Headline
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Saat ini sudah memasuki fase persiapan kontrak awal penyelenggaraan haji 2026.
Koloni anak-anak Penguin Kaisar musnah tahun lalu karena pemanasan global mengikis rumah-rumah es mereka. Demikian temuan sebuah penelitian yang diterbitkan pada Kamis (25/4).
Studi yang dilakukan oleh British Antarctic Survey menemukan tingkat es laut yang sangat rendah pada tahun 2023 berkontribusi pada tahun terburuk kedua yang menyebabkan kematian anak penguin kaisar sejak pengamatan dimulai pada tahun 2018.
Studi itu juga menembukan fakta meskipun burung-burung tersebut berupaya untuk beradaptasi dengan lanskap yang semakin menyusut, mereka tidak berdaya.
Baca juga : Dunia Diingatkan untuk Mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim
“Bencana ekologis ini terjadi setelah terjadinya bencana kegagalan pembiakan pada tahun 2022, yang menandakan dampak jangka panjang terhadap populasi tersebut,” kata penulis studi Peter Fretwell kepada AFP.
Penguin Kaisar berkembang biak di platform es laut, dan anak penguin menetas pada musim dingin antara akhir Juli dan pertengahan Agustus (lihat grafis).
Bayi penguin ini dipelihara oleh induknya hingga bulunya tahan air, biasanya pada bulan Desember menjelang musim panas mencair. Namun jika es mencair terlalu dini, anak-anak penguins tersebut berisiko tenggelam dan kedinginan.
Baca juga : Sah! Tahun 2023 Merupakan Tahun Terpanas Bumi
“Empat belas dari 66 koloni penguin, yang masing-masing dapat menghasilkan beberapa ratus hingga beberapa ribu anak penguin dalam setahun, terkena dampak hilangnya es laut pada awal tahun 2023,” kata penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Antarctic Science tersebut.
“Hasilnya adalah tingkat kematian yang tinggi atau bahkan total. Namun tahun 2023 tidak seburuk yang kami khawatirkan”, kata Fretwell. Rekor 19 koloni yang terkena dampak paling buruk terjadi tahun sebelumnya.
Solusi Sementara
Baca juga : Wapres Sebut Masalah Lingkungan Perlu Diselesaikan dengan Saksama
Studi ini juga menemukan bahwa beberapa koloni, terutama yang hancur pada tahun sebelumnya, telah berpindah untuk mencari kondisi yang lebih baik ke gunung es, lapisan es, atau tempat yang lebih stabil. es laut.
Meskipun langkah-langkah tersebut memberikan harapan bahwa burung-burung tersebut dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan, Fretwell memperingatkan bahwa hal tersebut hanyalah sebuah solusi sementara.
“Penguin mempunyai keterbatasan dalam jumlah adaptasi yang bisa mereka lakukan. Hanya ada sedikit tempat yang bisa mereka datangi,” ujarnya.
Sebaliknya, Fretwell mengatakan manusia perlu beradaptasi dengan mengurangi emisi gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap pencairan es untuk mengurangi ancaman utama yang dihadapi spesies ini.(AFP/M-3)
PTPN IV PalmCo mengusung pendekatan keberlanjutan yang dimulai dari perlindungan kawasan hutan bernilai konservasi tinggi (High Conservation Value/HCV).
YAYASAN Keanekaragaman Hayati Indonesia (KEHATI) memilih 17 perusahaan sebagai pemenang KEHATI ESG Award 2025
Pengunjung dapat mempelajari tentang operasional pertambangan timah di Bangka Belitung yang menggunakan Bucket Line Dredges, Kapal Isap Produksi, dan Bucket Wheel Dredges.
KOALISI masyarakat sipil dari berbagai organisasi menyerukan untuk mencabut Undang-Undang (UU) Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
Kawasan Asia Tenggara, yang menyimpan 15% hutan tropis dunia dan hampir 20% spesies tumbuhan dan hewan global, menghadapi potensi kehilangan hingga 50% spesies terestrial pada 2100.
Lestarikan keanekaragaman hayati! Jaga alam, sumber kehidupan. Pelajari pentingnya konservasi untuk masa depan bumi yang berkelanjutan.
Penelitian terbaru mencatat lebih dari 5.000 mamalia laut terdampar di pesisir Skotlandia sejak 1992.
Studi terbaru di jurnal One Earth mengungkap 60% wilayah daratan Bumi kini berisiko, dengan 38% menghadapi risiko tinggi.
Banjir monsun telah menyapu bersih seluruh desa, memicu tanah longsor, dan menyebabkan banyak orang hilang.
Studi terbaru mengungkap populasi burung tropis turun hingga 38% sejak 1950 akibat panas ekstrem dan pemanasan global.
Dengan cara mengurangi emisi gas rumah kaca, beradaptasi perubahan iklim, dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Perubahan iklim ditandai dengan naiknya suhu rata-rata, pola hujan tidak menentu, serta kelembaban tinggi memicu ledakan populasi hama seperti Helopeltis spp (serangga penghisap/kepik)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved