Headline
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
TELESKOP Observatorium Nasional Timau yang berlokasi di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), kini memasuki fase baru dalam fungsinya sebagai alat pemantau. Tidak hanya untuk objek astronomi, tetapi juga untuk satelit buatan.
Koordinator Stasiun Observasi Nasional Kupang dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Abdul Rachman, mengungkapkan penggunaan teleskop ini diharapkan dapat membantu dalam mengatasi masalah yang mungkin muncul pada satelit aktif serta mengelola situasi darurat yang berkaitan dengan ruang angkasa. Penjelasan ini disampaikan dalam acara webinar yang diselenggarakan Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN untuk memperingati World Space Week, Sabtu (5/10).
Abdul Rachman menjelaskan dalam pengamatan satelit buatan, teknik yang digunakan berbeda dari yang diterapkan saat mengamati objek astronomi seperti bintang. Kecepatan pergerakan satelit buatan yang lebih tinggi memerlukan sistem teleskop yang dapat bergerak otomatis dan responsif terhadap perubahan posisi objek.
Baca juga : Astronom Abu Dhabi Temukan Asteroid Raksasa, 6 Kali Lebih Besar dari Burj Khalifa
Teleskop perlu dilengkapi dengan dudukan atau motor mounting yang dirancang untuk mendukung kecepatan pergerakan dalam hitungan derajat per detik. Hal ini penting untuk memastikan akurasi pengamatan, terutama ketika berhadapan dengan objek yang bergerak cepat.
Sebagai contoh, Rachman menyebut satelit International Space Station (ISS), yang termasuk dalam kategori Low Earth Orbit (LEO) dengan ketinggian antara 500 hingga 1.200 kilometer dari permukaan Bumi. Pergerakan satelit ini sangat cepat, dan pengamat harus siap untuk menyesuaikan teleskop dengan kecepatan tersebut. Hal ini berbeda dengan satelit seperti Palapa atau Telkom, yang berada di orbit geostasioner di ketinggian sekitar 36 ribu kilometer, di mana pergerakannya relatif lebih lambat.
Sejak 2023, beberapa teleskop di Observatorium Nasional Timau telah diuji untuk mengamati objek satelit buatan. Teleskop dengan diameter cermin 25 dan 50 sentimeter telah dilengkapi dengan fasilitas mounting robotic yang memungkinkan pergerakan otomatis sesuai dengan kecepatan satelit. Teleskop ini menjadi bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan pengamatan terhadap objek yang berpotensi memengaruhi satelit aktif.
Baca juga : Saingi James Webb, Tiongkok Bangun Teleskop Optik Terbesar di Asia
Di sisi lain, teleskop terbesar di observatorium, yang memiliki diameter 3,8 meter, saat ini masih dalam tahap penyelesaian. Rachman menargetkan agar teleskop ini dapat rampung sebelum akhir tahun, sehingga bisa mulai digunakan untuk pengamatan tahun 2025. Dengan kemampuan yang dimiliki, teleskop ini diharapkan mampu mengamati satelit buatan dengan lebih baik dan lebih akurat.
Observatorium Nasional Timau juga mengacu pada teleskop Seimei di Jepang, yang merupakan kembaran dari teleskop Timau dan telah beroperasi sejak 2017-2018 untuk pengamatan satelit buatan. Dengan memanfaatkan prediksi harian tentang posisi satelit, pengamat di Timau akan dapat melacak dan mengamati keberadaan satelit buatan dengan lebih efisien.
Daftar tabel yang mencakup informasi mengenai satelit aktif, tingkat kecerlangan atau magnitudo objek, lokasi di langit, serta ketinggian satelit, akan menjadi panduan penting bagi pengamat dalam menjalankan tugasnya.
Dengan langkah ini, Observatorium Nasional Timau berkomitmen untuk memperluas cakupan penelitian dan pengamatan di bidang antariksa, serta berkontribusi terhadap pemahaman lebih dalam tentang satelit buatan dan dampaknya terhadap lingkungan luar angkasa.
Upaya ini sejalan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan untuk mengawasi serta memelihara satelit aktif di orbit, yang semakin penting dalam era digital saat ini. (BRIN/Z-3)
TELESKOP Sinar-X Medan Lebar (WXT) milik Einstein Probe berhasil mendeteksi semburan sinar-X berenergi rendah
Proyek energi terbarukan AES Energy di Chile berisiko merusak pengamatan astronomi dari Teleskop Sangat Besar (VLT) di Observatorium Paranal, yang terletak di Gurun Atacama.
Astronaut NASA Suni Williams dan Nick Hague berhasil menyelesaikan misi luar angkasa yang kompleks dan bersejarah pada 16 Januari 2025.
Teleskop Vera C Rubin Observatory di Chile baru-baru ini berhasil mengabadikan gambar langit pertama dengan kamera rekayasa, meskipun pemandangannya belum sepenuhnya menonjol.
Tim astronom yang dipimpin oleh Mengyuan Xiao dari Universitas Jenewa, Swiss, mengumumkan penemuan mengejutkan berupa galaksi spiral dengan rancangan agung.
Dua teleskop radio baru dari Tiongkok dengan antena besar berdiameter 40 meter resmi beroperasi pada, Jumat (27/12).
Ingin melihat hujan meteor Delta Aquarid 2025 di Indonesia? Simak jadwal puncak, arah pandang, dan tips lokasi terbaik untuk pengalaman maksimal.
Klaim Bumi gelap total 2 Agustus 2025 terbukti hoaks. Simak fakta ilmiah, klarifikasi NASA, dan jadwal gerhana matahari yang sebenarnya terjadi.
Penelitian terbaru dalam dunia astronomi mengungkapkan fakta mengejutkan: Bumi pernah memiliki hingga enam “bulan mini” sekaligus.
Simak 10 fakta menarik gerhana matahari total 2 Agustus 2027. Fenomena langka ini akan membuat dunia gelap selama lebih dari 6 menit. Jangan lewatkan!
Gerhana matahari total 2 Agustus 2027 akan membuat langit gelap hingga 6 menit. Fenomena langka ini hanya terjadi sekali dalam 100 tahun. Simak faktanya!
KASA berencana meluncurkan satelit astronomi pertamanya pada 2030.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved