Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Inikah Anggrek Terburuk di Dunia?

Irana
17/12/2020 21:09
Inikah Anggrek Terburuk di Dunia?
Kiri: Gastrodia agnicellus; Kanan: Diplycosia puradyatmikai (atas), Dendrobium aurifex (bawah)(Kew.org)

Ketika orang berpikir tentang anggrek, barangkali yang terlintas ialah bunga indah nan eksotis, dengan warna-warni yang memikat mata.

Gastrodia agnicellus - kecil dan cokelat, dengan bunga yang hampir tidak membuka - mungkin akan sedikit mengecewakan saat dilihat.

Namun, meski anggrek ini barangkali tidak menarik untuk dilihat, ia memiliki aroma wangi bak mawar. Seiring meningkatnya suhu, aromanya akan semakin intens.

Anggrek kecil berukuran kurang lebih 11  milimeter tersebut ialah spesies baru yang menarik bagi para ilmuwan. Ia ditemukan tersembunyi, di bawah naungan hutan hijau nan lembap, di Madagaskar.

Gastrodia agnicellus, namanya, menjadi satu dari satu dari 10 spesies botani baru di 2020 yang dijadikan sorotal oleh Royal Botanic Gardens, Kew, yang menyebutnya bisa dianggap sebagai 'anggrek paling jelek di dunia.'

Juga berbeda dengan kebanyakan anggrek lain, Gastrodia agnicellus tidak memiliki daun. Ia bergantung kepada jamur, alih-alih fotosintesis, sebagai sumber nutrisi.

Dr Martin Cheek, seorang ahli botani di Kew dan ilmuwan senior di Departemen Identifikasi dan Penamaan, mengatakan, “Spesies baru ini tidak terduga. Begitu banyak yang aneh dan indah, seperti anggrek ini. Mereka mungkin tidak semuanya cocok untuk ambang jendela Anda, tetapi semua berperan di alam sebagai bagian dari ekosistem mereka."

Ia menambahkan, “Beberapa mungkin memiliki potensi untuk membantu umat manusia di masa depan, sebagai tanaman baru atau obat untuk masa depan, penyakit yang belum diketahui.”

Menurutnya, penting untuk menemukan spesies-spesies baru itu secepat mungkin, karena kebanyakan spesies yang baru ditemukan memiliki jangkauan yang sangat kecil untuk bisa bertahan di habitat alami.

Ini, jelasnya, berarti mereka mudah tersapu habis oleh, katakanlah, pembukaan lahan untuk pertanian, yang merupakan ancaman terbesar saat ini.

Selain Gastrodia agnicellus, spesies baru lain yang disoroti ialah  Diplycosia puradyatmikai, semacam semak yang berkerabat dengan blueberry. Penemuan spesies dilakukan  oleh sekelompok ilmuwan Indonesia dan Kew yang dipimpin oleh Wendy A. Mustaqim.

Tanaman ini tumbuh di lereng atas dari puncak tertinggi di Asia Tenggara, Gunung Jaya, setinggi hampir 5.000m, dekat tambang emas terbesar di dunia, Grasberg. Habitatnya adalah hutan pegunungan yang kerdil, kaya akan tumbuhan dari keluarga rhododendron.

Tingginya mencapai 1,5 m dan ditandai dengan bulu coklat keemasan di batangnya, daun kasar bundar dan bunga berbentuk lonceng merah.

Sekitar 120 spesies diketahui dalam genus tersebut dan mereka biasanya ditemukan di pegunungan tinggi, dari Indochina hingga Papua Nugini/Guinea Baru.

Kemudian, ada pula 19 anggrek baru yang ditemukan di Papua Nugini. Mereka diberi nama oleh spesialis anggrek Kew Andre Schuiteman tahun ini, dengan bantuan dari mitra Reza Saputra di Indonesia, dan Jaap Vermeulen di Belanda.

Penamaan anggrek baru ini dihasilkan dari penelitian selama bertahun-tahun oleh Andre dan kolaboratornya di Indonesia, Filipina, AS, dan Belanda, untuk mengetahui lebih lanjut tentang anggrek di pulau tropis dengan keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia.

Spesies baru ini mencakup tiga spesies yang secara konvensional menarik dari genus Dendrobium, termasuk satu yang dibudidayakan di belakang layar di pembibitan tropis Kew Gardens, dengan bunga oranye keemasan yang spektakuler (Dendrobium aurifex - foto).

Adapun 16 spesies baru yang tersisa berasal dari genus Bulbophyllum, banyak di antaranya adalah penyerbukan lalat, dengan bunga yang lebih menyeramkan memiliki jambul rambut yang mengingatkan pada fitur wajah manusia. Nama Latin spesies mencerminkan hal ini: 'Bulbophyllum berkumis (moustached)', 'Bulbophyllum dengan cambang (sideburns)' dan 'Bulbophyllum berlidah belati (the dagger tongued)'.

Banyak dari anggrek ini hanya ditemukan satu kali dan beberapa hanya diketahui dari satu spesimen yang diawetkan, sehingga para ilmuwan belum mengetahui apakah mereka langka dan terancam punah atau muncul lebih luas di pulau New Guinea yang kurang dieksplorasi. (Daily Mail/Kew.org/M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya