Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
Di rumahnya di pinggiran Kota Budapest, Alexandra Csosz-Horvath mematikan lampu dan mulai membacakan dongeng Putri Tidur untuk kedua anaknya. Ia tidak membacakannya dari sebuah buku melainkan dari serangkaian gambar diam yang diproyeksikan ke dinding kamar tidur anaknya yang berusia tiga dan tujuh tahun, yang nampak terpesona.
“Kita dapat kumpul bersama, ini lebih nyaman dari pada bioskop namun lebih baik dari pada buku,” kata perempuan berusia 44 tahun itu.
Saat ini, sebagian besar anak-anak di dunia mungkin sangat menggemari gawai pintar seperti tablet dan handphone, namun tidak di Hongaria. Mereka justru menyukai sebuah teknologi berusia lebih dari 100 tahun, yakni sebuah strip film. Mereka terpesona dengan cerita yang diputar dengan bantuan proyektor.
Baca juga : Hoala dan Koala, Animasi 3D Lagu Anak Indonesia
Strip film – media penyampaian cerita berusia seabad yang di Barat sudah tidak ada lagi karena munculnya kaset video pada 1980an, tidak hanya bertahan di Hongaria, namun juga berkembang dengan gelombang peminat baru yang terpesona oleh hiburan yang berjalan lebih lambat tersebut.
Dicetak pada gulungan film, gambar diam ini tidak pernah dimaksudkan untuk bergerak.
Tradisi panjang
Baca juga : Pendapatan Cinema XXI Naik 18,9% pada 2023
“Antara tahun 1940-an dan 1980-an, strip film digunakan di seluruh dunia sebagai alat visualisasi yang hemat biaya dalam pendidikan dan bidang lainnya," Levente Borsos, dari Seoul's Hankuk University of Foreign Studies mengatakan kepada AFP.
Meskipun teknologi ini sudah dikalahkan oleh teknologi yang lebih maju di negara-negara Barat, hiburan ini menjadi bentuk sarana rekreasi di rumah yang populer di eropa timur, terutama blok Soviet di mana TV dan video lebih sulit didapat.
Ketika komunisme runtuh, strip film mulai menghilang – kecuali di Hongaria, di mana perusahaan Diafilmgyarto yang sejak diprivatisasi masih bertahan sebagai produser tunggal di negara tersebut.
Baca juga : Kemendikbudristek Pertegas Komitmen untuk Memperkuat Dunia Film Indonesia di Panggung Internasional
“Penerbitan strip film dan tayangan slide secara terus-menerus di dalam negeri dapat dianggap sebagai kekhasan Hongaria, bagian khusus dari warisan budaya negara tersebut,” kata Borsos.
Kebangkitan
Produser Diafilmgyarto telah menyaksikan peningkatan penjualan dari 60 ribu keping strip film pada tahun 1990-an menjadi 230 ribu keping pada tahun lalu.
Baca juga : Tawarkan Pengalaman Audio Visual di Rumah, ViewSonic Luncurkan Proyektor Laser UST 4K
Setiap film -- yang diproduksi semata-mata untuk pasar domestik -- berharga sekitar lima euro (US$5,50) atau kurang lebih Rp80 ribu, lebih murah dari harga tiket bioskop di sana. Sebagian besar merupakan adaptasi dari dongeng klasik atau buku anak-anak.
Menurut direktur pelaksana Diafilmgyarto, Gabriella Lendvai salah satu karya klasik Hungaria yang cukup laris "The Old Lady and the Fawn", berkisah tentang seorang wanita yang merawat seekor rusa, telah berada di 10 besar sejak dirilis pada tahun 1957.
Pihak perusahaan pembuat film juga menugaskan seniman, termasuk beberapa orang Hongaria terkenal, untuk membuat konten eksklusif untuk strip filmnya.
Baca juga : Film Kuyang: Sekutu Iblis yang Selalu Mengintai akan Tayang Perdana 7 Maret
“Ini adalah tradisi yang tak tergantikan dalam budaya Hongaria”, kata Beata Hajdu-Toth, yang menghadiri pemutaran film baru-baru ini di bioskop Budapest bersama putranya untuk merayakan ulang tahun ke-70 Diafilmgyarto.
“Saya sangat senang itu menjadi bagian hidup kami dan mudah-mudahan saya bisa menceritakannya kepada cucu-cucu saya juga,” imbuh pria berusia 37 tahun itu.
Csosz-Horvath juga memuji tradisi tersebut. Ia lebih memilihnya daripada kartun berdurasi cepat, yang menurutnya membuat anak-anak menjadi “liar”.
“Mereka tidak bisa memahami bahwa apa yang terjadi dalam tiga detik di layar juga terjadi dalam tiga jam di kehidupan nyata,” ujarnya.
“Dengan strip film mereka tidak percaya bahwa segala sesuatu terjadi dalam sekejap mata," imbuh Hovath. (AFP/M-3)
Program pelatihan dari International Center for Land Policy Studies and Training (ICLPST) bukan sekadar pendidikan kebijakan pertanahan dan pajak, melainkan perjalanan lintas budaya.
Era Soekamto mengatakan akan terus melestarikan dan mempromosikan batik melalui karya-karya rancangannya sebagai seorang desainer serta menghadirkan platform Nusantara Wisdom.
DESAINER dan pelestari warisan budaya Indonesia, Era Soekamto telah menerima penghargaan dari UNESCO atas komitmennya yang berkelanjutan dalam melestarikan budaya
Penguatan identitas sebagai sebuah bangsa juga mampu menumbuhkan kohesi sosial yang bisa menjadi pendorong untuk mengakselerasi proses pembangunan.
ADA hal yang menarik dalam penyelenggaraan Indonesia Fashion Week 2025. Desainer fesyen, Eni Joe, menjadikan ajang tersebut sebagai ruang edukasi budaya.
Lebih dari sekadar pertunjukan mode, TGC dikenal sebagai acara hiburan terbesar yang memadukan fesyen, musik, budaya pop, dan selebritis dari berbagai bidang dalam satu panggung yang sama.
Lagu Barasuara, Pancarona dan Terbuang Dalam Waktu, mengisi plot cerita baru dalam film Sore: Istri dari Masa Depan, yang disutradarai Yandy Laurens.
Cinta Laura menyebut meski terlihat percaya diri dan sempurna, karakter Jessica di film Agen +62 adalah perempuan yang kesepian dan tidak percaya diri.
Film Agen +62 menangkap realitas maraknya korban judol (judi online) bahkan di lingkungan keluarga.
Joshua Suherman bermain dalam film horor terbaru berjudul Arwah. Di film ini, Joshua akan beradu peran dengan Sarah Beatrix, Irsyadillah, Annete Edoarda, Naura Hakim, dan Egi Fedly.
KOMPETISI film Alternativa Film Festival akan kembali digelar untuk ketiga kalinya. Di edisi ketiga kali ini, ajang tersebut akan diselenggarakan di Kolombia di kuartal kedua tahun 2026.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved