Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
SEKITAR 700 juta tahun lalu, Bumi diperkirakan pernah sepenuhnya membeku dalam peristiwa yang dikenal sebagai “Snowball Earth". Saat itu hampir tak ada lautan atau danau yang tetap cair, bahkan di wilayah tropis. Lalu, apa yang memicu perubahan iklim ekstrem ini?
Sebuah studi baru mengungkap kombinasi iklim yang sudah dingin dan letusan gunung api raksasa menjadi pemicunya.
Sekitar 720 juta tahun lalu, letusan vulkanik yang dikenal sebagai Letusan Franklin melepaskan hamparan batuan baru yang membentang dari wilayah yang kini menjadi Alaska, Kanada utara, hingga Greenland. Letusan besar serupa pernah terjadi di masa lain, namun kali ini waktunya bertepatan dengan kondisi iklim yang sudah dingin.
Selain itu, pada masa tersebut tanaman darat belum berevolusi, sehingga proses pelapukan batuan terjadi sangat cepat.
Pelapukan kimia pada batuan segar dapat menyerap karbon dioksida dari atmosfer. Dengan menggunakan model iklim, para peneliti menunjukkan bahwa erosi cepat di area seluas itu mampu menurunkan kadar karbon dioksida secara drastis, hingga akhirnya memicu Bumi masuk ke fase “bola salju”.
Temuan yang dipublikasikan di Journal of Geophysical Research: Planets ini juga menjelaskan mengapa letusan seukuran Franklin di masa lain tidak memicu Snowball Earth. Perbedaannya, kala itu iklim Bumi lebih hangat atau vegetasi sudah berkembang, sehingga pelapukan berlangsung lebih lambat dan efek pendinginan tidak sekuat yang terjadi 700 juta tahun lalu. (The Guardian/Z-2)
Studi terbaru mengungkap populasi burung tropis turun hingga 38% sejak 1950 akibat panas ekstrem dan pemanasan global.
Dengan cara mengurangi emisi gas rumah kaca, beradaptasi perubahan iklim, dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Perubahan iklim ditandai dengan naiknya suhu rata-rata, pola hujan tidak menentu, serta kelembaban tinggi memicu ledakan populasi hama seperti Helopeltis spp (serangga penghisap/kepik)
PEMERINTAH Indonesia menegaskan komitmennya dalam mempercepat mitigasi perubahan iklim melalui dukungan pendanaan dari Green Climate Fund (GCF).
Indonesia, dengan proposal bertajuk REDD+ Results-Based Payment (RBP) untuk Periode 2014-2016 telah menerima dana dari Green Climate Fund (GCF) sebesar US$103,8 juta.
Periset Pusat Riset Hortikultura BRIN Fahminuddin Agus menyatakan lahan gambut merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, terutama jika tidak dikelola dengan baik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved