Headline
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.
PENELITIAN terbaru menemukan fenomena hujan berlian di planet Uranus dan Neptunus terjadi di kedalaman yang lebih dangkal dari yang diperkirakan sebelumnya. Temuan ini juga diduga berperan penting dalam pembentukan medan magnet di kedua planet gas raksasa tersebut.
Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Nature Astronomy, tim ilmuwan internasional menjelaskan bahwa penelitian sebelumnya menggunakan laser sinar-X menunjukkan berlian dapat terbentuk dari senyawa karbon di dalam planet karena tekanan ekstrem di sana. Berlian ini kemudian turun ke lapisan dalam, layaknya hujan permata dari atmosfer atas planet.
Namun, eksperimen terbaru di European X-Ray Free-Electron Laser Facility (XFEL) mengungkap bahwa proses pembentukan berlian dari senyawa karbon ternyata bisa dimulai pada tekanan dan suhu yang lebih rendah dari yang selama ini diasumsikan. Artinya, hujan berlian di Uranus dan Neptunus kemungkinan besar terbentuk lebih dekat ke permukaan daripada yang diduga sebelumnya.
Menariknya, fenomena ini juga dimungkinkan terjadi di planet gas berukuran lebih kecil dari Uranus dan Neptunus yang disebut “mini-Neptunus”. Planet semacam ini memang tidak ada di tata surya kita, namun banyak ditemukan sebagai eksoplanet di luar sistem tata surya.
Saat berlian jatuh dari lapisan luar ke bagian dalam planet, ia dapat membawa serta gas dan es. Proses ini memicu terbentuknya arus es konduktif, yaitu arus fluida penghantar listrik yang berperan layaknya dinamo pembentuk medan magnet planet.
“Hujan berlian kemungkinan besar berpengaruh pada pembentukan medan magnet kompleks di Uranus dan Neptunus,” kata peneliti utama Mungo Frost dalam pernyataan resminya.
Dalam eksperimen ini, Frost dan timnya menggunakan lembaran plastik dari senyawa hidrokarbon polistirena sebagai sumber karbon. Di bawah tekanan sangat tinggi, senyawa ini dapat berubah menjadi berlian.
Untuk meniru kondisi ekstrem di dalam planet gas es, para peneliti memanfaatkan sel tekan berlian dan laser di fasilitas XFEL Eropa. Sel tekan ini bekerja layaknya ragum mini yang menjepit sampel di antara dua potongan berlian. Dengan bantuan pulsa sinar-X, para ilmuwan dapat mengamati secara tepat waktu, kondisi, dan urutan pembentukan berlian di dalam sel tersebut.
“Lewat kolaborasi internasional ini, kami berhasil membuat kemajuan besar di XFEL Eropa dan mendapatkan wawasan luar biasa mengenai planet-planet es,” ujar Frost. (Mining/Z-2)
Tak hanya Saturnus, ternyata Jupiter, Uranus, Neptunus, hingga asteroid Chariklo juga punya cincin. Cari tahu bagaimana cincin planet terbentuk dan misterinya!
Para astronom menemukan titik inframerah yang dicurigai sebagai kandidat Planet Sembilan di luar orbit Neptunus.
Para ilmuwan akhirnya berhasil menangkap gambar langsung aurora Neptunus menggunakan Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST).
Sejak awal tahun, berbagai penjajaran planet telah dapat diamati, tetapi kali ini lebih istimewa karena mencakup Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.
Para astronom menemukan indikasi adanya struktur baru di Sabuk Kuiper, wilayah es di luar orbit Neptunus.
NASA dan tim internasional lebih dari 30 astronom memanfaatkan fenomena langka okultasi bintang oleh Uranus pada 7 April 2025 untuk mempelajari atmosfer dan cincin planet es raksasa itu.
Para ilmuwan menemukan bahwa satu rotasi penuh Uranus—atau satu hari di planet tersebut—memakan waktu sekitar 17 jam dan 14 menit dalam hitungan waktu Bumi.
Data baru dari Teleskop Luar Angkasa Hubble mengungkap Uranus membutuhkan waktu 17 jam, 14 menit, dan 52 detik untuk menyelesaikan satu rotasi penuh.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved