflasi, Pemerintah Harus Bantu

Lodi, sapaan akrabnya, menjelaskan sebenarnya memiliki ketertarikan di dunia musik sejak kecil hingga berkuliah di Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timurm pada 2011. Saat kuliah, Lodi sempat magang di perusahaan minyak dan gas di Cepu, Jawa Tengah, dan setelah lulus sempat ditawari bekerja di Dubai.

Namun, ia memilih pulang ke Sabu, tanah asal kakeknya. Selain bekerja di organisasi nirlaba, Lodi mendirikan proyek museum rintisan bernama Museum Ammu Hawu. Museum itu berupa situs digital yang merekam sekaligus menggali seluruh peradaban sosial, budaya, ilmu pengetahuan, dan kebijaksanaan hidup yang diwariskan masyarakat Sabu dari generasi ke generasi.

Ammu Hawu diambil dari nama rumah adat tradisional masyarakat Sabu Raijua. Baginya, siapa lagi kalau bukan orang Sabu dan memiliki tekad kuat militan untuk merawat dan mengembangkan tanah asal mereka.

Lodi kemudian mencoba mendaftar beasiswa LPDP. Dari total enam kali percobaan mendaftar, dua di antaranya lolos untuk S-2 dan kini S-3. Ia mengambil S-2 di Leiden University. "Motivasinya untuk lanjut S-3 karena saya ingin menjadi peneliti yang bisa melakukan penelitian secara terstruktur dan independen," kata Lodi yang beberapa bulan ke depan akan kembali ke kampung halaman untuk penelitian.

Lebih lanjut, Lodi mengungkapkan lolos dan melanjutkan pendidikan melalui beasiswa tidaklah mudah. Ia mengaku butuh tekad dan niat yang jelas sedari awal. Dengan niat yang kukuh untuk belajar, setiap tantangan dan hadangan bisa dilewati.

"Tentukan dulu tujuan dan niatnya apa mau kuliah ke luar negeri. Prosesnya mungkin akan sulit dan membosankan. Jadi, alasannya harus kuat. Entah itu niat pragramatis untuk naik jabatan maupun mendalam untuk berkontribusi, misalnya, ya, tidak apa-apa. Yang penting niatnya harus clear," katanya. (M-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya